Chapter
4
Oh
My God! Pertarungan Dimulai
Tampang bete Ricky
menghiasi pemandangan pagi ini. Rina yang sejak pagi menunggu mobil Ricky di
depan sekolah langsung sumringah setelah sang pangeran turun dari mobil. Tanpa
merisaukan suasana kelam yang terpancar dari aura tubuh Ricky.
“Hai Ricky?” sapa Rina
penuh manja dengan senyuman imutnya.
“Brisik?” jawab Ricky
cuek sambil terus melangkah tanpa menoleh ke arah Ricky.
“Loh? Kok hari ini dia
lain? Ada apa ya?” Rina bergumam sendirian sambil berpikir, tiba-tiba…
“HEH! Mau sampai kapan
kau berdiri di situ? Cepat masuk sebelum kututp ini pagar.” Teriak Pak Togar
dengan logat bataknya yang kental.
“Ah! Tunggu Pak.” Ucap
Rina lalu berlari memasuki gerbang sekolah.
Rina pun berjalan
dengan santai setelah melewati gerbang.
“Rina!”. Seseorang
berteriak memanggil nama Rina dari belakang. Rina pun menoleh dan ternyata….
Ups. Oh my goat…. Aku
lupa soal Jaya. Rina membatin,
maksudnya sih “Oh My God”. Kalimat ini sering diucapkan sama Hana saat sedang
dalam keadaan gawat, tapi karena bahasa inggris Rina nol, yang terdengar
olehnya adalah “Oh My Goat” yang artinya…
Eits. Bukan waktunya
belajar bahasa inggris. Sekarang kembali lagi ke Rina yang sedang membeku,
terkaget plus bingung. Pikirkan saja sendiri posenya. Oh ya, kalo masih
penasaran dengan arti kalimat Rina, lebih baik buka saja kamus. Itung-itung
belajar kan.
Jaya baru saja selesai
menjalani masa skorsingnya selama seminggu. Makanya ia jarang muncul di
sekolah. Ia kepergok lagi menghisap rokok di warung dekat sekolah oleh Pak
Togar. Alhasil, ia pun memperoleh cuti selama seminggu.
Gimana nih kalo Jaya
tau aku pacaran sama Ricky. Bisa-bisa Ricky dihajar habis-habisan sama Jaya.
Awas saja kalo dia sampai menghajar Ricky. Aku bakalan benci habis-habisan sama
dia. Pikir Rina.
“Kenapa kaget begitu?
Kangen ya sama aku?” Jaya menggombal hingga ekspresi Rina pun kembali normal.
“Idih. Jangan mimpi.”
Ucap Rina jengkel, kemudian ia berjalan cuek ke toilet. Rina bukannya pingin
pipis atau yang lain. Tapi, ia ke toilet supaya Jaya tidak mengikutinya. Tau
kan alasannya…
Jaya tampak lesu dan
iapun berlalu ke kelas, eh ke kantin. Loh???
***
“HAN! Gawat! Gawat Han!”
Rina langsung menyambar Hana dan menariknya menuju bangku. Padahal Hana sedang
asyik memperhatikan Aris yang sedang duduk dan bercengkrama dengan anak-anak
lain di beranda depan kelas.
“Apanya sih yang
gawat?” tanya Hana dengan wajah cemberut.
“Jaya. Aku lupa soal
dia. Trus tadi aku ketemu sama dia. Sepertinya masa skorsingnya sudah habis.
Duh, kok Pak Togar nggak kasih skorsing sebulan sih buat dia?” Keluh Rina.
“Memang kenapa Jaya.
Bukannya kamu sekarang sudah punya pangeran impianmu itu?” tanya Hana santai.
Ia sudah lupa soal kekesalannya pada Rina yang sudah merusak tontonannya.
“Aku takut, nanti Ricky
bisa ditonjok sama Jaya. Kamu tau kan orangnya seperti apa?” keluh Rina.
“Itu namanya resiko.
Cinta itu butuh pengorbanan Rin. Kamu kan ingin lepas dari Jaya. Nah, justru
Ricky harus melalui itu untuk bisa memiliki kamu.”
Rina sempat merasa
melayang mendengar kata-kata Hana. Namun rasa iba nya lebih besar daripada
perasaan lain yang saat ini membuatnya merasa bangga. “Tapi aku tidak ingin
Ricky sampai terluka.” Rina memelas.
“Ya sudah, untuk
sementara waktu, kamu jangan dekat-dekat dulu dengan Ricky selama di sekolah.”
Ucap Hana sehingga wajah cemas Rina pun berubah hingga senyuman pun merekah
dari bibir mungilnya.
***
“Nah, kamu udah
mengerti kan? Jadi untuk sementara waktu ini kita jangan terlalu dekat dulu
selama di sekolah.” Jelas Rina.
“Kamu ngomong apa?”
Ricky bertanya heran pada Rina yang tiba-tiba berada di hadapannya dan
mengganggu acara membacanya. Kali ini sebuah majalah ekonomi yang dibacanya.
“Hah! Dari tadi aku
sudah ngomong kan soal Jaya.” Ucap Rina.
“Trus?” tanya Ricky.
“Iihh! Capek tau.
Pokoknya gini. Sementara kita jangan terlalu sering bersama di sekolah. Gimana
kalo kita kencan? Aku akan coba cari cara supaya kakek bisa ngijinin keluar.”
Jelas Rina.
“Kamu masih belum sadar
juga ya? Kita tidak….”
“Eh! Gawat itu Jaya.
Sudah dulu ya. Dadah Ricky!” Rina memotong ucapan Ricky karena Jaya sedang
menuju ke arah mereka berdua. Rina pun pergi dan menghilang dari pandangan
Ricky.
Ricky pun kembali
membaca majalah di tangannya sambil menunggu waktu istirahat selesai.
“Permisi Kak, apa kakak
pacaran sama Rina?” seorang cewek datang mendekati Ricky sambil bertanya.
Sepertinya murid kelas satu.
“Memangnya kenapa?”
Ricky balik nanya. Ia tak mengenal cewek di hadapannya ini. Dan merasa aneh
dengan pertanyaannya.
“Aku nggak rela kalo
Kak Ricky pacaran sama Rina. Dia kan udah jelek, bloon lagi. Mending sama aku.”
Ucap si cewek.
Ricky pun berlalu tanpa
memperdulikan kata-kata cewek itu. Namun, baru beberapa meter melangkah ia
sudah dihadang oleh sekumpulan cewek-cewek. Dan diberi pertanyaan yang sama yang
sudah bosan ia dengar. Karena jengkel, dan nggak mau repot-repot ditanya-tanya
terus, ia pun menjawab “Iya! Memangnya kenapa?”
Gerombolan cewek-cewek
tadi terpaku seakan gak percaya dengan jawaban Ricky. Salah seorang cewek
mencegat Ricky dan membalikkan badannya.
“Apa sih yang bagus
dari dia?” tanya si cewek.
Ricky terdiam sambil
menatap cewek yang berani banget cegat dia. Gerombolan cewek lain jadi ngeri
lihatnya. Ia pun menarik cewek itu untuk segara pergi. “Sudah Mon! kita pergi
aja!” bujuk salah satu temannya.
Setelah membisu sekitar
semenit, si cewek pun nyerah dan melepaskan tanganya dari lengan Ricky. Mereka
pun meninggalkan Ricky dengan kekecewaan.
Ricky pun menelusuri
jalan setapak di belakang sekolah yang sunyi. Mungkin itu tempat terdamai bagi
dirinya di dunia. Dia pun melanjutkan bacaannya sambil berteduh di sebuah
bangku di bawah pohon ketapang. Tiba-tiba datang seorang cowok sangar dengan
gaya jalan yang angkuh. Ia pun menghampiri Ricky.
“Hei anak baru! Katanya
kamu pacaran sama Rina?” tanya cowok itu.
Kali ini Ricky sudah
sangat jengkel mendengar pertanyaan itu berulang-ulang. “Dengar ya? Aku tidak
pernah pacaran sama Rina. Cewek pendek dan centil seperti itu…”
“Bruk!”
Sebuah pukulan mendarat
di pipi Ricky sebelum ia menyelesaikan kata-katanya.
***
Saat ini Rina sedang duduk sambil
ngerumpi sama teman-teman kelasnya. Tiba-tiba saja seseorang berlari masuk ke
kelas dengan terburu-buru lalu menghampiri Rina.
“RIN! Itu…” ucapannya
terengah-engah.
“Ada apa?” tanya Rina bingung.
“Ricky sama Jaya…
mereka…” Rina langsung berlari keluar dari kelas setelah mendengar nama Jaya.
Hana pun berlari
mengejar dan menyusul Rina. “Rin! Tunggu dulu! Memangnya kamu tahu dimana
mereka?” teriak Hana.
Rina berhenti sejenak
lalu memandang Hana dengan wajah panik. “Mereka dimana Han?”
“Dasar! Main lari aja
tanpa tahu tujuan. Di taman belakang sekolah.” Jelas Hana setelah Rina berhasil
terkejar.
Saat panik, Rina kalo
lari bisa ngalahin atlet peraih medali emas Sea Games. Hana saja sampai
ngos-ngosan gitu.
“Makasih Han!” ucap
Rina lalu bergegas sementara Hana gak mau ikutan lari kayak Rina.
Rina berlari sekuat
tenaga melewati lorong demi lorong gedung. Ruangan kelasnya jauh dari lokasi
taman tempat Ricky dan Jaya berada. Setelah keluar dari gedung utama, taman-taman
sekolah mulai tampak. Di sanalah Ricky dan Jaya berada.
Setibanya di sana,
suasana mulai ramai. Tak ada yang berani menghentikan pertengkaran itu. Rina
mendekati mereka dan berdiri di antara kedua orang itu.
“BERHENTIII!” teriak
Rina.
Jaya pun menghentikan
pukulannya. Ricky juga berhenti. Keduanya seri dan mendapatkan luka lebam dan
bonyok yang sama.
“Jaya, kamu tega banget
sih! Aku benci kamu Jaya!” ucap Rina kesal lalu menarik tangan Ricky menjauh
dari kerumunan.
***
“Kamu nggak kenapa-napa
kan Ky?” tanya Rina dengan nada cemas.
Ricky hanya menepis
tangan Rina yang mencoba membersihkan darah di alisnya.
“Ky! Kamu marah ya? Ada
apa sih?” tanya Rina.
Ricky gak berkata
apa-apa. Dia hanya berjalan menjauh dari Rina. Rina mengejarnya dan berusaha
menahannya.
“Ky! Ricky?” Rina terus
mengikutinya.
“Bisa tidak, kamu
berhenti ngikutin aku?” pinta Ricky dengan nada jutek dan tampang sadisnya.
“Tapi, aku khawatir.
Sebagai pacar yang baik…”
“STOP!” tiba-tiba Ricky
berteriak hingga membuat Rina terkaget dan menghentikan kata-katanya. “Kamu
belum nyadar juga yah? Kita ini tidak pac…”
“Dasar Ricky jahaaaat!”
teriak Rina lalu berlari meninggalkan Ricky.
Slalu saja begitu. Setiap
mau bilang kalo kita gak pacaran. Dia malah kabur kege-eran atau kabur karena
jengkel. Dasar cewek usil dan centil. Tapi aku salah juga sih karena sudah
bentak-bentak dia dan marahin dia.
Ricky terus bergumam
dalam hati sambil berjalan menuju kelas. Dia baru saja membersihkan dirinya di
toilet. Luka-luka lebam di wajahnya sudah mulai berkurang dan tidak terlalu
nampak.
Tiba-tiba Rina datang
menghampirinya dengan tampang jutek dan tangan dikepal. Terpancar aura
kemarahan dari wajahnya yang imut itu.
“Oh ya Rin! Tadi aku
minta maaf sudah bentak kamu.” ucap Ricky.
“Ky! Rina nantangin
Ricky taruhan bola. Bentar malam Juventus maen lawan Inter Milan. Kamu milih
apa?” tanya Rina dengan tampang serius.
“Maksudnya apa?” Ricky
jadi kebingungan.
“Kita taruhan. Kalo
Ricky menang, Rina gak akan ngekorin Ricky lagi. Tapi kalo Rina yang menang,
kita kencan. Besok kan minggu jadi pasti kamu ada waktu.” Jelas Rina masih
dengan nada jutek yang dipaksakan.
Ricky menarik napas
panjang dan menghela napasnya. “Oke deh!” ucap Ricky.
“Asyiik!” Rina
berteriak girang. Wajahnya kini kembali ceria. “Aku pegang Inter yah?” ucap
Rina.
“Juventus pasti
menang!” ucap Ricky dengan gaya angkuhnya.
“Kita liat aja nanti.
Tapi janji yah Ricky tepatin kalo Rina menang.” Ucap Rina agak memelas.
Ricky hanya
mengacungkan jempolnya. Rina pun tersenyum dan kembali ke kelasnya.
Dasar cewek aneh. Malah
ngajak taruhan bola.Tapi syukurlah, aku jadi punya alasan untuk menghindarinya.
Mudah-mudahan aku menang. Ricky membatin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar