Chapter
8
Untuk
Rina
Sudah dua hari ini Rina tampak murung. Seumur hidupnya baru
kali ini dia menghadapi situasi itu. Setelah hampir diperkosa oleh Jaya, Rina
yang selalu ceria itu tak masuk sekolah. Sementara Jaya pun dikeluarkan dari
sekolah.
Hana sangat cemas padanya. Akhirnya dia pun menjenguknya
beserta beberapa teman-temannya. Ricky meskipun bukan teman sekelasnya, dia pun
merasa cemas. Padahal hampir setiap hari dia selalu menghadapi pemandangan
serba Rina. Dalam diri Ricky ada perasaan kehilangan dan rindu juga. Namun
Ricky tak berniat menjenguk Rina.
Akhirnya sore itu Hana, Ida, Fika dan Dinar datang ke rumah Rina.
Di rumah pun telah siap Kakek nya Rina yang tampil keren dan rapi. Setengah
botol parfum kesayangannya habis dipakai hanya untuk menyambut teman-teman Rina
itu. Maklumlah, gerombolan cewek-cewek akan datang ke rumahnya. Sementara itu
nenek hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah si Kakek itu.
Untung saja Hana berhasil menjelaskan semuanya pada Kakek dan
Nenek. Dan mereka pun mengerti dengan keadaan cucunya itu. Kakek yang selalu
ceria itu terus memberi Rina lelucon-lelucon khasnya untuk mengembalikan
keceriaan Rina. Sementara Nenek dengan kesabarannya itu terus menasihati dengan
ucapan-ucapan bijaknya.
“Mari silahkan masuk!” sambut Kakeknya Rina yang sejak siang
sudah menunggu kedatangan tamu-tamu imutnya ini.
“Assalamualaikum Kek! Nek!” Sapa Hana sambil mengomandani
teman-temannya yang sepertinya masih agak sungkan.
Rumah ini sangat sederhana. Hanya terdiri dari dua buah kamar
tidur, toilet, dapur kecil dan ruang tamu. Di ruang tamu berukuran 2 x 3 meter
inilah Kakek menjamu keempat tamunya ini. Sementara itu Rina masih mengurung
diri di dalam kamarnya sambil membaca komik-komiknya.
“Maaf ruang tamunya sempit.” Ucap Nenek merendah dan
berbasa-basi.
“Nggak apa-apa kok Nek. Oh ya Nek, gimana Rina?” tanya Hana.
“Nenek tidak tahu Nak, dari pagi dia mengurung diri di
kamarnya. Cuma sesekali saja dia keluar.” Jelas Nenek.
“Ya udah, mungkin kalau kita ajak keluar Rina bisa ceria
lagi.” Usul Hana yang langsung mendapat anggukan dari ketiga temannya.
Hana pun segera menuju kamar Rina. Sebuah pintu berwarna biru
muda dengan poster Conan Edogawa diketuk Hana.
“Rin! Ini Hana. Buka pintunya dong!”
Beberapa detik kemudian pintu terbuka. Hana, Ida, Fika dan
Dinar pun masuk memastikan sang empunya kamar ini. Rina tampak kusut dan duduk
bersila di atas ranjangnya sambil memeluk boneka kero-kero.
“Kamu masih shock yah Rin?” tanya Dinar.
Rina nggak berkata apa-apa hingga membuat semuanya jadi
bingung mau bicara apa.
Dinar dan Hana duduk mendekat mengapit Rina yang masih
terlihat murung. “Rin, senyum dong. Kelas jadi sunyi loh tanpa senyumanmu.”
Bujuk Hana.
“Besok ke sekolah aja Rin, Jaya udah dikeluarkan dari sekolah
kok. Jadi Rina gak perlu takut, kita-kita pasti bakal temanin dan jagain kamu
sampai ke rumah.” Jelas Ida
“Benar tuh Rin!” sambung Fika.
Rina mengangkat kepalanya dan menatap teman-temannya satu
persatu. “Entahlah Han, aku ngerasa kayak gimana yah?”
Kali ini giliran Fika dan Ida yang merapat mengelilingi Rina.
Mereka berempat memeluk Rina seakan memberi kekuatan dan semangat untuk bangkit.
“Makasih!” Rina terlihat sedikit bersemangat.
“Gimana kalo kita jalan-jalan bareng yuk?” ajak Fika.
Semua saling berpandangan kemudian menatap Rina. Rina pun
mengangguk setuju.
***
Entah apa yang dipikirkan mereka berlima hingga bisa
terdampar di wahana game di Mal ini. Aneka macam permainan tersedia disini,
mulai dari mini basket, dance revolution, karaoke box, motor bike, formula,
rumah balon, dan lain sebagainya.
Hana dan Rina duduk di sebuah bangku di sudut ruangan sambil
memandangi ketiga temannya yang sedang asyik menikmati permainan.
Ida serius memasukan bola basket ke dalam keranjang. Piluh
keringat ditambah teriakan histeris saat bola masuk ke dalam keranjang. Fika
sedang konsentrasi mengambil boneka beruang pada mesin box yang penuh berisi
berbagai boneka. Butuh konsentrasi untuk mengambil boneka dengan mesin penarik
berbentuk tangan robot itu. Sedangkan Dinar lebih senang dance diatas lantai
dance yang terdiri dari tombol-tombol yang ditekan dengan kaki.
“Rin! Kamu gak mau ikut gabung?” tanya Hana pada Rina yang
sejak tadi hanya menopang dagu menyaksikan teman-temannya yang lain.
“Nggak Han, aku bingung mau main yang mana. Aku juga gak mood
untuk bermain.” Ucap Rina.
Ida datang mendekat dan menarik tangan Rina. “Temenin aku
yuk, udah terlanjur ke sini ya harus main.”
Rina pun tak menolak. Ida membagikan bola pada Rina.
“Ayo Rin!”
Rina pun melempar bola itu dan masuk. Sebuah senyuman kecil
pun terkembang di bibir mungilnya. Hana pun ikut bergabung bersama Rina dan
Ida. Hana senang sehabatnya sudah mulai ceria.
Setelah puas bermain mini basket, mereka bertiga pun
mengganggu Fika yang sedang asyik berkonsentrasi. Ida dan Hana berteriak
menyemangati Fika yang malah membuatnya jadi kaget dan salah mencet tombol.
Alhasil Fika pun kesal dan mengejar Ida dan Hana yang kabur setelah melihat
tampang sadis Fika.
Rina mencoba mesin itu, dia mengincar boneka angry birds
berwarna merah yang ada di sudut. Rina pun berkonsentrasi penuh dengan wajah
serius.
“Mau ambil boneka yang mana?” tiba-tiba sebuah suara
mengagetkan Rina.
Rina memandang asal suara itu dan ternyata dia adalah Jaya.
Rina yang sudah agak ceria tadi tiba-tiba berubah menjadi ketakutan. Tubuhnya
kembali bergetar.
“Aku mau minta maaf Rin!” ucap Jaya.
Dinar yang menyadari kehadiran Jaya itu kontan mendorong
tubuh Jaya menjauh dari Rina. “Hey kamu mau ngapain lagi Jay?” bentaknya.
“Aku Cuma pingin minta maaf aja ke Rina.”
“Nggak ada maaf buat kamu.” Ucap Hana yang langsung
menghampiri Rina dan memeluknya.
Jaya hanya terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Ida dan Fika
pun datang dan turut melindungi Rina yang hanya terdiam dalam pelukan Hana.
“Yuk kita pulang!” usul Dinar.
***
“Loh? Rina kenapa?” tanya Nenek setibanya mereka di rumah dan
melihat Rina yang terlihat ketakutan itu.
“Tadi di Mal, kita ketemu sama Jaya Nek!” Jelas Hana.
“Iya heran deh, kenapa tuh makhluk gak dijeblosin ke penjara
sih. Kalo Cuma dikeluarkan dari sekolah sih rasanya gak setimpal.” Dinar ikutan
sewot sementara Ida dan Fika mengangguk tanda setuju dengan pendapat Dinar.
“Cowok kurang ajar itu! Dimana dia biar Kakek kasih
pelajaran!” Kakek bersiap-siap pergi sambil melipat lengan bajunya.
“Ingat umur pak, biarin saja biar Allah saja yang balas!”
cegat Nenek.
“Ndak bisa toh Bu. Ayo anterin Kakek kesana.” Desak kakek.
Fika, Dinar dan Ida pun turut mengantar si Kakek keras kepala
yang tidak bisa ditahan itu. Hana tinggal menemani Rina dan Nenek.
Selepas kepergian Kakek nenek hanya bisa geleng-geleng kepala
menyaksikan suaminya itu pergi. Meskipun sudah berumur 60an tapi semangat muda
Kakek masih terpancar di matanya.
Dasar Kakek,
pinter aja nyari alasan biar bisa jalan bareng cewek-cewek ABG. Hana membatin sambil ikutan Nenek geleng-geleng. Setelah itu
Hana mengantar Rina ke kamarnya.
“Rin? Kamu nggak apa-apa say?” tanya Hana cemas setibanya di
kamar Rina.
“Nggak apa-apa Han, makasih yah udah ajakin Rina
jalan-jalan.” Jawab Rina.
“Kok kamu bisa shock benget gitu Rin? Apa waktu itu Jaya
udah…”
Rina menatap Hana tajam.
“Maaf Rin” Hana nyadar Rina merasa tersindir.
Rina menggeleng. “Dia belum sempat apa-apain kok, aku hanya
gak percaya dia sampai berbuat begitu. Meskipun dia agak ugal-ugalan gayanya
tapi aku percaya dia baik. Makanya waktu itu dia ngajak bicara berdua dengan
Rina soal Ricky.” Jelas Rina.
“Oh ya, kamu nggak nyadar yah Rin? Waktu itu ada Ricky ikut
nolongin kamu loh.”
“Hah? Masa sih!” Rina tersentak kaget.
“Bener loh. Cuma kamu aja yang nggak nyadar saking shocknya.”
Rina tampak sumringah namun tiba-tiba aja ekspresi wajahnya
kembali muram. Rina tertunduk sedih.
“Ada apa say?” tanya Hana yang nyadar akan perubahan suasana
hati sohibnya itu.
“Entahlah, Rina rasa… Ricky sepertinya gak suka sama aku.” Keluh
Rina.
“Emang kenapa mikir begitu?”
“Yah, sikapnya itu. Saat bersama Rina, dia sama sekali gak
pernah senyum. Dia terlihat gak bahagia sama Rina.”
“Jangan berpikir gitu say, dia orangnya emang gitu. Suka
nutup-nutupin perasaannya dan berpura-pura cuek gitu. Tapi menurutku dia suka
kok sama kamu. Buktinya pas kamu diserang Jaya, Ricky ikut cemas.” Jelas Hana.
Sebenarnya Hana juga tahu perasaan Ricky yang sebenarnya
namun ia masih tidak tega mengatakan yang sebenarnya. Dan saat ini yang bisa
dilakukannya adalah mengembalikan semangat Rina agar dia kembali ceria seperti
Rina yang selama ini dia kenal. Mesti harus berbohong, namun semua ini
dilakukan untuk Rina.
Mereka pun bercerita hingga hampir magrib, nggak terasa sudah
hampir satu jam semenjak Kakek pergi bersama Ida, Fika dan Dinar.
“Mereka kok belum pulang sih?” Hana tampak cemas.
Tiba-tiba saja gerombolan itu pun datang. Ida, Fika dan Dinar
tampak kesal dan Kakek terlihat sangat lelah seperti habis berolah raga. Apa
jangan-jangan Kakek beneran berantem sama si Jaya.
“Kakek kenapa?” tanya Hana pada ketiga sohibnya.
“Tadi sih niatnya nyariin si Jaya, tapi pas nyampe di sana eh
Kakek malah keasyikan main. Sampe capek gitu.” Jelas Fika.
Hana hanya bisa menahan tawanya sambil membayangkan Kakek
yang sedang asyik bermain itu. Nenek pun hanya bisa geleng-geleng kepala sambil
membawakan segelas air putih untuk Kakek.
“Ingat umur Pak!” ucap Nenek sambil memberikan gelas itu pada
Kakek yang langsung di habisin dalam sekali teguk. Alhasil kini Kakek malah
batuk-batuk.
***
Akhirnya Rina pun masuk ke sekolah namun ekspresi wajahnya
masih tetap saja muram. Rina duduk mematung di kelas dan hanya diam seperti
murid baru yang baru aja masuk. Padahal biasanya Rina datang membawa kehebohan
di kelas. Ikut bergabung dengan Aris dan kawan-kawannya berdebat masalah bola
meskipun Rina baru sekali aja menonton bola. Bergosip bareng Hana, Ida, Fika
dan Dinar dengan serius. Atau ngemis-ngemis jawaban PR dengan gaya lebay dan
manjanya pada Yudha.
Yah, itulah Rina yang biasanya. Kadang diledekin karena kecerobohan
atau kebodohannya namun dia tidak memendam pada ledekan teman-temannya itu.
Kadang jadi heboh sendiri saat bercerita sama Hana. Kadang masuk dalam
gerombolan orang-orang yang berkumpul bercerita sambil berkata, “Apaan sih?
Gabung dong!”
Kini Rina yang biasa itu tampak beda. Satu sumber keceriaan
kelas berkurang hingga membuat mereka ikut prihatin pada Rina. Aris dan
gerombolannya mencoba membuat Rina tertawa dengan leluconnya. Namun Rina hanya
bisa tersenyum tipis dan datar.
Beberapa anak-anak cowok seperti jadi pengawal Rina saat dia
keluar kelas. Takutnya Si Jaya muncul lagi dan menyerang Rina. Bahkan bangku
milik Jaya yang terletak di ujung belakang dekat jendela diungsikan supaya Rina
nggak trauma.
Ricky yang juga cemas melihat perubahan pada diri Rina itu
ingin menghiburnya namun dia bukan tipe orang yang bisa membuat orang lain
tertawa. Jadi dia hanya bisa memandanginya dari jauh sambil berpura-pura
membaca buku. Dalam hatinya ada rasa kesunyian tanpa keceriaan Rina yang berada
di sampingnya. Meskipun kadang Ricky merasa jengkel namun dirinya sudah mulai terbiasa
dengan kehadiran Rina yang tiba-tiba muncul dengan gaya khasnya. Yah, dirinya
pun rindu sosok Rina. Ricky pun merasa dia harus melakukan sesuatu dan dia
memang ingin melakukan sesuatu untuk Rina.
Saat ini Rina duduk di kantin sekolah sambil meneguk es teh
bersama Hana dan Fika.
“Eh, tau nggak? Katanya ada yang abis diputusin sama
seseorang loh gara-gara ketahuan selingkuh di sekolah.” Terdengar suara dari
gerombolan cewek-cewek yang duduk di dekat Rina.
“Masa sih?”
Suara mereka sengaja dibesar-besarkan seakan ingin seluruh
penjuru kantin mendengar itu dan tatapan mata sinis mereka yang sering melirik
ke arah Rina sambil senyum-senyum membuat Rina merasa gak nyaman. Namun Rina
hanya diam dan mencoba tidak terlalu ambil pusing dengan mereka. Hana dan Fika
sepertinya belum menyadari sindiran mereka.
“Iya bener loh, bahkan
mereka melakukan perbuatan tidak senonoh
saat pulang sekolah lagi. Ih, nggak tahu malu banget yah?”
“APA? Kurang ajar banget tuh cewek!” seru salah seorang cewek
sambil sengaja melirik ke arah Rina.
“Perbuatan tidak senonoh kayak gimana maksud kamu?”
“Yah tau lah say, mereka melakukan itu tuh!” mereka pun
berbisik-bisik sambil sesekali melihat ke arah Rina dengan pandangan jijik.
Rina yang sejak semula tahu maksud mereka namun pura-pura
cuek, ternyata nggak bisa tahan. Matanya mulai berkaca-kaca. Hana dan Fika pun
menyadari ekspresi sedih Rina. Mereka berdua pun terdiam dan mencoba
mendengarkan apa yang gerombolan cewek-cewek itu katakan selanjutnya.
“Nggak nyangka yah. Kasihan banget tuh si pangeran harus
ketipu sama cewek macam itu.”
“Mau gimana lagi. Dia kan baru beberapa minggu masuk sekolah
ini jadi belum tahu sifat asli cewek itu. Selain centil yah, gitu deh sifat
aslinya.”
Kali ini mereka tersenyum-senyum sambil memandang Rina. Hana
pun membalikkan badan dan membalas menatap mereka dengan tatapan lebih sinis.
“HEY APA MAKSUD KALIAN UDAH NUDUH-NUDUH GAK JELAS GITU!”
Bentak Fika pada mereka.
“LOH, KAMU KENAPA SEWOT GITU!” salah seorang dari gerombolan
cewek itu ikut membentak.
Rina sudah tak tahan lagi, air matanya kini mengalir dan dia
pun berlari keluar dari kantin.
Hana dan Fika antara bingung mau menghajar gerombolan cewek
itu atau mengejar Rina hanya bisa mengancam mereka lalu mengejar Rina.
Rina berlari sekuat tenaga agar air matanya tak terlihat.
Sudah tak terhitung berapa orang yang ditabraknya hingga akhirnya dia pun
terhenti setelah menabrak tubuh seseorang yang lebih besar dan kekar
daripadanya.
“Rina?” Ricky yang ditabrak Rina pun heran melihat Rina yang
sedang menangis itu.
“Ky?” Rina menatap Ricky.
“Kamu kenapa?” tanya Ricky penuh kecemasan sambil menggenggam
bahu Rina.
Rina tertunduk diam sejenak sambil menyeka air matanya. Dia
pun melepaskan diri dari Ricky dan berlari menjauh.
“Loh, Ricky? Kamu lihat Rina?” tanya Hana setelah berpapasan
dengan Ricky.
“Baru aja lari sambil nangis.” Jawab Ricky dengan tanpa
ekspresi.
“Kenapa gak dicegat, kamu kok tega amat sih?” ucap Hana
kemudian berlalu tanpa mendengar penjelasan Ricky.
***
Malam ini Rina duduk termenung di dalam kamarnya. Sejak
pulang sekolah tadi Kakek dan Nenek makin cemas dengan sikap Rina. Saat
ditanya, Rina pun hanya bisa diam. Untung saja Hana datang untuk
menjelaskannya.
Lamunan Rina tiba-tiba terganggu dengan ketukan ringan dari
Nenek.
“Rina! Ada teman yang nyari tuh nak!” ucap Nenek sambil
mengetuk pintu.
“Siapa Nek? Lagi malas ketemu siapa-siapa nih.” Rina
mencari-cari alasan.
“Cowok. Ganteng loh orangnya sopan lagi.” Jelas Nenek.
Alis Rina jadi keriting sambil berpikir siapa gerangan yang
menjenguknya malam-malam gini. Apa Jaya? Ah, nggak mungkin. Dulu Kakek udah
pernah ketemu sama Jaya bahkan sempat nyiram dia dengan Air seember saking
ributnya main gitar di depan rumah.
Rina pun membuka pintu kamarnya karena penasaran dengan sosok
yang dimaksud nenek. Rina pun mengikuti langkah kecil nenek ke ruang tamu dan
mata Rina pun terbelalak menyaksikan sosok yang datang malam itu.
Dan ternyata yang datang adalah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar