Minggu, 11 Agustus 2013

Novel | Smile To Love (Chapter 7)

Chapter 7
Perasaan Yang Sebenarnya

Hana berjalan sendirian menelusuri beranda di lantai dua gedung sekolah. Tiba-tiba dia melihat sekumpulan anak-anak cewek di hadapannya yang sedang bergosip, sambil memelototin Ricky yang sedang membaca di bawah pohon akasia. Hana pun menghentikan langkahnya lalu bersandar dipagar beranda dan berpura-pura melihat pemandangan. Hana tidak hobi menguping, namun ada satu kata yang membuat telinganya panas. “Cewek Centil”
Melihat situasi, kondisi dan posisi mereka yang bergosip ria, Hana bisa mengambil kesimpulan bahwa cewek centil yang dimaksud mereka adalah Rina, sahabat Hana.
“Kenapa yah mereka harus jadian. Gak serasi banget deh.” Keluh cewek pertama.
“Bener banget tuh Ra! Masih mending aku daripada cewek kecentilan kayak dia!” Cewek kedua berceloteh.

“Tapi Ricky keren banget yah. Disaat kita-kita pada nikmatin jam istirahat dia malah baca buku di taman. Memang benar-benar pangeran.” Puji cewek ketiga.
“Iyah, beda banget dengan cewek bodoh itu. Aku jadi sebel kalo ingat dia deh! Cewek kayak dia ke laut aja deh. Merusak pemandangan banget!”
“HEI!” Hana mulai nggak tahan mendengar sahabatnya dilecehkan.
Gerombolan cewek-cewek tadi mulai menatap sinis pada Hana yang habis membentak.
“APA?” salah seorang cewek mulai meladenin bentakan Hana.
“Memangnya Rina salah apa sih sama kalian?” Hana mulai menaikkan suaranya.
“Oh, jadi kamu ngebela cewek kecentilan gitu?” cewek itu mulai memasang wajah menantang sambil meletakkan tangan kanannya dipinggang.
Dan pertengkaran pun akan segera dimulai. Untng saja ada guru yang sedang lewat. Akhirnya Hana hanya bisa menatap sinis pada mereka dan segera berlalu. Daripada tinggal disana dan emosi.
Hana jadi agak jengkel juga dengan Ricky. Seharusnya sebagai cowoknya dia bisa membela Rina dan tegasin ke orang-orang sirik ini tentang hubungan mereka. Bukan hanya diam dan menatap sinis saat ditanya.
Atau sesekali mereka berdua jalan bareng dan pamerin hubungan mereka ke cewek-cewek penggosip ini.

***

Siang itu Hana bertemu Ricky.secara kebetulan saat akan pulang. Mereka berdua saling bertatapan dengan pandangan heran.
“Dimana Rina?”
“Mana Rina?”
Ricky dan Hana kompak saling menanyakan Rina.
“Cieh. Sekarang udah mulai perhatian nih ye!” goda Hana.
Ricky pun kembali ke ekspresi angkuhnya setelah tadi wajahnya terlihat keheranan. “Maksudnya kamu apa?” ucapnya.
“Jangan pura-pura bloon gitu deh. Kemarin kalian kencan kan? Trus sekarang malah nyariin dia. So sweet banget!” goda Hana lagi dengan nada menggombal.
“Aku tanya tentang dia karena biasanya kalian selalu sama-sama. Bukan karena cemas atau mau cari dia.” Jelas Ricky.
Hana jadi agak sungkan mendengar gaya bicara Ricky yang dingin itu. “Hmm. Biasanya Rina kan selalu dekat-dekat sama kamu kalo pas jam bubaran sekolah gini. Aku pikir dia sama kamu.” ucap Hana.
“Mungkin sudah pulang duluan. Kamu kan sahabatnya jadi harusnya tahu dimana dia.”
“Sebenarnya seharian ini aku sengaja menjauh dari dia. Soalnya daritadi dia gak mau berhenti cerita tentang acara kencan semalam dengan kamu. Udah 3 kali dia cerita hal yang sama. Aku jadi bosen dengarnya.” Jelas Hana.
“Oh. Ya sudah, kalo gitu aku mau pulang.” Ucap Ricky.
“Tunggu dulu Ricky. Ada yang ingin aku tanyakan nih.” Pinta Hana.
“Apa?”
“Apa benar kamu pacaran sama Rina?” tanya Hana.
Ricky hanya diam dan menatap dingin pada Hana.
“Maksud aku tuh, apa benar kamu suka sama Rina?” Hana mendetailkan pertanyaannya karena risih dengan tatapan Ricky tadi.
Ricky menghela napas panjang dan mencoba menenangkan emosinya. Dia sadar dengan Hana yang terlihat canggung dan risih. Mungkin kalo dijelasin pada sahabatnya Rina, dia bisa mengerti.
“Sebenarnya aku gak pernah terima dia sejak dia nyatain dulu. Aku juga gak ada perasaan apa-apa padanya. Dia saja yang GR, padahal aku hanya bermaksud menolaknya secara halus tapi…”
“Aku ngerti kok. Dia memang orangnya seperti itu. Tapi kemarin dia sangat senang sekali loh. Jika tiba-tiba saja dia tahu perasaanmu yang sebenarnya entah gimana perasaannya.” Ucap Hana seolah tahu maksud Ricky.
Yah, Hana berpikir mungkin Ricky berharap dia yang menyampaikan isi hatinya yang sebenarnya pada Rina.
Ricky terdiam sesaat dan merenungi kata-kata Hana. “Maaf, aku harus pulang.” Ucapnya kemudian.
Mungkin Ricky juga jadi bingung. Sebenarnya dia tidak ingin menyakiti hati siapa-siapa. Semua ini memang salah Rina yang terlalu kege-eran.
“Ya sudah. Aku mau cari Rina dulu.” Ucap Hana.
Apa Rina sudah pulang? Aku pikir dia lagi ngejar-ngejar Ricky. Mungkin dia sudah pulang tapi perasaanku kok gak enak gini yah? Hana membatin.
Pandangan Hana kembali terarah ke gedung sekolah. Ada sebuah ruangan di sudut gedung yang terletak paling belakang. Mata Hana menyipit karena menangkap sesuatu. Yah disana ada Rina.
Tapi apa yang dilakukannya di ruangan kosong itu. Tiba-tiba saja jantung Hana berdegup kencang saat melihat sosok Jaya muncul di sana. Rina tampak ketakutan dan sepertinya akan menjerit. Jaya pun mendekap mulutnya.
“Ky! Tolong!” Hana langsung berteriak memanggil Ricky yang belum jauh dari situ.
Ricky berbalik dengan tampang bingung.  Namun Hana telah menarik tangannya dan membawanya ke gedung itu. Hana pun memanggil beberapa anak cowok yang tampak bingung namun mereka pun ikut berlari bersama Hana.
Akhirnya mereka tiba di depan ruangan itu. Ruang klub sepak bola yang terkunci dari dalam. Dari dalam ruangan terdengar suara gaduh dan jeritan suara Rina yang tertahan.
“Rina!” teriak Hana sambil mencoba membuka ruangan itu.
Ricky dan anak-anak cowok lain tampak bingung dan hanya bisa saling berpandangan. “Ada apa sih Han?”
“Rina dan Jaya di dalam. Aku takut…”
Ricky dan beberapa anak tadi pun kontan mendobrak pintu ruangan itu. Akhirnya setelah beberapa kali di dobrak, pintu pun terbuka.
Rina tampak sedang merontak dalam pelukan Jaya. Wajahnya tampak pucat. Ricky dan anak-anak lain pun menolong Rina. Mereka menarik Jaya dan ada yang sempat menghajarnya.
Hana menghampiri Rina yang sedang ketakutan. Dia pun memeluk tubuh mungil Rina yang masih gemetaran. Seumur hidupnya baru kali ini dia melihat Rina seperti ini.
“Kamu nggak apa-apakan Rin?” tanyanya dengan penuh kecemasan.
Rina tak menjawab apa-apa. Dia terlihat sangat syok. Tapi melihat kondisi Rina yang tidak apa-apa Hana menyimpulkan dia tidak apa-apa. Baju dan roknya sedikit kotor dan lusuh, mungkin karena bergulat dan berontak saat disergap Jaya tadi. Namun semuanya utuh, tidak ada bekas robek. Hana tadi sempat berpikir saat membuka pintu Rina udah ditelanjangin sama Jaya. Atau bahkan mereka sudah… idih amit-amit deh kalo mikir begitu.
Untung aja tadi aku sempat melihatnya. Kalo nggak mungkin Rina sudah diapa-apain sama Jaya.
Kegaduhan di ruangan ini menyebabkan beberapa guru datang kemari. Tidak terlalu banyak orang-orang yang berkerumun karena kebetulan sebagian sudah pulang ke rumah masing-masing.
Jaya hanya bisa diam tak bisa berkata apa-apa. Niat bejatnya itu berhasil dihentikan dan Rina masih bisa selamat. Jaya pun dibawa ke ruang BP oleh guru-guru yang datang kemari dan dikawal oleh cowok-cowok yang tadi menghajar Jaya.
Hana mengantar Rina yang masih syok itu pulang ke rumah. Rina seperti mayat hidup saja. Dia tidak sedih, marah maupun jengkel atau cerewet seperti biasanya. Sifat ge-ernya pun tak ditunjukan saat Ricky tadi menolongnya. Bahkan Rina tidak sadar kalo disampingnya ada Ricky yang ikut cemas padanya.
Ricky yang cemas itu pun mengikuti Hana yang menuntun Rina bersama seorang guru wanita. Ricky ingin menaikkan mereka ke mobilnya namun Hana lebih memilih naik bis saja.
Sebelum naik ke bis Hana pun berbicara pada Ricky.
“Oh ya, aku boleh minta tolong Ky?” pinta Hana.
Ricky terlihat berpikir sejenak namun dia pun mengangguk.
“Temanku ini emang sifatnya kayak gitu. Tapi bisa nggak kamu bertahan aja dan simpan perasaanmu yang sebenarnya. Rina lagi dalam kondisi labil. Seumur hidupku baru kali ini aku lihat dia begini.” Hana menghentikan ucapannya sambil menarik nafas sejenak.
“Aku mohon jangan dulu jujur soal kenyataan kalo ternyata kamu gak ada perasaan apa-apa padanya. Aku takut Rina bakal…”
“It’s Okey.” Ucap Ricky sambil berlalu menuju mobilnya. Pak Udin terlihat sudah mulai kegerahan akibat nungguin majikannya ini.
“Makasih Ricky!” ucap Hana.
Hana kembali memandang sahabatnya itu. Dia harus menyiapkan beribu jawaban dan alasan untuk Kakek dan Nenek nya Reni. Dia harus hati-hati berbicara jika tak ingin jantung Kakeknya Rina yang genit itu kambuh.
Rina masih diam dengan tatapan kosong dan hampa. Hana tak dapat menghiburnya. Dia hanya mampu memeluknya dan mengucapkan kata itu dalam hatinya.

“Tenanglah Rin. Semua akan baik-baik saja kok”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar