Rabu, 28 November 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 22)


Part 22
Erwin Atau Arya?


Malam ini aku masih kepikiran ucapan Erwin. Saat ini aku tak tahu harus berbuat apa. Aku ingin bilang kalau sekarang aku telah memiliki rasa pada Arya. Tapi aku masih takut, masih jaim. Aku gak mau disamakan dengan para fansklub Arya. Aku takut mereka berpikir aku sama saja dengan para fansclub Arya yang kerjanya ngejar-ngejar Arya. Aku takut mereka berpikir kalo aku tuh jatuh cinta hanya karena tampang doang.
Aku jatuh cinta pada wajah kedua Arya. Wajah yang nggak pernah dia tunjukin kepada orang lain. Yah, itulah alasanku. Aku mencintai hatinya bukan karena wajahnya. Aku gak seperti cewek-cewek centil yang hanya bisa mengidolakan Arya dan memujinya secara berlebihan.

Tapi aku nggak tahu isi hati Arya yang sebenarnya padaku. Apakah dia menyukaiku sebagai wanita? Bukan sebagai teman atau sahabat. Tapi jujur aku pun masih berharap pada Erwin. Aku bingung dengan diriku sendiri sebenarnya hatiku ingin memilih siapa?
Cokelat putih pemberian Erwin masih tergeletak di atas meja belajarku. Aku gak menyentuhnya sama sekali, padahal biasanya aku sangat girang bila diberi cokelat.
Boneka Teddy Bear ini pun hanya kusimpan di atas lemari dan berjejer dengan boneka-boneka lainnya. Aku mengambilnya kembali dan berbicara pada boneka itu dan menganggapnya layaknya Erwin.
Erwin! Kamu tega banget deh. Kamu tahu gak waktu itu dua minggu sebelum ujian mu. Aku memanggilmu, aku ingin bicara dengan mu, aku ingin meluruskan kesalah pahaman ini. Agar kamu bisa mengerti dan tahu bahwa saat itu hanya kamu yang kusayang.
Aldo itu sahabatku sejak SMP… Aku, Erni dan juga Aldo sudah bersama sejak SMP. Kami hanya teman. Tapi mengapa Erwin lebih mendengarkan mereka? Mereka hanya sirik dengan kedekatan kita. Mereka ingin menghancurkan hubungan ini. Dan yang bikin aku kecewa. Kamu lebih memilih mendengarkan perkataan mereka.
Jujur sebelumnya aku juga cemburu saat mendengarmu berboncengan dengan Kak Tia saat les. Dan kamu bilang Kak Tia hanya teman les dan kebetulan di tempat les itu hanya Kak Tia yang satu sekolah denganmu. Aku bisa mengerti meskipun sikapku jadi marah padamu. Itu berlangsung hanya beberapa hari saja dan aku pun memaafkanmu.
Kamu Egois Erwin, kamu bisa bebas jalan dengan temanmu yang cewek. Sedangkan Aku selalu kamu curigai saat aku jalan dengan teman cowok. Kamu selalu pintar membuat alasan hingga aku bisa memaafkanmu. Namun jika aku yang bersalah, kamu selalu memalingkan wajahmu dariku. Kamu cuekin aku hingga aku sering menangis karena mu.
Setelah ujian, syukurlah kamu bisa memahami ku. Dan kita kembali akrab apalagi saat kamu menemani Imel untuk belajar bareng di rumahku. Syukurlah kamu juga udah ngerti dan memaafkanku. Kamu pun udah tidak cemburu lagi sama Aldo. Kamu, Aldo, Erni, Imel dan Tuti belajar di kamarku. Mama sampai tidak curiga bahwa kita pacaran dan membiarkanmu masuk. Mama waktu itu berpikir kamu hanya temanku yang kebetulan pintar dan mau belajar bersama.
Kamu mengajari kami Fisika dan bahasa Inggris. Dan aku sangat senang diajar olehmu. Sejak saat itu aku jadi suka banget sama pelajaran Bahasa Inggris. Kamu dan Aldo bahkan jadi akrab dan aku bersyukur bisa melihat pacarku dan sahabatku rukun seperti itu.
Lagi-lagi aku cemburu saat melihatmu berboncengan dengan Kak Tia. Padahal Ujian udah selesai. Aku marah karena kamu tidak memberikan penjelasan apa-apa. Setiap kali kamu mau mengajakku aku tolak dan nyari alasan supaya tidak keluar. Kalau kamu ke rumah, aku pun menolak menemuimu. Aku masih marah padamu. Aku marah karena cemburu padamu. Aku cemburu karena aku sangat sayang padamu.
Akhirnya saat kamu mendengar kelulusan. Aku senang kamu lulus namun aku sedih karena tak bisa lagi melihatmu di sekolah. Aku pun memaafkanmu dan aku ingin hubungan kita lanjut kembali.
Aku melihatmu tersenyum puas setelah mendengar bahwa kamu lulus. Kamu tertawa dengan penuh suka cita dan melompat kegirangan. Pingin deh bergabung denganmu dalam suka cita itu. Aku juga ingin mengucapkan selamat atas kelulusanmu.
Tapi ternyata kamu malah ngambek padaku karena beberapa hari aku terlihat seakan-akan menghindarimu. Yah, kuakui aku salah karena bertindak berlebihan karena cemburu. Tapi aku ingin di acara perpisahan ini bisa menemanimu melepas masa-masa SMA mu. Aku jadi sedih dengan sikapmu itu…
Aku menangis di koridor sekolah. Untung saat itu sepi jadi tak ada yang tahu aku menangis. Aku menangis karena sikapmu Win!
Saat itu, tiba-tiba aja Aldo datang. Aku udah nganggap Aldo sahabat dan gak sungkan-sungkan padanya. Aku pun nangis dalam pelukannya. Aku nggak tahu harus bagaimana. Jadi kulampiaskan air mataku pada Aldo.
Aldo hanya diam saja. Dia udah tahu aku kalo lagi nangis gak akan cerita apa-apa. Makanya Aldo diam dan hanya membelai kepalaku sebagai sahabat sejatinya…
Dan Erwin, kamu pun muncul tanpa tanya ini itu. Kamu langsung mukul Aldo hingga berdarah. Bukan itu aja, kamu juga berani menamparku. Aku seperti kehilangan sosok Erwin yang selama ini aku kenal. Kamu menjadikan kebaikan Aldo tadi sebagai bukti dan pembenaran bahwa aku pacaran sama Aldo. Padahal Aldo ingin menjelaskan padamu tapi kamu malah memukulnya. Ucapanku pun gak kamu dengarkan dulu. Dan kamu pun pergi begitu aja dariku.
Seminggu lebih kamu nggak memberiku kabar. Padahal aku akan ujian semester tapi tak ada yang menyemangatiku. Hanya Imel dan Tuti aja yang menyemangatiku. Aku dan Erni saling marahan saat itu.
Akhirnya kamu pun pergi tanpa bilang apa-apa padaku. Kamu tiba-tiba aja menghilang. Untung aja ada Imel yang memberitahukanku bahwa kamu ternyata kuliah di luar kota.
Dan selama sebulan lebih aku terus menangisi kepergianmu… aku benci kamu Erwin. Tapi aku sangat sayang sama kamu… aku rindu padamu dan terkadang aku selalu berharap kamu muncul dihadapanku dan menawarkan kembali cinta. Cinta yang saat itu sedang diuji dan belum sempat kita jalani dengan sempurna.
Kadang aku berpikir, aku ini bodoh yah? Tetap setia menjaga perasaan sama Erwin selama dua tahun ini. Mungkin aja Erwin di sana sudah punya pacar. Mungkin aja Erwin gak memikirkanku lagi. Padahal banyak cowok yang kelihatannya tertarik padaku dan menembakku. Tapi aku lebih memilih hidup bersabar. Syukurlah aku lebih memilih hidup bersabar untukmu.
Aku pun mendengarkan kembali lagu kita berdua. Lagu yang sering kudengarkan saat bersamamu maupun saat mengingat dirimu dalam penantian. Lagu yang selalu menguatkanku untuk tetap tersenyum. Dan tetap bertahan untukmu…
Dalam lelah ku berharap
Datangnya sebuah keajaiban
Walau berat kurasakan
Namun kulakukan semua untuk cinta

Bila sampai di malam ini aku masih bertahan
Ini semua persembahan untukmu
Bila kini aku bahagia bukan hanya untukku
Disini kita pernah manis bersama
Semoga cinta slalu ada dalam hati kita…

Selamanya cinta ini akan kusimpan… selamanya…
(Mike – Semua Untuk Cinta)

Lagu ini pun menemani tidurku malam ini…

  

Arya atau Erwin? Aku masih saja memikirkan itu. Hidup itu penuh dengan dilema saat kita dihadapkan kepada dua buah pilihan. Namun bersyukurlah karena kita punya pilihan dalam hidup.
Tapi… untuk kali ini aku sungguh sangat bingung. Jika aku menceritakan masalahku pada mereka apa mereka akan mengerti? Tapi aku sudah janji pada Arya untuk tidak menceritakan dirinya dan wajah keduanya itu.
Aku harus bagaimana? Siapa yang harus aku pilih? Arya atau Erwin?
“Ren!” Suara Imel terdengar sayu menegurku dan membuyarkan lamunanku.
“Iya Mel?” ucapku.
Hari ini sahabatku Imel akan berangkat. Aku, Tuti dan Erni mengantarnya ke bandara. Kami kompak langsung ke bandara seusai bubaran sekolah tanpa mengganti seragam kami.
“Aku sedih berpisah lagi dengan kalian. Kalian sahabat terbaik yang pernah aku punya.” Ucapnya.
Aku jadi terharu dan mataku mulai berkaca-kaca. Namun aku masih bisa menahan air mataku. Semalam aku sudah banyak menangis jadi hari ini aku harus tersenyum melepas keberangkatan Imel.
“Iya, Erni juga sedih.” Ucap Erni sambil berderai air mata.
“Kita pasti akan ketemu kembali kok Mel.” Tuti mencoba menegarkan kami.
“Betul tuh Mel! Jangan sedih ya say!” aku pun mencoba tegar.
“Makasih! Lain kali kalian main ke medan yah?” pinta Imel.
Kami mengangguk dengan senyuman. Suara panggilan dari pengeras di bandara berbunyi.
“PENUMPANG TUJUAN MEDAN DIPERSILAHKAN NAIK KE PESAWAT MELALUI PINTU SATU!”
“Mel, sepertinya kamu udah harus naik ke pesawat tuh.” Ucap Tuti.
Kami pun berpelukan sebelum Imel pergi. MizzTERI Girl pun harus berpisah. Namun di hati kami Imel tetap hadir dalam kekompakan kami.
“Oh ya Ren! Nih ada sesuatu buatmu. Dari Erwin.” Ucap Imel sambil memberiku sebuah kotak bungkusan berwarna cokelat.
Aku menerimanya dengan penuh rasa penasaran. “Makasih yah Mel!” ucapku.
Dan setelah memberikan itu Imel pun masuk ke dalam bandara. Aku, Erni dan Tuti menatap dengan haru kepergian Imel sambil melambaikan tangan kami.
Sahabat sejati tidak akan pernah mengucapkan kata selamat tinggal. Sahabat sejati akan berkata, kita pasti akan bertemu kembali. Yah Mel, kita pasti akan bertemu kembali. Berjuanglah untuk Ujian akhir dan semoga kamu bisa keterima di Singapura.
Setelah mengantar Imel, kami kembali pulang ke rumah masing-masing. Dan aku juga masih penasaran dengan isi bungkusan yang diberikan Imel tadi.

Sesampainya di rumah…
Aku menemukan sebuah Compact Disk di dalam bungkusan yang diberikan Imel tadi. Ada kertas pesan yang bertuliskan. “INI UNGKAPAN HATIKU!!!”
Ini tulisan tangan Erwin. Hmm… udah lama aku gak melihat tulisan ini. Aku pun memutar CD ini pada Disk playerku. Sebuah alunan merdu suara gitar yang sepertinya dimainkan Erwin membuka suara dari headphoneku. Dan suaranya pun menggema…
Hai Ren… Ini aku Erwin. Aku mau nyanyi sebuah lagu untukmu. Spesial untuk orang yang paling kusayang…
Masihkah mungkin ku kembali untuk mengisi harimu
Yang jelas hati ku tak lagi sanggup jauh dari mu
Aku kan berjanji takkan mengulang segala kesalahan
Aku kan mengabdi pada satu cinta dan itu dirimu
Jujur ku hanya seorang lelaki yang terkadang tak lepas dari godaan
Harus kumiliki kesempatan untuk menyayangmu lagi
Aku kan berjanji takkan mengulang segala kesalahan
Aku kan mengabdi pada satu cinta dan itu dirimu
Jujur ku hanya seorang lelaki yang terkadang tak lepas dari godaan

Ku lihat kau ragu… adakah yang tlah mengganti?
Aku kan berjanji takkan mengulang segala kesalahan
Aku kan mengabdi pada satu cinta dan itu dirimu
Jujur ku hanya seorang lelaki yang terkadang tak lepas dari godaan

Maafkan aku yah Ren? Maafkan aku…
Aku sungguh tak bisa hidup tanpamu. Apakah kamu masih mencintaiku? Apakah masih ada kesempatan kedua? Malam ini aku gak bisa tidur Ren. Aku terus kepikiran sama kamu. jadi aku rekam suaraku deh.
Aku benar-benar minta maaf Ren. Dan aku janji gak akan pernah lagi mengecewakanmu karena aku sangat sayang dan cinta sama kamu…
I Love you Ren!
Suara rekaman Erwin pun terhenti seiring suara gitar yang melemah dan menghilang. Erwin menyanyikan lagu pada satu cinta milik Glen Fredly mewakili isi hatinya. Aku jadi tersentuh…
Semalam Erwin merekamnya. Dan memang Erwin lumayan jago komputer dan musik. Terutama gitar. Dulu Erwin slalu memainkan lagu untukku hingga membuatku tersipu malu.
Oh Tuhan… aku jadi makin dilema dan gelisah. Cinta lama bersemi kembali bersamaan dengan perasaan penuh harap pada cinta yang baru. Apa yang harus kulakukan?
Memperbaiki cinta lama atau memperjuangkan cinta baru? Namun aku masih ragu apakah Arya mencintaiku? Apa mungkin perhatiannya selama ini hanya sebatas teman atau sahabat saja. Sebenarnya aku lumayan menaruh harapan padanya.
Tiba-tiba saja telepon dari Arya datang. Anak itu sepertinya emang benar-benar ada indera keenamnya. Setiap kali dipikirin slalu aja nelpon.
“Assalamualaikum!” sapaku.
“Walaikumsalam!” balas Arya.
“Knapa nelpon nih. Rindu ya?” godaku.
“Iya!” jawab Arya sambil nyengir.
“Masa sih?” godaku lagi.
“Ehehe! Nggak, aku Cuma mau bilang kalo sekarang aku sudah bisa jalan-jalan tanpa tongkat. Agak nyeri sih tapi lumayan bisa ditahan.” Jelas Arya.
Aku jadi agak kecewa dengan jawabannya namun aku bersyukur dia udah mulai agak baikan. “Oh ya? Syukurlah.” Ucapku.
“Mungkin dalam minggu ini aku bakalan masuk sekolah. Jadi kalo ada PR atau ulangan, bilang yah? Biar aku bisa siapin semuanya.” Jelasnya.
“Okey! Hmmm!”
“Knapa Ren? Mau bilang sesuatu?” tanya Arya.
“Aya sebenarnya anggap Reni sebagai apa sih?” tanyaku.
Aku ingin memastikan hatinya. Aku gak mau menyesal dan terus bertanya-tanya dalam hati tentang perasaan Arya terhadapku. Aku lelah berangan-angan menjadi kekasih Arya.
“Kita kan teman. Tapi sebenarnya Aya lebih senang menganggap Reni sebagai sosok Kakak. Sifat Reni agak mirip sama Kak Wina sih. Makanya Aya suka dan berani terbuka sama kamu. emang kenapa Ren? Kok tanya begitu sih?” jelas Arya.
“Oh gitu. Iya, maaf yah kalau pertanyaanku buat Aya bingung!” ucapku dengan nada kecewa.
Aku langsung menutup telepon tanpa pamit ataupun salam. Kenapa aku marah? Kenapa aku kecewa dengan jawaban Arya?
Ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan. Tapi syukurlah karena sekarang aku udah nggak terlalu berharap. Aku bisa memberi kepastian pada Erwin kalau selama ini aku menunggunya.
Arya atau Erwin? Hmm… mungkin memang benar apa kata sahabat-sahabatku. Erwinlah cinta sejatiku selama ini. Aku khilaf karena terpedaya oleh kebaikan juga ketampanan Arya. Erwinlah cinta sejatiku…
Tapi apa ini? Kenapa air mataku malah jatuh? Kenapa aku terus berharap Arya jatuh cinta kepadaku?
Sudahlah Ren, hapus air mata ini. Kok aku jadi cewek lemah gini sih? Ayo buat keputusanmu Ren… aku harus nentuin siapa yang aku pilih. Erwin atau Arya?
Dan keputusanku adalah… Erwin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar