Rabu, 28 November 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 23)


Part 23
Kembalinya Sang Idola


Pagi ini suasana kelas tampak heboh sekali. Arya akhirnya muncul di sekolah setelah hampir dua minggu bangkunya berjamur dan dipenuhi sarang laba-laba karena ditinggalkan pemiliknya. Yah, gimana gak berjamur, para fansclubnya menyegel bangkunya karena kesal dengan Erni yang suka duduk di tempatnya. Padahal Erni hanya ingin berbagi cerita denganku. Tapi otak para fansclub Arya makin ngeres aja tuh.
Dan para cewek-cewek pun mulai berhias diri menyambut kedatangan Arya. Para fansnya pun menyambut kedatangan Arya dengan penuh suka cita. Bahkan sebuah spanduk gede terpampang di pintu gerbang sekolah bertuliskan. “Welcome Home Arya.”

Spanduk besar yang bahkan ngalahin Nama Sekolah yang terukir pada gerbang sekolah. Dan lebih aneh lagi tulisan “Welcome Home Arya.” Yang artinya selamat pulang ke rumah Arya. Apa nggak ada kata-kata bagus?
Emang ini sekolah rumahnya Arya? Aku udah ke rumahnya Arya dan rumahnya Arya memang sih segede sekolah ini sih. Tapi yang pasti sikap aneh-aneh para fansclub itu makin menjadi-jadi saja, setelah ditinggal sang idola selama seminggu ini.
Seperti biasanya, walau sudah terbuka denganku Arya masih menjaga imagenya itu. Dia kembali dengan topengnya di hadapan teman-teman sekelasnya.
Arya datang dengan agak pincang sih. Setelah itu duduk dan diam meskipun banyak cewek-cewek yang menanyakan keadaannya. Arya tetap tidak mengindahkan mereka. Mungkin karena bingung mau jawab kayak gimana. Tapi Arya terlihat berusaha tegar dikerumunin cewek-cewek gitu. Dia hanya menjawab pertanyaan mereka dengan manggut-manggut atau geleng-geleng.
Tuti pun ikutan motret-motret segala. Sepertinya pelampiasan kekesalan karena bahan potretnya menghilang dua minggu tuh. Tapi, Erni sudah tidak terlalu centil seperti biasanya ke Arya. Erni hanya tersenyum melihat Arya kembali. Biasanya Erni ikutan girang bareng fansklubnya Arya.
Aku pun hanya duduk diam menunggu guru-guru datang dan mengusir mereka dari bangku Arya. Aku berusaha bersikap seperti biasanya pada Arya. Sebenarnya hatiku ini sedikit agak kecewa padanya. Tapi mau gimana lagi cintaku bertepuk sebelah tangan.
Padahal aku sempat berharap padanya. Tapi aku sudah dengar cerita Arya tentang orang-orang yang cintanya bertepuk sebelah tangan padanya. Mereka membalas dendam dengan memanfaatkan Arya. Tapi, aku udah janji padanya gak akan bersikap seperti itu.
Dan seharian ini Arya tetap pada sosok pendiam dan cueknya. Aku ingin ini semua segera berakhir. Aku ingin segera pulang dan menyapa Arya dengan wajah keduanya. Terus terang aku agak kesal juga harus berpura-pura jaim.
Arya sang pangeran telah tiba dan kembali ke sosok cuek, diam dan tega. Yah, gimana gak tega. Aku saja gak digubrisnya padahal selama dia sakit aku terus yang menemaninya walau hanya lewat pesan kertas. Menyapa atau ngelirik aku aja gak. Jadi benar-benar sebel sama sosok Arya yang satu ini. Cuek juga ada batasannya apalagi sama malaikat penolongnya. Yah, ternyata memang benar aku gak suka sosok Arya yang ini.
Kehebohan tidak berhenti saat jam pelajaran pertama. Bahkan Guru wali kelas kami mengadakan pesta penyambutan buat Arya saat jam pelajaran kedua. Kebetulan jam kedua adalah pelajaran walikelas kami.
Sebuah kue tart berhiaskan ornamen cokelat dan taburan potongan strawberry yang pasti menggugah lidah untuk mencicipinya. Yah, pesta penyambutan yang wah untuk seorang siswa yang tersenyum aja di depan gurunya gak pernah.
“Inilah pahlawan tim basket sekolah kita! Arya Ozman! Beri tepuk tangannya.” Seru Igor si biang ribut di kelas.
Kontan saja semuanya ikutan tepuk tangan. Seluruh keras pun berubah menjadi sebuah pesta penyambutan dan pelajaran pun terlupakan. Helen dan Windi membawa cake itu ke meja Arya. Aku pun terpaksa harus ikut dalam kemeriahan ini karena aku duduk di sebelahnya.
“Gimana kakinya?” tanya Helen si perwakilan Fansklub Arya di kelas kami.
“Bosen gak dirumah terus?” tanya Iqbal yang duduk tepat di sebelah Arya.
“Enak yah, dua minggu gak belajar.” Igor yg duduk diujung pun ikutan nimbrung. Cowok ini emang paling gokil seantero sekolah dan biang ribut.
“Kalo gak ada Arya, kelas gak seru!” tanya Rasni yg duduk di depan bangku Arya.
Emang kehadiran Arya bikin seru yah? Lagian kerjanya juga Cuma duduk diem gitu, gak ada serunya juga. Dan harusnya Rasni bersyukur karena sejak Arya gak masuk, penyakit pegal-pegal di leher jadi sembuh. Karena sejak itu, kebiasaan lirik-lirik kebelakangnya jadi hilang.
Arya disambut bak seorang selebritis yang datang berkunjung. Pertanyaan, komentar dan sanjungan bertubi-tubi diterimanya. Pokoknya kayak Artis yang lagi diwawancara sama wartawan gosip deh. Dan Tuti pun lagi-lagi memuaskan dirinya mengambil momen-momen ekslusif ini. Setiap momen tak lepas dari jepretan kameranya. Pasti hari ini dia dapat banyak duit nih dari anak-anak SMP.
Arya terlihat agak risih namun aku acungkan jempol deh buat wali kelas kami yang sayang banget sama murid-muridnya itu. Seluruh kelas dibalut keceriaan atas kembalinya idola kelas kita. Idola yang tampan, imut dan baik hati ini. Meskipun dia cuek dan pendiam tapi semua menganggapnya sebagai teman. Karena itu kami bisa tertawa lepas…
Potongan kue itu dipotong oleh Bu Guru dan langsung disuapin ke Arya. Arya pun memakannya dengan malu-malu. Terlihat wajahnya memerah dan membuat para cewek-cewek makin gemes ngeliatnya. Semuanya pada ngiri dengan Bu Guru yang bisa nyuapin sang idola itu.
Erni yang sudah memiliki pangeran Heru itu pun ternyata masih memiliki sindrom mengidolakan Arya. Erni pun menampakkan tampang kesal dan jelousnya seperti para anggota Fansklub Arya yang lain ke Bu Guru. Heru yang duduk disampingnya pun ikutan jelous namun karena ini pesta penyambutan Arya, Heru harus bersabar sejenak dan ngalah demi sang idola.
Jujur aku juga agak cemburu sih. Aku juga pingin nyuapin Arya atau setidaknya Arya memberikan potongan kue itu padaku. Tapi aku harus jaga imej di depan dia.
Aku jadi teringat kembali tentang curahan hatinya saat dia menangis dulu di bahuku. Curahan hati tentang wajah kedua orang-orang yang mendekatinya hanya untuk memanfaatkannya atau sekedar untuk membalas dendam. Orang-orang yang iri padanya. Pasti saat ini Arya tertekan dan mengingat lagi masa lalunya. Pasti Arya sedang berpikir apakah mereka menyalami dan memberi semangat dengan tulus? Aku yakin dalam hatinya Arya berpikir begitu.
Arya menatapku sekilas dan aku memberinya sebuah senyuman kecil. Dalam hatiku aku ingin bilang padanya…
Aya…lihatlah itu. Mereka semua tersenyum pada mu. Dan itu semua bukan senyuman palsu. Yah, mungkin ada beberapa di antaranya yang tersenyum palsu. Tapi tersenyumlah bersama mereka. Lepaskanlah topengmu dan munculkan wajahmu yang kau sembunyikan. Tertawalah bersama mereka… itulah persahabatan Ya!
Aku hanya bisa mengatakan ini semua dalam hatiku. Kuharap Arya bisa mendengarnya atau setidaknya menyadarinya.
“Terima kasih semuanya!”
Aku tersentak dan seluruh kelas pun agak kaget. Arya mengucapkan terima kasih dibalut dengan sebuah senyuman. Suasana hening selama beberapa detik namun semua kembali riuh dalam suasana.

  

Saat pulang sekolah ternyata Erwin menungguku di depan gerbang sekolah. Sebenarnya aku agak malu bertemu dalam keramaian ini. Sebaiknya aku nunggu dikit lagi ah. Aku juga masih agak canggung bertemu berdua dengannya. Mudah-mudahan dia segera pergi.
Erni sudah jalan duluan bareng Heru, Tuti pun ngacir paling duluan. Sepertinya dia ingin segera mencetak foto hasil jepretannya tadi dan menjualnya pada anak-anak SMP di sebelah, yang kebetulan pulangnya berbarengan dengan sekolah kami. Aku hanya diam di kelas dan menemani teman-temanku yang sedang piket.
Mereka pun selesai namun Erwin masih saja menungguku di depan gerbang sekolah. Aku pun masuk kembali dan berjalan ke arah lapangan basket. Biasanya anak-anak ekskul belum pada pulang.
Di lapangan basket terlihat Arya sedang sendiri sambil memegang bola. Tatapan matanya kosong dan hampa. Jangan sampai dia nekat mau main basket. Padahal baru aja dioperasi kakinya.
“Jangan main Ya!” tegurku.
Arya menoleh padaku dengan kaget. Dia nggak menyadari keberadaanku.
“Oh, kamu Ren? Aku gak main kok. Cuman pegang bola aja.” Jelasnya.
Arya menarik nafas panjang dan menatap bola basket itu dengan senyum. Dia bergeser sedikit hingga bangku di sebelahnya agak longgar. Arya pun mempersilahkan ku untuk duduk.
“Blum pulang Ren?” tanya Arya.
“Lagi pingin pulang telat aja. Kamu sendiri kok belum pulang?” aku balik nanya setelah duduk di sebelahnya. Yah, agak canggung juga sih tapi aku berusaha ngambil jarak.
“Ya Ren, aku nggak kuat jalan makanya mulai sekarang aku dijemput.” Jawab Arya.
“Wah kasihan. Trus anak-anak basket yang lain pada kemana?” tanyaku.
“Ekskul sementara diliburkan. Minggu depan kan udah ujian semester. Makanya lagi istirahat total.” Jelas Arya.
“Kalo gitu Reni temanin Aya deh.”
Arya hanya tersenyum kecil menanggapi tawaranku namun dia masih tetap menjaga image. Masih ada beberapa siswa dan juga guru yang masih berkeliaran di sekolah. Tapi, jarang-jarang loh aku bisa berduaan dengan Arya saja di sekolah.
“Emang siapa yang jemput Ya?” tanyaku.
“Mang Jana!”
Kami berdua kembali terdiam. Aku duduk sambil menatap kosong ke arah ring basket. Sedangkan Arya memutar-mutar bola dengan tangannya. Aku bingung mau bicara apa lagi padanya.

2 komentar:

  1. iseng googling frasa WAJAH KEDUA dan nemu ini lalu kaget. Judulnya sama dengan novelku yang mau terbit eBooknya sebentar lagi. Hahaha. Tapi content dan genre beda jauh :)

    BalasHapus
  2. wah novelis juga yah? makasih sudah berkunjung. hehe... nih novel udah masuk di penerbit sayang, ketolak... sampai part 39 sih. emang genrenya apa?

    BalasHapus