Sabtu, 20 April 2013

Cerpen | Gadis Kecil Dari Balik Jendela (2)

"Pagi Fan!" Sapa Neva begitu bertemu denganku.
"Pagi Neva!" jawabku.
"Kemarin gimana? Apa kamu balik lagi ke rumah itu?" tanyanya.
"Aku nggak berani dekat-dekat Nev, tadi pagi aku lewat depan rumah itu sambil nutup mata loh." Jelasku.
"Oh ya? Semalam aku sampai gak bisa tidur saking takutnya." Tambah Neva.


Aku jadi teringat kejadian kemarin sore. Kami berenam nekat memasuki rumah tua itu untuk memastikan sosok seorang gadis kecil dali balik jendela itu. Setelah masuk halaman rumah itu, kami memberanikan diri memasuki rumah itu lewat pintu depan. Sebenarnya sih Lisa yang berani membuka pintu itu sementara kami semua nggak ada yang berani menyentuhnya. Saat akan membuka pintu itu muncul sosok tinggi besar dari balik pintu. Kami tidak sempat memperhatikan wajahnya karena ketakutan. Kami pun langsung mengambil langkah seribu dan segera pergi dari halaman rumah itu tanpa pamit.

"Pagi Neva, Pagi Fani!"
"Oh, Nia. Gimana semalam tidurmu?" Tanya Neva. Sepertinya Neva sedang mencari teman senasibnya.
"Aku gak bisa tidur loh. kalo kalian gimana?" Jawab Nia.
"Sama." Sambung Neva.
"Oh itu Rolindri sama Chika lagi berdiri di depan Mading. Kita ke sana yuk!" Seruku.
"He em! daripada tinggal di kelas nyium bau toilet." Gerutu Nia.
Kami pun berjalan ke papan Mading kami yang terletak di dekat gerbang sekolah. Sepertinya Rolindri dan Chika sedang membahas sesuatu hingga tidak masuk ke dalam kelas. Seperti kata Nia, Kelas kami yang terletak di samping toilet membuat kami enggan berlama-lama di sana. Yah, entah siapa yang harus disalahkan. Orang-orang yang memakai toilet sepertinya tidak bertanggung jawab hingga menyebabkan aroma tak sedap ini masuk hingga ke kelas kami.

"Chika! Indri!" teriak Neva.
"Oh, Kalian! Mana Lisa, Imel dan Lamria?" tanya Chika begitu kami tiba di papan Mading.
"Belum datang kayaknya." jelasku.
"Nah itu dia Lamria." Tunjuk Indri.
"Loh Lamria, Mana Imel?" tanya Chika.
"Tadi aku singgah di rumahnya tapi katanya lagi sakit jadi gak masuk sekolah dia." jelas Lamria.
"Pasti itu anak masih ketakutan dan gak bisa tidur semalaman. Makanya telat bangun." Tebak Neva.
"Walah Neva, Bukannya itu kamu?" Ledekku.
Neva tampak cemberut dan kami hanya ketawa meledek.

Gak terasa bel pelajaran pun telah berbunyi. Kami pun bergegas masuk ke kelas sebelum guru piket naik pitam. Sampai Bel pelajaran berbunyi, Imel dan Lisa belum datang ke sekolah. Kalau Imel yang gak masuk, itu sih wajar sesuai prediksi kami semua. Tapi kalau Lisa yang tidak masuk, ini harus dipertanyakan. Apa jangan-jangan dia kerasukan yah? Soalnya dia yang paling dekat dengan pintu. Mungkin setannya sempat merasuki tubuh Lisa. Duh, Aku jadi cemas nih.

***

Bel Pulang pun berdentang panjang disambut sorak sorai seisi penghuni SMP Negeri 9. Yah, memang beginilah suasana akhir pelajaran. Semua menanti datangnya bunyi bel termasuk aku.

Tit! Tit!

Suara HP ku berbunyi. SMS dari Lisa.

Hari ini, Jam ini juga, Kita kumpul di rumah tua yang kemaren. Kalo Imel nolak, seret saja dia.

Waduh, Kok Lisa masih nekat ke rumah itu. Apa mungkin Lisa yang sekarang ini sudah dikuasai setan dan ngajak kita ke sana supaya diganggu setan lagi. Idih, gak mau ah.

"Hey, Fan. Kamu dapat SMS dari Lisa yah?" tanya Nia.
Aku mengangguk sambil memperlihatkan HPku. Nia pun mendapat SMS dari Lisa dan sepertinya yang lain pun mendapatkan SMS.
Kami pun berkumpul di rumah Lamria, sekalian mau menjenguk Imel yang entah sakit apa gak.

"Oh ya Fan. Yakin nih kita kesana?" Tanya Rolindri ragu.
"Iyalah." Jawabku.
"Itu sih maunya kamu saja Fan, supaya ada yang antarin kamu pulang. Jalan ke rumah itu kan lewat rumahmu." Ledek Lamria.
Aku hanya bisa nyengir saja. Memang ada benarnya juga sih. Hitung-hitung ada teman pulang tapi sebenarnya gak ada niat kayak gitu. Aku setuju ke sana karena khawatir sama Lisa.
"Nah itu dia Imel datang. Gak kelihatan kayak orang sakit tuh anak." Ucap Nia.
"Iya, seger banget." sambung Chika.
"Hai semua! kok tumben ngumpul2 nih. Lisa mana?" sembur Imel begitu tiba di rumah Lamria.
"Kita di sini buat jenguk kamu nona." Ketus Rolindri.
"Kenapa tadi tidak masuk sekolah?" tanya Chika.
"Maaf, aku bangunnya kesiangan." ucap Imel dengan polos.
Dan kami pun bisa menebak alasannya sampai kesiangan. 

Akhirnya setelah berembuk, kami pun memutuskan untuk kembali ke rumah tua itu lagi untuk menyelamatkan Lisa dari cengkraman iblis penunggu rumah. Duh, jadi merinding deh. Tentu saja Imel tidak diberitahu tujuan kami sebenarnya. Kami hanya bilang mau ke tempat Lisa dan dia pun langsung setuju untuk ikut.

Setelah sampai di rumah tua ini, wajah kami mulai pucat apalagi wajah Imel yang pucat plus marah karena merasa ditipu oleh kami. Namun dia tetap ikut juga setelah Chika menjelaskan kejadian sebenarnya.

Kali ini kami harus berhadapan lagi dengan pintu rumah ini. Anehnya gak ada Lisa di sini.
"Gimana nih? Kita pulang saja yah?" Usul Imel.
"Nggak!" Tolak Neva.
"Coba SMS Lisa. Dia dimana sekarang? Jangan sampai dia ngerjain kita semua lagi." Ucapku.

Nia pun mengirim pesan pada Lisa dan balasan SMS pun datang.

"Aku ada di atas"

Kami terkejut dan sontak menghadapkan wajah kami ke arah jendela di lantai dua. Jendela tempat gadis kecil itu menampakkan dirinya.

"Hey Kalian, ayo naik sini." Teriak Lisa dari balik jendela itu.
"LISA????" kami kontan kaget melihatnya di sana.
"Gawat nih, Lisa sudah berada dalam genggaman raja iblis." Ucap Imel panik.
"Jangan hiperbola gitu Mel. Masuk Yuk!" ucap Chika.
Dan kami pun memberanikan diri masuk ke rumah itu. Pintu itu kami buka perlahan dan tak ada penampakan seperti kemarin sore.
Lisa turun dari tangga dan menyambut kami.
"Kamu kok bisa ada di dalam Lisa?" tanya Neva cemas.
"Ya karena aku masuk lewat pintu." jawabnya polos.
"Bukan itu maksudnya. Dasar, bikin cemas aja." Ucap Neva.
"Hehehe, Sori. Ayo naik, aku mau nunjukin sesuatu." Ajak Lisa.
Kami pun menaiki anak tangga itu. Perasaan takut dan cemas kami jadi berkurang setalah berhasil memastikan Lisa baik-baik saja. Suasana di dalam rumah ini ternyata tidak semenyeramkan yang kami pikir. Rumah ini suasananya hangat juga rapi dan bersih. Entah siapa yang tinggal di sini.
Akhirnya kami pun tiba di lantai dua. Lisa membawa kami ke sebuah kamar bagian depan tempat jendela itu berada.
Dan akhirnya....
Seorang gadis kecil duduk bersandar di atas ranjangnya. Dia mengenakan piyama motif beruang berwarna kuning. Gadis kecil itu tampak lesu dan agak sungkan melihat kita.
"Jangan malu dik, ini teman-teman Kakak." Ucap Lisa mencoba mengakrabkan suasana.
Kami masih berdiri mematung karena bingung.
"Oh ya, Kenalkan. Dia Stella. Dia tinggal di sini sama Ayahnya." Lisa memperkenalkan gadis kecil itu. Usianya mungkin sekitar 6 atau 7 tahun.
"Hai Stella." Sapaku dan langsung diikuti oleh teman-teman yang lain.
Wajah Stella pun kembali cerah setelah mendapat salam hangat dari kakak-kakak cantik ini.
"Nah Stella, Ini Chika. Ketua kelas di kelas kami. Kalo yang di sebelahnya Lamria. Yang nempel di belakang Lamria itu Imel. Trus di sampingnya Nia. Klo yang ini Rolindri sama Nevada. Dan yang ini..."
"Aku Stefany. Jadi ternyata yang selama ini lihatin aku dari jendela kamu ya dik?" tanyaku.
Stella mengangguk.
"Huh, Kakak pikir hantu. Maaf yah dik kalo Kakak biasanya lari begitu kita saling bertatapan."
Stella tersenyum kecil. "Tidak apa-apa Kak."
"Nah, Stella ini sering ditinggal sama Ayahnya yang bekerja di Perusahaan Minyak. Makanya dia kesepian." Jelas Lisa.
"Trus kenapa kamu bisa tahu Lisa?" Tanya Neva.
"Yah, kemarin aku sempat ngelirik ke pintu saat kita lari. Dan aku melihat sendiri Ayah Stella yang keluar dari balik pintu itu. Aku ingin kembali tapi kalian sudah kabur duluan. Makanya aku pun ikut lari. Trus semalam aku kepikiran dan merasa gak enak hati. Makanya tadi pagi aku ke sini mau minta maaf karena sudah masuk tanpa izin. Ayah Stella ternyata sangat baik. Dia bimbang karena baru pindah di sini ternyata Perusahaan tempatnya bekerja sudah mulai memanggilnya bekerja. Karena itu Stella sering ditinggal. Nah, Aku pun menawarkan diri untuk menjaganya." Jelas Lisa.
"Oh... Kasihan yah!" ucap kami.
"Jadi Stella belum punya teman yah?" tanyaku.
Stella tertunduk sedih sambil mengangguk. Aku jadi kasihan. mungkin saat itu dia ingin menyapaku karena kesepian. Namun aku malah berpikiran negatif dan langsung lari.
"Kalo gitu kakak mau kok jadi temanmu." ucapku.
Wajahnya pun kembali ceria. Kami pun larut dalam suasana ceria ini. Yah, Sejak hari itu...Rumah tua ini pun jadi base camp kami saat pulang sekolah. Kami menemani Stella hingga Ayahnya pulang di sore hari. Dan Ayah Stella pun mengijinkan kami bahkan mau membayar kami, tapi kami menolaknya.
Sejak saat itu, ketakutan ku akan sesuatu mulai pudar. Dari kisah itu aku mengambil pelajaran. Aku harus memberanikan diri dalam menghadapi segala situasi. Karena mungkin saja sesuatu yang menakutkan itu, memiliki hal lain yang menyenangkan di baliknya. Seperti Gadis kecil di balik jendela ini...

END




Tidak ada komentar:

Posting Komentar