Rabu, 28 November 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 23)


Part 23
Kembalinya Sang Idola


Pagi ini suasana kelas tampak heboh sekali. Arya akhirnya muncul di sekolah setelah hampir dua minggu bangkunya berjamur dan dipenuhi sarang laba-laba karena ditinggalkan pemiliknya. Yah, gimana gak berjamur, para fansclubnya menyegel bangkunya karena kesal dengan Erni yang suka duduk di tempatnya. Padahal Erni hanya ingin berbagi cerita denganku. Tapi otak para fansclub Arya makin ngeres aja tuh.
Dan para cewek-cewek pun mulai berhias diri menyambut kedatangan Arya. Para fansnya pun menyambut kedatangan Arya dengan penuh suka cita. Bahkan sebuah spanduk gede terpampang di pintu gerbang sekolah bertuliskan. “Welcome Home Arya.”

Novel | Wajah Kedua (Part 22)


Part 22
Erwin Atau Arya?


Malam ini aku masih kepikiran ucapan Erwin. Saat ini aku tak tahu harus berbuat apa. Aku ingin bilang kalau sekarang aku telah memiliki rasa pada Arya. Tapi aku masih takut, masih jaim. Aku gak mau disamakan dengan para fansklub Arya. Aku takut mereka berpikir aku sama saja dengan para fansclub Arya yang kerjanya ngejar-ngejar Arya. Aku takut mereka berpikir kalo aku tuh jatuh cinta hanya karena tampang doang.
Aku jatuh cinta pada wajah kedua Arya. Wajah yang nggak pernah dia tunjukin kepada orang lain. Yah, itulah alasanku. Aku mencintai hatinya bukan karena wajahnya. Aku gak seperti cewek-cewek centil yang hanya bisa mengidolakan Arya dan memujinya secara berlebihan.

Minggu, 25 November 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 21)


Part 21
My First Love


Setiap habis menerima telepon dari Arya, jantungku selalu saja berdebar-debar. Aku pun kembali masuk ke café. Jadi bingung nih, gimana kalo mereka tanya macem-macem. Siapa yang telepon? Kapan kamu punya HP? Dan pertanyaan-pertanyaan mencurigakan lainnya.
Aku berjalan menghampiri meja makan sambil mencari-cari alasan untuk jawaban pertanyaan mereka nanti. Dan semoga saja mereka nggak nanya sampai detil-detil gitu.
Aku pun duduk kembali di kursiku namun sepertinya raut wajah mereka agak berubah. Mereka tampak serius dan menatapku dengan senyuman. Aku jadi risih. Apa mereka tahu kalo HP ini dari Arya atau tahu kalo yang menelepon tadi Arya? Masa sih? Sejak tadi kan mereka bertiga terlihat duduk dan bercerita sambil kettawa-ketiwi.

Novel | Wajah Kedua (Part 20)


Part 20
MizzTERI Girls


Oh ya, salah satu alasan kenapa Imel bisa dekat denganku karena dia adalah sepupu Erwin.
Erwin adalah cinta pertamaku saat aku baru masuk di SMA ini. Erwin adalah kakak kelas kami yang duduk di kelas 3. Dia menjadi salah satu anggota OSIS dan dia selalu menolongku saat Masa Orientasi dulu. Seiring berjalannya waktu aku dan dia jadi dekat. Dia pun menyatakan rasa sukanya padaku dan aku pun menerimanya. Dulu Imel yang menjadi perantara hubunganku dan Erwin.
Kami berpacaran sekitar empat bulan. Hubungan kami agak renggang saat Erwin mulai menghadapi Ujian nasional. Dia juga cemburu dengan kedekatanku sama Aldo. Apalagi gosip-gosip yang mengatakan kalau aku dan Aldo pacaran. Erwin pun lulus dan melanjutkan kuliahnya di luar kota. Dia tak pernah memberiku kabar lagi setelah itu.

Selasa, 10 Juli 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 19)

Part 19
Hari Yang Penuh Kejutan


Aku yang memikirkan
Namun aku tak banyak berharap
Kau membuat waktuku
Tersita dengan angan tentangmu
Mencoba lupakan tapi ku tak bisa
Mengapa begini…?

Oh mungkin aku bermimpi
Menginginkan dirimu
Untuk ada disini menemaniku
Oh mungkinkah kau yang jadi
Kekasih sejatiku…

Kamis, 28 Juni 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 18)


Part 18
Masa Lalu Arya


Arya, ternyata adalah remaja yang sama sepertiku. Sama seperti Erni dan Tuti. Sama juga seperti kalian. Saat SMP Arya adalah siswa yang imut dan banyak teman. Dia juga disayangi teman-teman serta kakak-kakak seniornya. Arya pun sosok yang sangat baik hatinya. Dia selalu memberi dan membantu teman-temannya dengan penuh keikhlasan.
Tahun demi tahun berganti hingga Arya pun tumbuh dari siswa SMP yang imut menjadi sosok pangeran yang tampan. Banyak cewek-cewek yang mengejarnya. Karena sifat Arya yang terbuka itu, dia pun menanggapi cewek-cewek yang cari perhatian padanya. Karena takut dibilang pelit, karena takut dibilang sombong, Arya pun mulai menurutin segala permintaan orang-orang yang mengaku sahabatnya itu.

Novel | Wajah Kedua (Part 17)


Part 17
Pangeran Yang Kesepian


Arya Ozman. … Idola para cewek di sekolahku. Pesonanya bahkan sudah terkenal hingga ke sekolah lain. Dia sosok tampan, cute, jago basket, cool dan gak terlalu banyak tingkah. Cowok idola itu jadi teman sebangku ku di kelas 3 ini.
Berbagai kejadian telah kita berdua lewati dan aku menjadi sangat dekat dengannya. Bahkan dia memanggilku ke rumahnya. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi.

Jumat, 22 Juni 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 16)


Part 16
Istana Sang Pangeran


Tak terasa perjalanan selama dua puluh menit terlewati dan Mobil ini pun mulai masuk ke sebuah pemukiman elit. Sebuah gerbang pagar besar berwarna cokelat terbuka lebar karena sebuah klakson dari Mang Jana. Orang-orang di dalam sepertinya udah hapal benar dengan bunyi klakson mobil ini.
Mobil pun masuk ke tempat parkiran kecil di dalam rumah. Aku terkagum-kagum dengan rumah ini. Rumah yang mewah sekali. Aku jadi bingung mau menggambarkan rumah ini gimana. Yang pasti ini bukan rumah, tapi istana. Istana tempat tinggal pangeran Arya. Hadeh, jadi ngeyel deh aku.

Novel | Wajah Kedua (Part 15)


Part 15
Invitation To Palace



Sudah beberapa hari berlalu dan kini Erni dan Heru telah resmi jadian. Sedangkan aku dan Arya sudah beberapa hari ini tidak saling mengirim kertas pesan. Mungkin dia jenuh dengan permainan kuno seperti itu.
Aku sangat rindu pada Arya. Apakah aku jatuh cinta padanya? Mungkin aku hanya terpesona oleh ketampanannya dan keterbukaan dirinya. Tidak ada sesuatu yang spesial dan romantis yang terjadi di antara kami. Tapi aku merasakan adanya getaran cinta seperti yang kurasakan pada Erwin dulu. Kuharap ini hanya kekaguman sesaat saja.
Dari pada mikirin itu mending nikmatin sore yang indah ini denga

Novel | Wajah Kedua (Part 14)


Part 14
Dilema Erni

Sore ini aku jalan-jalan ke mal bareng Erni dan Tuti. Erni pingin cerita tentang orang yang menembaknya. Aku masih penasaran siapa yang berani nembak Erni? Dia mesti melewati hadangan Tuti sebelum mendapatkan Erni. Karena Itu Erni mau cerita ke Tuti.
Baru kali ini Erni terlihat agak hati-hati menanggapin cowok. Apa Erni juga suka sama cowok itu?
Kami bertiga berjalan-jalan sambil membeli beberapa aksesoris. Tuti gak beli apa-apa. Kebetulan dia hanya ingin mencetak beberapa hasil jepretannya lewat kamera digitalnya. Tuti memang bergabung dengan klub pers sekolah dan dia di bagian dokumentasi.

Kamis, 07 Juni 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 13)


Part 13
Kertas Pesan Rahasia



“REN!” suara Erni membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh ke belakang ke tempat Erni. “Kenapa Say?”
“Curhat!” wajah memelas Erni membuatku luluh.
Kebetulan jam pelajaran sedang kosong. Aku mengangguk setuju daripada bosan baca buku. Udah dua kali nih buku aku baca bolak-balik bahkan sampai dihapal diluar kepala.

Novel | Wajah Kedua (Part 12)


Part 12
Kehebohan di Rumah Sakit


Akhirnya sore itu Aku, Tuti, Erni, Santi, Heru, Iqbal dan Asep akan menjenguk Arya di rumah sakit. Kami janjian bertemu di halte dekat rumah sakit.
Sesampainya di sana Erni terlihat menunggu. Sepertinya dia orang pertama yang datang namun ternyata dia tidak sendirian. Ada Heru juga disana. Heru dan Iqbal agak dekat dengan Arya karena kebetulan tempat duduk mereka berdekatan. Iqbal duduk di sebelah kanan Arya, sedangkan Heru duduk di belakang Iqbal dan tepat di sebelah kanan Erni. Sementara Santi duduk tepat di depanku bersama Rasni. Sayang Rasni ada keperluan sehingga tidak ikut dengan kami. Sementara Asep, entahlah mengapa dia juga ikutan. Mungkin kebetulan aja dia ngedengar rencana kami yang duduk berdekatan dengan Arya untuk ngejenguk Arya, makanya dia ikutan.

Selasa, 29 Mei 2012

Cerpen | Gadis Penunggu Hujan


Gadis Penunggu Hujan…

Hari itu hujan turun sangat deras. Aku baru saja pulang dari kantorku dan terjebak di halte bis ini bersama orang-orang yang tidak memiliki kendaraan sepertiku.
Aku baru sebulan ditempatkan di kota ini. Karena prestasi yang bagus, aku ditempatkan di Kantor cabang di sini sebagai Manejer. Aku belum membeli kendaraan karena belum tahu jalanan di daerah sini. Jadi setiap pulang pergi Kantor, aku naik Bis atau Taksi.
Kebetulan aku lembur dan pulang jam 8 malam. Bis jurusan ke rumahku belum juga ada. Satu persatu orang-orang di Halte ini mulai berkurang. Kini cuma aku berdua dengan seorang cewek. Mungkin umurnya sekitar 20an dan wajahnya lumayan cantik juga loh. Seandainya aku belum punya pacar, pasti aku pendekatan padanya.

Selasa, 22 Mei 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 11)


Part 11
Accidently In Love…


Pagi ini seperti biasanya, Arya bersikap cuek dan diam. Padahal aku sudah menyapanya dengan senyuman terbaikku. Tapi menoleh ke arahku saja dia gak lakukan. Jadi illfell deh…
Karena kesal dengan perubahan sikapnya yang kembali ke mode cuek itu aku mengungsi ke belakang. Bergosip bareng Erni atau ngebantuin Tuti ngerjain PR yang lupa dibuatnya di rumah.
Padahal kemarin Arya udah perhatian padaku. Bahkan senyumannya yang jarang sekali terlihat itu diperlihatkannya padaku. Tapi kenapa hari ini dia masih saja jaga image. Sok keren gitu tapi ternyata di rumah anak manja. Ah, kenapa aku jadi emosi gini yah?

Novel | Wajah Kedua (Part 10)


Part 10
Kecelakaan Yang Romantis


Aku bosan dan bingung mau ngapain lagi. Dan akhirnya kuputuskan untuk lari sore mengitari kompleks. Sudah lama aku nggak olah raga nih. Terlalu sering belajar membuat otot-ototku kaku. Memang sih, dikit lagi Ujian Semester tinggal sebulan lagi dan setelah itu semester dua hanya belajar dua bulan untuk Ujian Akhir Nasional. Selain harus mempersiapkan otak dan mental, fisik pun harus tetap terjaga biar tidak drop.
Baru beberapa putaran di sekitar kompleks aku sudah kelelahan dan langkah kakiku mulai terasa berat. Akhirnya aku hanya berjalan kaki dengan langkah gontai. Menyesal deh tadi muternya jauh banget.

Novel | Wajah Kedua (Part 9)


Part 9
Wina Ozman!

Oh ya, Aku Wina. Wina Ozman Kakak Arya…
Ucapannya tak terdengar seperti nada marah dan tersinggung. Cewek ini hanya tersenyum manis padaku. Aku jadi salah tingkah.
 “Wah, Maaf Kak! Jadi gak enak nih udah nuduh-nuduh yang bukan-bukan. Aku Reni.” Aku pun tersipu malu.
“Kalo di sekolah Aya kayak gimana?” tanya Kak Wina.

Kamis, 10 Mei 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 8)


Part 8
Cewek Cantik Yang Misterius


Beberapa hari telah berlalu sejak Tragedi Jus Mangga. Selama beberapa hari ini perang dingin maupun panas meletus antara aku dan para fansklub Arya. Untung aja ada Helen sebagai orang dalam yang bisa menetralkan suasana itu.
Coba deh bayangin, hampir setiap hari aku diteror dengan ucapan…
DASAR CEWEK NORAK! JADI ORANG TUH JANGAN SUKA CAPER YAH!
AWAS KAMU REN! Selama di sini aku jamin kamu gak bakalan bisa bahagia.
DASAR GENIT! ANJRIT LO!!!
Dan berbagai ucapan sadis lainnya. Baik itu lewat kertas yang diselipin di lokerku di sekolah. Atau diteriakin secara blak-blakan.

Novel | Wajah Kedua (Part 7)


Part 7
Tragedi Jus Mangga


Keesokan paginya…
“RENIIII” suara teriakan Erni memecah ketika aku baru aja turun dari angkot.
“Erni? Ada apa!” aku heran, pagi-pagi gini Erni sudah pasang tampang juteknya.
“Ren! Kamu kok tega banget sih ninggalin aku sendirian.” Protes Erni.
“Habisnya kamu sih. Udah capek-capek manggil malah keasyikan nonton.” Ucapku.
“Tapi, kenapa kemarin kamu ngasih minuman ke Arya. Nyari perhatian ya?” Erni seakan menginterogasiku. Aku hanya tertawa nanggepin ucapannya. Sepertinya Erni cemburu.
“Sebenarnya gini, kemarin tuh Arya yang minta minuman itu. Waktu itu aku udah beli dua minuman. Jus Mangga punyaku dan juga soda pesanan kamu.” jelasku.

Novel | Wajah Kedua (Part 6)


Part 6
Pertandingan Basket


Hari ini pertandingan basket sedang berlangsung di sekolah. Sekolah kami ditantang oleh sekolah lain. Meski hanya pertandingan persahabatan, namun banyak penontonnya loh. Dan kebanyakan penontonnya adalah cewek.
Aku yakin 100 persen kalo mereka bukannya mau nonton pertandingan ini atau mau ngedukung sekolah. Alasan mereka sudah pasti ya mau ngeliat si Arya yang bermain bola basket itu. Bahkan si Erni pun turut dalam gerombolan itu. Mereka semua berdesak-desakan gitu hanya untuk melihat sosok Arya yang sedang bermain basket. Dasar cewek-cewek centil…

Rabu, 09 Mei 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 5)


Part 5
Sebuah Tawaran


Mimpi apa ya aku sampai bisa kedatangan Arya. Bahkan bisa bercakap-cakap tanpa canggung. Hari ini terasa begitu indah, langkahku pun lebih ringan dan udara terasa sejuk, walaupun kendaraan-kendaraan mulai memenuhi jalanan dengan polusinya.
Setibanya di depan gerbang sekolah, lagi-lagi aku dihadang oleh dua orang cewek. Tapi, kali ini bukan Siti atau Mala. Sepertinya anggota fans klub Arya yang lain. Apa di rumahku ada mata-matanya ya? Bagaimana mereka tahu kalo Arya kemarin datang?
“Hi!” sapa salah seorang cewek. Ia memiliki wajah cantik dengan make up minimalis dan memegang setumpuk kertas.

Rabu, 25 April 2012

Novel | Wajah Kedua (Part4)


Part 4
Si Super Cuek!


Bel sudah lima belas menit berbunyi tapi Ibu Sri belum juga muncul. Aku menengok ke belakang, Tuti sedang asyik menyalin tugas Pak Haris yang deadline setelah pelajaran pertama ini selesai. Sementara Erni sedang asyik melamun dengan tampangnya yang masih merah akibat pembantaian tadi.
Aku dan Tuti memutuskan menghukum Erni dengan menggelitiknya habis-habisan sampai mukanya merah banget. Kulitnya yang begitu putih membuat wajahnya terlihat begitu jelas kalo sedang memerah.
“Ni!” sapaku.
Erni agak tersentak. “Hah! Ada apa?”
“Lagi ngelamunin apa? Boleh gabung? Soalnya bete nih?” tanyaku.
“Nggak ada. Lagi bengong aja. Bete juga nih!” Keluhnya.  “Oh ya! Aku kan bawa teenlit.”
Kini Erni sedang terpaku di depan sebuah novel, aku menengok ke sebelahku. Arya masih setia ngelanjutin tidurnya di kelas. Sungguh sangat beda dengan cowok-cowok lain yang biasanya ngumpul-ngumpul sambil ngobrolin apa aja.
Beberapa saat berlalu, Windy si ketua kelas datang membawa sebuah buku tebal serta tumpukan kertas fotokopi.
“Ibu Sri nggak masuk jadi hari ini mencatat saja. Kalo ada yang mau fotokopi, sudah ada yang jadi tuh. Cuma lima ratus, tapi kalo nggak mau ya udah silahkan catat sana  empat halaman sampe bengkok tuh tangan.” Ucap Windi sambil mempromosi fotokopiannya. Emang si ketua kelas ini punya bakat bisnis dari SD.
Tanpa dikomando seisi kelas langsung berebut fotokopian itu. Di tengah kehebohan itu, Arya masih sempat-sempatnya tidur pulas.

Dua jam berlalu begitu cepat. Arya kini sudah bangun dari tidur panjangnya, Erni sudah hampir selesai membaca Teenlit nya, Tuti sudah selesai menyalin PR, sedangkan aku sudah selesai dengan lamunanku.
Saat Arya tebangun, banyak cewek-cewek yang saling berebut memberikan fotokopiannya kepada Arya. Dengan tampang bingungnya dia nerima aja semua fotokopian itu tanpa tanya-tanya. Setelah itu pergi ke kantin atau mungkin ke toilet buat nyuci muka.
“Ti! Kemarin kamu selesaiin berapa?” tanyaku pada Tuti sebelum dia nyerempet duluan ke kantin.
“Satu. Seorang satu kan?” Tanya Tuti memastikan.
“Hah! Ya ampun lima lho. Sekelompok lima tau.” Jelasku.
“Hah! Banyak skaleee. Mau buka tempat karokean yah!” omel Tuti.
“Akhirnya! Selesai juga.” Ucap Erni yang udah nyelesaiin bacanya. “Ke kantin yuk?” ajaknya.
“Kamu nggak dengar pembicaraan kita ya?” tanya Tuti mengancam.
Erni menggeleng dengan tampang polos.
“Tugas bahasa inggris kemarin, kamu kerjain berapa lagu?” tanyaku.
“Satu. Tapi Tuti juga buat satu.” Jawabnya.
“Duh, kamu nggak baca tulisan di papan tulis waktu itu? Minimal lima lirik.” Tegasku.
“Ah! Nggak apa-apa, kan besok dikumpul jadi masih sempat. Cuma tinggal tiga lirik lagi kan. Gimana?” ucap Tuti yang langsung diiyakan oleh Erni.
“Ya udah terserah kalian.” Ucapku.

  

Sore yang begitu tenang dan damai ini, aku bingung mau melakukan apa. Karena tak ada yang bisa dikerjakan aku memutuskan untuk menyalin fotokopian Ibu Sri. Sebelumnya harus disiapkan dulu cemilan dan sirup. Aku bergegas menuju dapur dan menyiapkan segalanya.
“Lho! Bukannya kemarin sakit perut gara-gara minum sirup, sekarang malah nambah. Nggak kapok-kapok ya kamu.” Omel mama.
“Kemarin kan minumnya kebanyakan jadi sakit perut, ini cuma satu doang.” Ucapku membela diri.
“Ya sudah jangan terlalu banyak es batunya.” Ucap Mama, setelah itu pergi ke halaman dan menyapu daun-daun yang berguguran.
Sirup udah, sekarang tinggal cemilannya. Biskuit jatah cemilanku udah dihabisin sih sama si Arya. Tapi biasanya ada sesuatu di lemari es yang bisa dijadikan cemilan. Akupun membuka lemari es dan mulai mengecek isinya dari atas sampe bawah. Hanya ada buah, susu, sayur, ikan, telur, dan bumbu-bumbu dapur. Aku mengambil apel lalu membawanya ke kamar bersama dengan sirup mangga yang sudah kubuat.
Baru satu halaman tersalin dan segigit apel plus seteguk sirup kunikmati, Mama sudah teriak-teriak memanggil. Aku segera meninggalkan meja belajar menuju ke arah suara Mama yang berada di teras.
Ada teman kamu nyariin tuh.” Ucap Mama.
Aku segera keluar ke teras depan rumah. Siapa sih yang rese datang sore-sore ngerusak acaraku. Kalo nggak penting aku marahin aja. Apa Tuti atau Erni ngajakin jalan sore? Aku membatin.
Aku tertegun begitu melihat sosok dihadapan Mama. “Arya? Ada apa?” tanyaku tanpa menyapa atau basa-basi.
“Lanjutin yang kemarin. Minimal lima kan?” ucapnya.
“Oh itu! Aku sudah buat semuanya jadi…. Oh ya masuk dulu.” Ucapku lalu mempersilahkannya karena mata mama sudah memberikan aba-aba. “Silahkan duduk.” Sambungku setelah kami berada di ruang tamu.
Arya pun duduk tanpa basa-basi. Dia masih mengenakan celana seragam abu-abu dengan atasan baju kaos hitam.
“Kamu mau salin? Tunggu dulu ya, aku ambil dulu buku tugasku. Oh ya mau minum apa?” tanyaku.
“Terserah.” Jawab Arya.
Simpel banget jawabnya. Kalo orang yang baru pertama kali kenal dia, ucapannya sungguh agak kasar. Tapi nada suaranya datar-datar aja nggak ada tekanan sama sekali seperti orang lagi marah.
Aku memberinya segelas es sirup setelah itu pergi ke kamar untuk mengambil buku tugas. Fotokopian di atas meja membuatku teringat Arya. Kira-kira apa yang dia lakukan dengan setumpuk fotokopian yang diterimanya tadi pagi.
Setelah mengambil buku tugas, aku segera keluar menuju ruang tamu. Takut kalo dia bosen trus kabur seperti kemarin.
“Nih! Besok jangan lupa bawa ya.” Aku menyodorkan buku ku.
Dia menerimanya lalu diam sambil memandangi isi buku itu. Sepertinya lagi memeriksa apakah jawabannya sudah benar atau belum. Nggak sopan banget, sudah dikasih contekan masih aja pake acara periksa-periksa.
Beberapa saat kemudian dia sudah selesai memeriksanya dan tidak memberikan komentar apa-apa. Itu harus, kalo sampai dia ngomentarin hasil kerja aku yang sudah begadang sampai larut, nggak bakalan aku pinjemin. Tapi setelah selesai memeriksa, kok dia malah diam sambil memandangi penjuru ruang tamu ini. Sesekali pandangannya terhenti pada sebuah bingkai foto atau lukisan gantung bahkan patung pun dipelototin. Jadi bingung nih gimana ngusirnya, supaya dia nggak tersinggung. Tapi kayaknya dia nggak bakalan tersinggung sebab indra perasa dia sudah rusak berat sehingga nggak bakalan muncul ekspresi apapun dari dia.
“Ng… kamu nggak latihan basket? Udah jam lima kan?” aku mencoba mengusirnya dengan halus.
Arya menggeleng, “lapangannya lagi dipakai.” Ucapnya dengan tampang lesu. Sepertinya dia pengen main basket.
“Oh. Memang tiap sore kamu main basket?” tanyaku.
Tiba-tiba pandangannya terpaku padaku. Apa dia sudah bosen ngelihatin seluruh ruangan makanya dia ngeliatin aku. Ups apa aku salah ngomong ya. Aku mengkerutkan keningku sambil menunggu jawaban darinya.
“Nggak tiap hari.” Jawabnya setelah sekitar 30 detik menatap wajahku hingga membuat aku agak salting.
“Trus hari apa liburnya?” Ups! Saking senangnya jadi nggak sengaja tanya macam-macam.
“Hari sabtu sampe senin.” Jawabnya, kali ini responnya meningkat hanya 5 detik saja.
“Oh gitu ya.” Ucapku. Kali ini aku mencoba menahan diri untuk tidak bertanya terlalu jauh tentang kehidupan pribadinya. Soalnya tampangnya makin cemberut saja.
Kami berdua terdiam lagi. Nggak ada topik yang bisa diomongin sih. Sementara aku sedang berpikir keras untuk mencari cara mengusirnya, dia kembali lagi ke rutinitas semula. Memandangi satu per satu perabot yang ada di ruang tamu. Tumben nih anak jadi sedikit udik, atau dia mau ngerampok?
Nggak mungkin! Ngaco deh aku. Dia nggak bete duduk diam begitu? Duh gimana caranya mengusirmu Arya. Pulang sana! Gangguin aku belajar.
Ah! Ini dia! Aku kan lagi belajar. Lebih baik ngomong  terus terang saja.
“Aku sekarang lagi nyalin fotokopian tadi pagi. Kamu nggak nyalin punyamu?” tanyaku.
“Yang mana?” tanya Arya.
“Bukannya kamu dapat dari cewek-cewek sekelas?” aku takjub.
“Memang itu apaan sih? Aku sudah buang.” Ucapnya dengan polos.
“Hah? Kamu nggak tau ya. Itu catatan Ibu Sri yang udah di fotokopi sama anak-anak. Minggu depan periksa catatan loh.” Ucapku.
Aku jadi suka lupa diri kalo ada temanku yang ketinggalan informasi. Maunya ngomel terus nggak peduli dia cowok atau cewek.
“Soalnya aku tidak tahu.” Ucap nya polos.
Aku langsung terbahak-bahak nggak sadar kalo di depanku saat ini adalah Arya. “Makanya jangan tidur terus. Jadi ketinggalan informasi kan…” aku segera menghentikan kata-kataku karena saat ini Arya sedang menatapku dengan pandangan yang penuh tanda tanya.
“Sori. Aku salah ngomong ya?” ucapku.
“Nggak. Kamu…lucu.” Ucapnya dengan sedikit senyum mengembang di bibirnya sehingga membuat aku jadi agak tersipu.
“Eng anu, kamu mau pinjam fotokopian juga?” tawarku.
“Boleh.” Jawabnya.
To Be continued...

Minggu, 22 April 2012

Cerpen | Kisah di Lagu Itu…


Kisah di Lagu Itu…

Diva Larasati, itulah namaku. Aku baru saja naik kelas 2 SMA dan akhirnya aku bisa sekelas dengan sahabatku Dila dan Riska. Saat itu, banyak teman sekelasku yang sedang berbunga-bunga dengan kisah cinta mereka. Namun tidak denganku yang sibuk dengan kegiatan PMR dan Mading Sekolah. Bukannya tidak laku sih, banyak cowok-cowok yang cari muka dan nembak aku namun aku masih pikir-pikir dulu untuk pacaran.
Siang itu aku kaget melihat isi pesan SMS yang masuk ke HPku. Bukan isinya yang membuat kaget, melainkan pengirimnya. Vian alias Alvian, kakak Kelas ku di Sekolah. Aku sangat kagum padanya bahkan boleh dibilang suka. Aku bingung mau menjawab apa? Padahal Isi pesan itu hanya berbunyi “Hi Diva! Gimana kabarmu? Lagi ngapain nih?”

Minggu, 15 April 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 3)

Part 3
Fans Club Pemuja Arya

Ternyata nggak hanya Matematika en Fisika doang, Bahasa Inggris pun dikuasai dengan baik oleh Arya. Aku mengecek setiap kata-kata yang udah dia artikan ternyata benar. Aku benar-benar kagum padanya. Tapi, kok dia pulang cepat banget sih. Aku kan pingin lebih tau banyak tentang dia. Lagian, lirik yang harus diartikan bukan Cuma satu, tapi lima. Terpaksa deh yang empatnya aku selesaiin sendiri.
Tak terasa angkot yang aku tumpangin sudah berada di depan sekolah. Kalo bukan karena penumpang lain yang juga satu sekolah mengatakan berhenti, tentu aku sudah terlewat hingga ke terminal karena lamunanku.
Aku berjalan menuju gerbang sekolah, di sana telah berdiri dua orang cewek, sepertinya anak kelas tiga juga yang terus melototin aku sejak turun dari angkot.
“Hei! Kamu Reni kan? Anak IPA 2?” tanya salah seorang cewek berdandan agak menor.
“Iya. Emang kenapa?” tanyaku.
“Kemarin kamu ketemuan sama Arya kan? Kamu nggak macem-macem sama dia kan?” teman cewek menor mulai menginterogasi ku.
“Maksudnya?” tanyaku bingung.
“Jangan mentang-mentang kamu sebangku dengan nya, jadi bisa seenaknya ngomong atau ngecengin Arya. Kita cuma mau ngingetin kamu supaya nggak terlalu sok kecakepan.” Ucap si cewek menor.
Setelah mengucapkan ancamannya, mereka berdua berlalu sambil menubruk bahuku hingga aku terjatuh.
“Ren! Duh, kamu nggak apa-apa? Jahat banget sih mereka.” Ucap Erni yang baru aja turun dari angkot dan membantuku berdiri. Sedangkan Tuti yang turun dari angkot setelah Erni mengangkatkan tas ku yang ikutan jatuh.
“Siapa sih mereka?” tanyaku jengkel.
“Yang tinggi itu namanya Siti, kalo yang satunya Mala.” Jelas Erni.
“Yang dandanannya menor itu?” tanyaku memastikan kalo si cewek menor itu adalah Mala, soalnya dia yang sengaja nabrak aku sampe jatuh.
“Iya. Masa teman seangkatan aja nggak tau. Gaul dikit dong.” Ledek Tuti sambil memukul bahuku.
“Auw!” aku menjerit menahan sakit akibat pukulan ringan Tuti. “Teman habis kena tonjok malah ditambah.” Ujarku kesal.
“Hah! Emang kamu ditonjok tadi? Berani benar tuh orang.” Tuti mulai meledak.
“Eit! Tunggu dulu.” Aku mencaoba menahan Tuti yang mulai melipat lengan bajunya yang mulai bersiap untuk berperang. Emang sih dia agak tomboy, jadi ada sedikit sifat hero dalam dirinya. “Aku nggak ditonjok kok, cuma disenggol.” Tambahku lagi.
“Emang mereka siapa sih. Kok bisa tahu kalo Arya kemarin di rumah kamu?” tanya Tuti.
“Tau! Namanya aja baru tau sekarang.” Jawabku kesal.
“Sebenarnya sih mereka dari fans klub nya Arya. Siti tuh wakil ketuanya, sedangkan Mala jadi bendahara.” Jelas Erni.
“Hah! Emang Arya ada fans klub nya juga? Busyet! Hebat banget.” ucap Tuti penuh kekaguman dan keheranan.
“Makanya, gaul dikit dong.” Ucapku sambil memukul bahunya penuh kemenangan. Ledekannya tadi malah membalik ke dia. Tuti menanggapi dengan tampang cemberut plus tatapan paling seram yang dia miliki.
“Sudah, sudah skornya seri sekarang.” Erni segera melerai sebelum terjadi pertumpahan darah. “Ini pasti gara-gara si Helen. Dia kan yang jadi sekertarisnya fans klub Arya.” Sambungnya.
Aku dan Tuti berbalik menatap tajam ke arah Erni.
“Lho! Ada yang salah? Kok aku dipelototin sih?” Erni mulai telihat panik.
“Trus dari mana Helen tau kalo kemarin kita belajar kelompok?” tanyaku.
Erni nyengir mencoba meluluhkan amarah kami berdua. “Itu… dari… . Eh! udah bel tuh. Duluan ya?” ucapnnya setelah melihat wajah “no mercy” aku dan Tuti.
“Hey tunggu!” aku dan Tuti pun menyusul mengejarnya.
To be continued...

Novel | Wajah Kedua (Part 2)

Part 2
Belajar Kelompok Yang Menghebohkan


“Pagi Ren! Gimana renacana sore ini.” Sapa Erni, sobatku yang duduk di belakangku.
“Rencana apaan?” Tanya ku.
“Nggak usah berlagak blo’on deh. Enak banget ya jadi kamu, aku juga pingin belajar bareng sama Arya!” Erni memperlihatkan wajah cemberut plus ngirinya.
“Oh itu toh. Enak apaan, bakalan ngebosenin tau. Kamu sendiri tau kan gimana sifatnya. Jangan-jangan nanti cuma aku aja yang ngerjain tugas, trus dia hanya dengerin discmannya.” Keluh ku.
“Nggak mungkin dia secuek itu Ren.” Ucap Erni membela.
“Tapi…” aku segera menghentikan ucapanku karena orang yang lagi diomongin sudah nongol dari pintu kelas. Erni segera balik lagi ke bangkunya di belakang bersama Tuti.
Seperti biasanya, ini cowok nggak pake sapa-sapa kalo masuk. Langsung duduk dan melamun sampai ada guru datang. Tiba-tiba ada ide menarik terlintas dalam pikiranku.
“Umm. Arya!” Aku agak ragu-ragu menyapanya.

Novel | Wajah Kedua (Part 1)


Part 1
Arya Sang Idola


Arya Ozman. … Cewek mana sih di sekolah ini yang gak kenal nama itu. Bahkan nama itu dikenal di sekolah-sekolah lain. Dia seorang pemain basket yang berbakat yang berhasil mengantarkan sekolah ini menjadi semifinalis Propinsi yang sebelumnya hanya masuk delapan besar Kota.
Tingginya sih biasa-biasa saja, sekitar 170- an gitu. Tapi cewek-cewek seantero sekolah mengidolakannya seperti seorang artis saja. Dia pendiam, wajahnya selalu terlihat lesu, jago matematika dan fisika, gak bergaul, tatapan matanya kosong, gak pernah tersenyum (mungkin!) dan gak enak diajak ngomong. Begitulah pandangaku terhadap nya.
Lain lagi menurut cewek-cewek lain di sekolah ini, dia itu cowok cool dan jago basket. Dia adalah tipe cowok impian jika dibandingkan dengan cowok-cowok yang ada di sekolah ini. Cakep, cool, n jago basket. Tapi kekurangannya hanya tinggi aja sih.
Dia adalah cowok berdarah campuran Turki Melayu sehingga membuat statusnya sebagai cowok idola semakin sempurna. Kakek dari pihak Ayahnya adalah seorang berkebangsaan Turki dan menikah dengan wanita Padang, sedangkan ibunya adalah orang melayu asal Kuala Lumpur yang menjadi WNI setelah menikah dengan Ayah Arya.
Sudah setahun berlalu semenjak dia pindah ke sekolah ini saat semester awal baru dimulai dan berada di kelas 2 – 7. Kini telah duduk di kelas 3 IPA 2 dan sekelas denganku (surprise banget kan?). Tepatnya mulai dua minggu yang lalu. Yang lebih surprise lagi, kami sebangku hingga membuat sirik gerombolan cewek-cewek penggemarnya yang sangat sewot.

Jumat, 20 Januari 2012

Sahabat Untuk Selamanya part 2

Frisilia Stories

Aku terbangun dari tidurku. Kulihat suasana kamar Farah yang mulai cerah karena cahaya matahari yang mencoba masuk. Tampaknya aku yang terbangun lebih dulu karena aku tertidur duluan di saat Farah dan Windi menakut-nakuti Najma dengan cerita setannya. Aku pun membuka tirai jendela sehingga membuat ketiga sahabatku mulai membuka matanya.
“Hey bangun! Sudah pagi nih.” Ucapku.
“Hoahm! Dikit lagi, masih ngantuk nih.” Windi merengek lalu memeluk Najma yang kelihatannya masih pulas.
Farah beranjak dari tempat tidurnya lalu ke kamar mandi. “Oh ya Fris. Kalau kamu lapar/haus, ke dapur saja. Biasanya Bibi udah buat sesuatu di meja makan.” Ucapnya.
“Iya nyonya.” Ucapku setengah meledek. Kami berdua tertawa sejenak lalu Farah pun masuk ke kamar mandi.
“Ya ampun kalian ini! Gimana kalo kakaknya Farah datang dan melihat kalian?” ucapku.
Mata Najma pun terbuka dan melepaskan diri dari pelukan Windi. Tubuh Windi memang paling besar di antara kami berempat. Sedangkan yang paling kecil adalah aku.
Tiba-tiba aku merasa haus setelah membereskan kamar ini. Aku pun turun ke dapur sesuai dengan perintah nyonya Farah tadi.
Aku tersentak kaget melihat sosok yang berdiri di depanku. Kak Farhan? Apa aku masih bermimpi?
“Temannya Farah ya?” tanya Kak Farhan.
Aku tak menjawab, malah berlari naik menuju kamar.
“Najma! Windi! Farah! Oh my god!” ucapku setengah panik.
“Ada apa Fris?” tanya Najma.
“Aku ketemu Kak Farhan. Kenal kan sama Kak Farhan?” jelasku.
“Iya. Tapi kamu ketemunya dimana?” tanya Windi.
“Di dapur.” Jawabku.