Jumat, 30 Desember 2011

CERPEN | SHABAT UNTUK SELAMANYA (Chapter 1)

Najma Stories – Pohon Persahabatan
Hari ini adalah hari pertamaku mengenakan seragam putih abu-abu. Wow, Najma kau terlihat sangat cantik dengan seragam ini. Hihihihi! Tak henti-hentinya aku memuji diriku di depan cermin. Aku bangun jam 5 subuh saking tidak sabarnya memulai hari ini.
Masa-masa SMA ku pun dimulai...
Masa orientasi siswa hari ini. Oh My God! Kakak-kakak kelasku banyak yang ganteng. Astagfirullah Najma! Kok jadi centil bengini sih?
Seorang anggota OSIS menyuruhku membawa sebuah bibit pohon. Aku dan seorang cewek murid baru mengangkatnya bersama. Tema Masa Orientasi Siswa kali ini adalah Go Green. Jadi kebanyakan kegiatan kita adalah kegiatan melestarikan lingkungan seperti membersihkan pekarangan, mengecat, menanam pohon dan lain sebagainya. Meskipun ada juga siswa yang mengisi MOS dengan ajang cari cowok/cewek alias ajang mencari cinta. Ckckckck!
“Namaku Najma, aku dari SMP 9. Kamu?” ucapku sambil memperkenalkan diri sama cewek yang membantuku mengangkat bibit ini.
“Frisilia. Aku dari SMP 4.” Ucapnya sambil tersenyum.
Hari ini, seharian aku jalan bareng sama Frisilia. Aku dan dia sama-sama berasal dari luar kota sehingga tidak ada teman SMP kami di sini. Sepertinya kami berdua saling cocok. Hobinya menyanyi, sama denganku. Tapi aku selalu malu jika disuruh tampil untuk menyanyikan sebuah lagu.

Hari demi hari pun berlalu. Akhirnya hari terakhir MOS pun tiba. Hari ini aku dan Frisilia menanam sebuah pohon di belakang Lab Komputer Sekolah.
“Apa pohon ini bisa tumbuh besar?” tanyaku.
“Mudah-mudahan bisa tumbuh besar ya...” Frisilia berharap.
“Amin! Pohon ini pasti bisa tumbuh besar. Dan akan berdiri tegak seperti pertemanan kita.” Ucapku.
Frisilia tersenyum lalu tertawa kecil. “Iya. Amin! Saat lulus nanti pohon ini jadi saksi pertemuan kita.” Ucapnya.
Kami berdua pun menyiramnya sambil bercerita tentang kisah dan pengalaman pribadi kami masing-masing. Aku berharap Frisilia bisa menjadi sahabatku di sini.
***
Aku sangat senang bisa sekelas dengan Frisilia. Kami berdua duduk sebangku. Saat istirahat, kami selalu makan bareng di kantin. Pulang sekolah pun bareng meskipun tempat tinggal kami berlawanan arah, namun rumah kami dekat dari sekolah. Orang tua nya dan orang tuaku jarang ada di rumah saat siang hari. Kadang-kadang saat pulang aku singgah di rumahnya dan diapun singgah di rumahku.
Oh ya, ternyata Frisilia pintar matematika loh. Aku takjub saat dia bisa menyelesaikan soal rumit yang diberikan Ibu guru. Matematika adalah kelemahanku, dan aku bangga punya sahabat sepintar dia. Tapi kalau pelajaran Bahasa Inggris, aku tidak mau kalah. Hehehe!
“Najma! Pulang nanti ke rumahku yuk! Kebetulan tadi pagi Mama habis buat kue Cake. Sekalian kerja PR Bahasa Inggris.” Pinta Frisilia.
“Oke Fris! Serahkan saja pada Najma soal Bahasa Inggris.” Ucapku lalu tertawa kecil.
“Hey! Aku boleh ikutan?” tiba-tiba Windi yang duduk di depan kami ingin turut dalam rencana kami.
“Ummm! Gimana Fris?” tanyaku.
“Boleh.” Jawab Frisilia.
“Asyiiik!” Windi bersorak.
“Ada Cakenya ya? Aku ikutan juga ya?” Farah yang kebetulan numpang duduk di samping Windi ingin berpartisipasi.
“Aih! Kamu cuma pingin cakenya aja kan Far?” Ledek Frisilia.
Aku dan Windi tertawa sementara Farah yang diledekin tampak cemberut.
“Iya deh, boleh. Jangan cemberut gitu dong cantik.” Ucap Frisilia.
Akhirnya siang itu kami berempat singgah di rumah Frisilia. Kami mengerjakan PR Bahasa Inggris sambil menikmati sepotong cake ditambah Es Sirup. Kasihan juga Frisilia. Setengah Cakenya habis dan kamarnya dibuat berantakan oleh kami. Windi malah menculik beberapa koleksi Novel dari rak buku Frisilia. Hari itu kami di rumah Frisilia sampai jam 3 Siang. Sungguh hari yang sangat panjang tapi menyenangkan...
***
 Aku tak menyangka kisah cewek-cewek sewot seperti di sinetron terjadi di dunia nyata. Namanya Kak Disti dan kak Ayu, beserta beberapa antek-anteknya. Hampir semua cewek-cewek yang terlihat dandanannya lebih menor darinya diceramahin. Termasuk cewek-cewek yang tergolong cewek cantik.
Mereka datang mendekati aku yang sedang duduk di sudut kantin sekolah bersama Farah. Saat itu aku dan Farah sedang menjaga meja supaya gak diserobot siswa lain. Sementara Frisilia dan Windi sedang mengantri memesan makanan di loket kantin.
“Hey cewek menor!” ucap Kak Disti sambil memelototi Farah.
Farah memang memiliki wajah yang cantik namun dandanannya tidak menor-menor seperti yang dituduh kak Disti. Kami berdua hanya diam dan mencoba bersabar.
“Kata Sisil kemarin dia lihat Lo jalan sama Kak Farhan.” Bentak Kak Disti.
Farah hanya diam sambil tetap menatap lekat Kak Disti.
“Ditanya malah diam!” Ucap Kak Disti sambil menyiram Farah dengan air dari gelas bekas minuman di dekat meja kami.
Farah lalu bangkit sambil berteriak karena kaget. Windi dan Frisilia yang melihat itu datang dan mencoba menahan Farah. Windi yang berbadan besar itu malah berani menantang Kak Disti. Seluruh penghuni kantin pun mulai berkerumun.
“Awas ya Lo! Berani Gue liat Lo dekat-dekat lagi sama Kak Farhan.” Ancam Kak Disti lalu pergi meninggalkan kami.
“Kamu nggak apa-apa kan Rah?” tanya Windi.
“Tidak. Hanya bajuku jadi basah deh.” Keluh Farah.
Kami jadi nggak mood makan dan hanya makan beberapa sendok. Windi dan Farah ke Toilet untuk membersihkan tumpahan es teh di bajunya.
“Kasihan Farah!” ucapku.
“Iya. Kok ada ya, cewek-cewek model mereka? Pengaruh sinetron mungkin..” keluh Frisilia.
“Jadi nggak mood makan nih. Kita susul mereka yuk?” ajakku pada Frisilia.
“Yuk!” jawab Frisilia.
Kami pun meninggalkan meja kami padahal sisa makanannya masih banyak.
***
Hari ini aku, Frisilia dan Windi akan belajar bareng di rumah Farah. Rumahnya lumayan jauh dari rumahku, tapi acara belajar bareng ini hampir menjadi rutinitas kami berempat. Meski kebanyakan ngerumpinya daripada belajarnya.
Rumah Farah sangat megah tidak seperti rumahku. Dia anak orang kaya namun aku salut padanya yang tidak pernah menyombongkan diri apalagi memamerkan kekayaannya. Bahkan dia bergaul sama Windi yang orang tuanya hanya seorang supir Bajaj. Tapi... itulah persahabatan. Tak memandang suku ras dan golongan. Tak memandang cantik dan jelek. Tak memandang miskin dan kaya. Dan aku bersyukur mereka bertiga menjadi sahabatku.
Di rumah pun Farah terlihat biasa-biasa saja dengan baju kaos seadanya. Kami bertiga jadi merasa iri sama Farah. Mobil di garasi rumahnya ada empat, punya kolam renang yang luas, punya kamar yang besar. Tapi kami jadi malu juga kalau merasa iri pada Farah. Seandainya aku jadi Farah, pasti aku jadi cewek yang manja dan sombong karena aku tak bisa serendah hati seperti Farah. Aku bersyukur jadi diriku yang sekarang.
Kami duduk di teras beranda kamar Farah. Kamarnya di lantai dua dan memiliki beranda sendiri yang menghadap ke kolam renang di belakang rumahnya. Dengan ditemani segelas Jus Melon. Kami mengerjakan PR Fisika yang tadi diajarkan Bu Dewi.
Kalo soal hitung-menghitung, serahkan saja pada Frisilia. Soalnya aku lemah di pelajaran menghitung. Kalo Farah sih jagonya di pelajaran Geografi dan Kesenian, sedangkan Windi jagonya di Olah Raga. Hehehe.
Rupanya Windi dan Farah satu SMP namun saat SMP, mereka tak seakrab sekarang karena berbeda kelas. Saat SMP Farah ternyata cewek pendiam. Namun saat dekat dengan Windi, Farah jadi periang dan terbuka.
“Eh, besok kan hari minggu. Kalian nginap aja disini.” Usul Farah.
“Beneran nih?” Windi mencoba memastikan.
“Iya. Kebetulan papa sama Mama sedang keluar kota. Jadi aku hanya tinggal berdua sama Kakak. Tapi kakak jarang banget di rumah.” Jelas Farah.
“Oh ya, aku belum pernah bertemu kakakmu. Kakamu cowok atau cewek?” tanyaku.
“Cowok. Siang-siang gini biasanya dia keluar. Biasanya pulang ke rumah sebelum magrib.” Jawab Farah.
“Kalo gitu kita pulang dulu ganti baju sekaligus minta izin sama Orang tua.” Ucap Frisilia.
“Asyiik! Kayaknya seru tuh nginap bareng sahabat. Aku jadi gak perlu rebutan bantal sama adik-adikku di rumah.” Windi girang.
“Dasar Windi!” ledek Frisilia sementara aku dan Farah hanya tertawa.
“Ya sudah. Biar Mang Jana yang antar kalian pulang. Aku juga ikut pastinya.” Ucap Farah.
Akhirnya sore itu kami bertiga mendapatkan izin dari orang tua kami. Windi yang paling girang dan bersemangat di antara kami. Seumur hidupnya, baru kali ini dia naik mobil sedan. Hehehe.
Sebelum kembali ke rumah Farah, kami singgah berbelanja dulu di Supermarket dan jalan-jalan di Mal hingga sore hari pun tiba.
***
Malam ini kami bercerita di beranda. Kami saling curhat malam itu tentang masa lalu kami dan impian kami. Tentang hal-hal aneh yang pernah kami lakukan dan banyak hal yang tak sempat kami curahkan.
Frisilia bercita-cita ingin menjadi seorang idola cilik saat masih SMP. Tapi dia tak pernah sempat ikut audisi. Kini, dia ingin mewujudkan cita-citanya di masa depan, yaitu menjadi seorang dokter. Selama SMP Frisilia tidak pernah pacaran dan tidak ada cowok yang dia sukai. Ternyata saat SMP dia adalah ketua OSIS dan sering mewakili sekolahnya dalam ajang lomba-lomba. Kami jadi takjub padanya.
Windi punya cita-cita yang mulia. Dia ingin membahagiakan keluarganya dan menghapus kemiskinan keluarganya dengan usahanya sendiri. Soal Profesinya kelak, Windi ingin menjadi pramugari atau menjadi ibu rumah tangga dari seorang cowok kaya. Selama SMP, Windi bergaul sama anak-anak nakal dan sering berbuat kenakalan. Tapi sekarang Windi sudah insyaf kayaknya. Saat SMP Windi sempat pacaran sama temannya bernama Rio. Namun sekarang sudah putus.
Farah punya cita-cita ingin menjadi Arsitek atau Arkeolog. Farah sangat jago memainkan Piano loh. Saat SMP dia cewek pendiam dan kuper. Kebanyakan orang-orang berteman dengannya karena statusnya sebagai anak konglomerat. Makanya saat SMA, dia jarang bergaul dengan orang lain. Farah tidak pernah pacaran selama SMP hingga sekarang. Namun ada cowok yang sangat dia sukai saat masih SMP. Namanya Arsyad Amir Alamsyah yang kami singkat menjadi A3. Hahahaha.
Aku... cita-citaku ingin menjadi Psikolog atau Penulis. Bakatku ya menulis cerpen dan Puisi. Saat SMP aku sempat pacaran sama Kakak kelasku namun itu hanya cinta monyet. Kini aku hanya ingin fokus pada pelajaran. Aku tak punya cerita masa SMP yang bisa kubanggakan karena saat SMP aku hanyalah seorang cewek pendiam.
Malam ini kami mengikrarkan janji persahabatan kami. Bulan dan bintang menjadi saksi ikrar kami.
“Aku Farah Abbas. Akan menjadi sahabat setia sampai mati. Sahabat disaat suka dan duka untuk kalian.” Ikrar Farah.
“Aku Najma Khumairoh. Akan menjadi sahabat setia sampai mati. Sahabat disaat suka dan duka untuk kalian.” Ikrar ku.
“Aku Windi Sutanto. Akan menjadi sahabat setia sampai mati. Sahabat disaat suka dan duka untuk kalian.” Ikrar Windi.
“Aku Frisilia Natalia. Akan menjadi sahabat setia sampai mati. Sahabat disaat suka dan duka untuk kalian.” Ikrar Frisilia.
Kami berempat saling menggenggam tangan kami dan berpelukan. Rasa hanyat menyelimuti tubuh kami. Kehangatan sebuah persahabatan yang mengalahkan dinginnya udara malam.
“Far... Nej... Fris... minggu depan kita nginap bareng lagi ya?” pinta Windi.
“Pasti Win!” Frisilia mengiyakan.
“Minggu depan kita nginap dimana?” tanyaku.
Mereka memanggilku dengan sebutan “Nej”, karena guru kesenian kami yang keturunan India itu memanggilku Nejma. Dan kadang disingkat jadi Nej. Akhirnya panggilan itu melekat padaku oleh teman-teman sekelas.
Akhirnya kami mengundi dan bahkan membuat jadwal. Alhasil, minggu depan mereka menginap di rumahku, setelah itu di rumah Windi lalu di rumah Frisilia. Acara nginap bareng setiap hari sabtu menjadi rutinitas kita.
Kami kembali masuk ke kamar karena udara di luar sudah semakin dingin. Farah memiliki kamar yang luas dan kami melebarkan kasur di atas karpet dan tidur bareng. Namun kenyamanan tidurku mulai terganggu karena Windi mulai cerita tentang hantu. Aku sangat takut sama yang begituan. Apalagi aku harus tidur diapit oleh Windi dan Farah. Frisilia sudah terlelap duluan. Windi dan Farah terus-terusan menakutiku dengan cerita hantu jaman SMP mereka.
Aku hanya memeluk boneka doraemon milik Farah erat-erat sambil menutup telingaku. Dalam hatiku aku tak berhenti memanjatkan doa untuk mengusir rasa takut ku. Windi dan Farah sepertinya kasihan melihatku sehingga mereka berdua pun memelukku. Aku menjadi damai…
“Duh, kasihan peri kita ini udah ketakutan kayaknya!” ucap Windi sambil membelai kepalaku.
“Nej! Tenang aja, kan ada Windi. Setan-setan pasti takut kalo lihat Windi.” Ucapan Farah membuatku terkekeh, sementara itu Windi memelototi Farah dengan wajah angkernya itu.
Aku pun terlelap malam itu dalam rangkulan sahabatku yang menentramkanku.

>>> End Chapter <<<