Chapter
7
Perasaan
Yang Sebenarnya
Hana berjalan sendirian menelusuri beranda di lantai dua
gedung sekolah. Tiba-tiba dia melihat sekumpulan anak-anak cewek di hadapannya
yang sedang bergosip, sambil memelototin Ricky yang sedang membaca di bawah
pohon akasia. Hana pun menghentikan langkahnya lalu bersandar dipagar beranda
dan berpura-pura melihat pemandangan. Hana tidak hobi menguping, namun ada satu
kata yang membuat telinganya panas. “Cewek Centil”
Melihat situasi, kondisi dan posisi mereka yang bergosip ria,
Hana bisa mengambil kesimpulan bahwa cewek centil yang dimaksud mereka adalah
Rina, sahabat Hana.
“Kenapa yah mereka harus jadian. Gak serasi banget deh.”
Keluh cewek pertama.
“Bener banget tuh Ra! Masih mending aku daripada cewek
kecentilan kayak dia!” Cewek kedua berceloteh.
“Tapi Ricky keren banget yah. Disaat kita-kita pada nikmatin
jam istirahat dia malah baca buku di taman. Memang benar-benar pangeran.” Puji
cewek ketiga.
“Iyah, beda banget dengan cewek bodoh itu. Aku jadi sebel
kalo ingat dia deh! Cewek kayak dia ke laut aja deh. Merusak pemandangan
banget!”
“HEI!” Hana mulai nggak tahan mendengar sahabatnya
dilecehkan.
Gerombolan cewek-cewek tadi mulai menatap sinis pada Hana
yang habis membentak.
“APA?” salah seorang cewek mulai meladenin bentakan Hana.
“Memangnya Rina salah apa sih sama kalian?” Hana mulai
menaikkan suaranya.
“Oh, jadi kamu ngebela cewek kecentilan gitu?” cewek itu
mulai memasang wajah menantang sambil meletakkan tangan kanannya dipinggang.
Dan pertengkaran pun akan segera dimulai. Untng saja ada guru
yang sedang lewat. Akhirnya Hana hanya bisa menatap sinis pada mereka dan
segera berlalu. Daripada tinggal disana dan emosi.
Hana jadi agak jengkel juga dengan Ricky. Seharusnya sebagai
cowoknya dia bisa membela Rina dan tegasin ke orang-orang sirik ini tentang
hubungan mereka. Bukan hanya diam dan menatap sinis saat ditanya.
Atau sesekali mereka berdua jalan bareng dan pamerin hubungan
mereka ke cewek-cewek penggosip ini.
***
Siang
itu Hana bertemu Ricky.secara kebetulan saat akan pulang. Mereka berdua saling
bertatapan dengan pandangan heran.
“Dimana
Rina?”
“Mana
Rina?”
Ricky
dan Hana kompak saling menanyakan Rina.
“Cieh.
Sekarang udah mulai perhatian nih ye!” goda Hana.
Ricky pun kembali ke ekspresi angkuhnya setelah tadi wajahnya
terlihat keheranan. “Maksudnya kamu apa?” ucapnya.
“Jangan pura-pura bloon gitu deh. Kemarin kalian kencan kan?
Trus sekarang malah nyariin dia. So sweet banget!” goda Hana lagi dengan nada
menggombal.
“Aku tanya tentang dia karena biasanya kalian selalu
sama-sama. Bukan karena cemas atau mau cari dia.” Jelas Ricky.
Hana jadi agak sungkan mendengar gaya bicara Ricky yang
dingin itu. “Hmm. Biasanya Rina kan selalu dekat-dekat sama kamu kalo pas jam
bubaran sekolah gini. Aku pikir dia sama kamu.” ucap Hana.
“Mungkin sudah pulang duluan. Kamu kan sahabatnya jadi
harusnya tahu dimana dia.”
“Sebenarnya seharian ini aku sengaja menjauh dari dia.
Soalnya daritadi dia gak mau berhenti cerita tentang acara kencan semalam
dengan kamu. Udah 3 kali dia cerita hal yang sama. Aku jadi bosen dengarnya.”
Jelas Hana.
“Oh. Ya sudah, kalo gitu aku mau pulang.” Ucap Ricky.
“Tunggu dulu Ricky. Ada yang ingin aku tanyakan nih.” Pinta Hana.
“Apa?”
“Apa benar kamu pacaran sama Rina?” tanya Hana.
Ricky hanya diam dan menatap dingin pada Hana.
“Maksud aku tuh, apa benar kamu suka sama Rina?” Hana
mendetailkan pertanyaannya karena risih dengan tatapan Ricky tadi.
Ricky menghela napas panjang dan mencoba menenangkan
emosinya. Dia sadar dengan Hana yang terlihat canggung dan risih. Mungkin kalo
dijelasin pada sahabatnya Rina, dia bisa mengerti.
“Sebenarnya aku gak pernah terima dia sejak dia nyatain dulu.
Aku juga gak ada perasaan apa-apa padanya. Dia saja yang GR, padahal aku hanya
bermaksud menolaknya secara halus tapi…”
“Aku ngerti kok. Dia memang orangnya seperti itu. Tapi
kemarin dia sangat senang sekali loh. Jika tiba-tiba saja dia tahu perasaanmu
yang sebenarnya entah gimana perasaannya.” Ucap Hana seolah tahu maksud Ricky.
Yah, Hana berpikir mungkin Ricky berharap dia yang
menyampaikan isi hatinya yang sebenarnya pada Rina.
Ricky terdiam sesaat dan merenungi kata-kata Hana. “Maaf, aku
harus pulang.” Ucapnya kemudian.
Mungkin Ricky juga jadi bingung. Sebenarnya dia tidak ingin
menyakiti hati siapa-siapa. Semua ini memang salah Rina yang terlalu kege-eran.
“Ya sudah. Aku mau cari Rina dulu.” Ucap Hana.
Apa Rina sudah
pulang? Aku pikir dia lagi ngejar-ngejar Ricky. Mungkin dia sudah pulang tapi
perasaanku kok gak enak gini yah? Hana
membatin.
Pandangan Hana kembali terarah ke gedung sekolah. Ada sebuah
ruangan di sudut gedung yang terletak paling belakang. Mata Hana menyipit
karena menangkap sesuatu. Yah disana ada Rina.
Tapi apa yang dilakukannya di ruangan kosong itu. Tiba-tiba
saja jantung Hana berdegup kencang saat melihat sosok Jaya muncul di sana. Rina
tampak ketakutan dan sepertinya akan menjerit. Jaya pun mendekap mulutnya.
“Ky! Tolong!” Hana langsung berteriak memanggil Ricky yang
belum jauh dari situ.
Ricky berbalik dengan tampang bingung. Namun Hana telah menarik tangannya dan
membawanya ke gedung itu. Hana pun memanggil beberapa anak cowok yang tampak
bingung namun mereka pun ikut berlari bersama Hana.
Akhirnya mereka tiba di depan ruangan itu. Ruang klub sepak
bola yang terkunci dari dalam. Dari dalam ruangan terdengar suara gaduh dan
jeritan suara Rina yang tertahan.
“Rina!” teriak Hana sambil mencoba membuka ruangan itu.
Ricky dan anak-anak cowok lain tampak bingung dan hanya bisa
saling berpandangan. “Ada apa sih Han?”
“Rina dan Jaya di dalam. Aku takut…”
Ricky dan beberapa anak tadi pun kontan mendobrak pintu
ruangan itu. Akhirnya setelah beberapa kali di dobrak, pintu pun terbuka.
Rina tampak sedang merontak dalam pelukan Jaya. Wajahnya
tampak pucat. Ricky dan anak-anak lain pun menolong Rina. Mereka menarik Jaya
dan ada yang sempat menghajarnya.
Hana menghampiri Rina yang sedang ketakutan. Dia pun memeluk
tubuh mungil Rina yang masih gemetaran. Seumur hidupnya baru kali ini dia
melihat Rina seperti ini.
“Kamu nggak apa-apakan Rin?” tanyanya dengan penuh kecemasan.
Rina tak menjawab apa-apa. Dia terlihat sangat syok. Tapi
melihat kondisi Rina yang tidak apa-apa Hana menyimpulkan dia tidak apa-apa.
Baju dan roknya sedikit kotor dan lusuh, mungkin karena bergulat dan berontak
saat disergap Jaya tadi. Namun semuanya utuh, tidak ada bekas robek. Hana tadi
sempat berpikir saat membuka pintu Rina udah ditelanjangin sama Jaya. Atau
bahkan mereka sudah… idih amit-amit deh kalo mikir begitu.
Untung aja tadi
aku sempat melihatnya. Kalo nggak mungkin Rina sudah diapa-apain sama Jaya.
Kegaduhan di ruangan ini menyebabkan beberapa guru datang
kemari. Tidak terlalu banyak orang-orang yang berkerumun karena kebetulan
sebagian sudah pulang ke rumah masing-masing.
Jaya hanya bisa diam tak bisa berkata apa-apa. Niat bejatnya
itu berhasil dihentikan dan Rina masih bisa selamat. Jaya pun dibawa ke ruang
BP oleh guru-guru yang datang kemari dan dikawal oleh cowok-cowok yang tadi
menghajar Jaya.
Hana mengantar Rina yang masih syok itu pulang ke rumah. Rina
seperti mayat hidup saja. Dia tidak sedih, marah maupun jengkel atau cerewet
seperti biasanya. Sifat ge-ernya pun tak ditunjukan saat Ricky tadi
menolongnya. Bahkan Rina tidak sadar kalo disampingnya ada Ricky yang ikut
cemas padanya.
Ricky yang cemas itu pun mengikuti Hana yang menuntun Rina
bersama seorang guru wanita. Ricky ingin menaikkan mereka ke mobilnya namun
Hana lebih memilih naik bis saja.
Sebelum naik ke bis Hana pun berbicara pada Ricky.
“Oh ya, aku boleh minta tolong Ky?” pinta Hana.
Ricky terlihat berpikir sejenak namun dia pun mengangguk.
“Temanku ini emang sifatnya kayak gitu. Tapi bisa nggak kamu
bertahan aja dan simpan perasaanmu yang sebenarnya. Rina lagi dalam kondisi
labil. Seumur hidupku baru kali ini aku lihat dia begini.” Hana menghentikan
ucapannya sambil menarik nafas sejenak.
“Aku mohon jangan dulu jujur soal kenyataan kalo ternyata
kamu gak ada perasaan apa-apa padanya. Aku takut Rina bakal…”
“It’s Okey.” Ucap Ricky sambil berlalu menuju mobilnya. Pak
Udin terlihat sudah mulai kegerahan akibat nungguin majikannya ini.
“Makasih Ricky!” ucap Hana.
Hana kembali memandang sahabatnya itu. Dia harus menyiapkan
beribu jawaban dan alasan untuk Kakek dan Nenek nya Reni. Dia harus hati-hati
berbicara jika tak ingin jantung Kakeknya Rina yang genit itu kambuh.
Rina masih diam dengan tatapan kosong dan hampa. Hana tak dapat
menghiburnya. Dia hanya mampu memeluknya dan mengucapkan kata itu dalam
hatinya.
“Tenanglah Rin.
Semua akan baik-baik saja kok”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar