Senin, 15 Juli 2013

Novel | Smile To Love (Chapter 4)

Chapter 4
Oh My God! Pertarungan Dimulai

Tampang bete Ricky menghiasi pemandangan pagi ini. Rina yang sejak pagi menunggu mobil Ricky di depan sekolah langsung sumringah setelah sang pangeran turun dari mobil. Tanpa merisaukan suasana kelam yang terpancar dari aura tubuh Ricky.
“Hai Ricky?” sapa Rina penuh manja dengan senyuman imutnya.
“Brisik?” jawab Ricky cuek sambil terus melangkah tanpa menoleh ke arah Ricky.
“Loh? Kok hari ini dia lain? Ada apa ya?” Rina bergumam sendirian sambil berpikir, tiba-tiba…
“HEH! Mau sampai kapan kau berdiri di situ? Cepat masuk sebelum kututp ini pagar.” Teriak Pak Togar dengan logat bataknya yang kental.

“Ah! Tunggu Pak.” Ucap Rina lalu berlari memasuki gerbang sekolah.
Rina pun berjalan dengan santai setelah melewati gerbang.
“Rina!”. Seseorang berteriak memanggil nama Rina dari belakang. Rina pun menoleh dan ternyata….
Ups. Oh my goat…. Aku lupa soal Jaya. Rina membatin, maksudnya sih “Oh My God”. Kalimat ini sering diucapkan sama Hana saat sedang dalam keadaan gawat, tapi karena bahasa inggris Rina nol, yang terdengar olehnya adalah “Oh My Goat” yang artinya…
Eits. Bukan waktunya belajar bahasa inggris. Sekarang kembali lagi ke Rina yang sedang membeku, terkaget plus bingung. Pikirkan saja sendiri posenya. Oh ya, kalo masih penasaran dengan arti kalimat Rina, lebih baik buka saja kamus. Itung-itung belajar kan.
Jaya baru saja selesai menjalani masa skorsingnya selama seminggu. Makanya ia jarang muncul di sekolah. Ia kepergok lagi menghisap rokok di warung dekat sekolah oleh Pak Togar. Alhasil, ia pun memperoleh cuti selama seminggu.
Gimana nih kalo Jaya tau aku pacaran sama Ricky. Bisa-bisa Ricky dihajar habis-habisan sama Jaya. Awas saja kalo dia sampai menghajar Ricky. Aku bakalan benci habis-habisan sama dia. Pikir Rina.
“Kenapa kaget begitu? Kangen ya sama aku?” Jaya menggombal hingga ekspresi Rina pun kembali normal.
“Idih. Jangan mimpi.” Ucap Rina jengkel, kemudian ia berjalan cuek ke toilet. Rina bukannya pingin pipis atau yang lain. Tapi, ia ke toilet supaya Jaya tidak mengikutinya. Tau kan alasannya…
Jaya tampak lesu dan iapun berlalu ke kelas, eh ke kantin. Loh???

***

“HAN! Gawat! Gawat Han!” Rina langsung menyambar Hana dan menariknya menuju bangku. Padahal Hana sedang asyik memperhatikan Aris yang sedang duduk dan bercengkrama dengan anak-anak lain di beranda depan kelas.
“Apanya sih yang gawat?” tanya Hana dengan wajah cemberut.
“Jaya. Aku lupa soal dia. Trus tadi aku ketemu sama dia. Sepertinya masa skorsingnya sudah habis. Duh, kok Pak Togar nggak kasih skorsing sebulan sih buat dia?” Keluh Rina.
“Memang kenapa Jaya. Bukannya kamu sekarang sudah punya pangeran impianmu itu?” tanya Hana santai. Ia sudah lupa soal kekesalannya pada Rina yang sudah merusak tontonannya.
“Aku takut, nanti Ricky bisa ditonjok sama Jaya. Kamu tau kan orangnya seperti apa?” keluh Rina.
“Itu namanya resiko. Cinta itu butuh pengorbanan Rin. Kamu kan ingin lepas dari Jaya. Nah, justru Ricky harus melalui itu untuk bisa memiliki kamu.”
Rina sempat merasa melayang mendengar kata-kata Hana. Namun rasa iba nya lebih besar daripada perasaan lain yang saat ini membuatnya merasa bangga. “Tapi aku tidak ingin Ricky sampai terluka.” Rina memelas.
“Ya sudah, untuk sementara waktu, kamu jangan dekat-dekat dulu dengan Ricky selama di sekolah.” Ucap Hana sehingga wajah cemas Rina pun berubah hingga senyuman pun merekah dari bibir mungilnya.

***

“Nah, kamu udah mengerti kan? Jadi untuk sementara waktu ini kita jangan terlalu dekat dulu selama di sekolah.” Jelas Rina.
“Kamu ngomong apa?” Ricky bertanya heran pada Rina yang tiba-tiba berada di hadapannya dan mengganggu acara membacanya. Kali ini sebuah majalah ekonomi yang dibacanya.
“Hah! Dari tadi aku sudah ngomong kan soal Jaya.” Ucap Rina.
“Trus?” tanya Ricky.
“Iihh! Capek tau. Pokoknya gini. Sementara kita jangan terlalu sering bersama di sekolah. Gimana kalo kita kencan? Aku akan coba cari cara supaya kakek bisa ngijinin keluar.” Jelas Rina.
“Kamu masih belum sadar juga ya? Kita tidak….”
“Eh! Gawat itu Jaya. Sudah dulu ya. Dadah Ricky!” Rina memotong ucapan Ricky karena Jaya sedang menuju ke arah mereka berdua. Rina pun pergi dan menghilang dari pandangan Ricky.
Ricky pun kembali membaca majalah di tangannya sambil menunggu waktu istirahat selesai.
“Permisi Kak, apa kakak pacaran sama Rina?” seorang cewek datang mendekati Ricky sambil bertanya. Sepertinya murid kelas satu.
“Memangnya kenapa?” Ricky balik nanya. Ia tak mengenal cewek di hadapannya ini. Dan merasa aneh dengan pertanyaannya.
“Aku nggak rela kalo Kak Ricky pacaran sama Rina. Dia kan udah jelek, bloon lagi. Mending sama aku.” Ucap si cewek.
Ricky pun berlalu tanpa memperdulikan kata-kata cewek itu. Namun, baru beberapa meter melangkah ia sudah dihadang oleh sekumpulan cewek-cewek. Dan diberi pertanyaan yang sama yang sudah bosan ia dengar. Karena jengkel, dan nggak mau repot-repot ditanya-tanya terus, ia pun menjawab “Iya! Memangnya kenapa?”
Gerombolan cewek-cewek tadi terpaku seakan gak percaya dengan jawaban Ricky. Salah seorang cewek mencegat Ricky dan membalikkan badannya.
“Apa sih yang bagus dari dia?” tanya si cewek.
Ricky terdiam sambil menatap cewek yang berani banget cegat dia. Gerombolan cewek lain jadi ngeri lihatnya. Ia pun menarik cewek itu untuk segara pergi. “Sudah Mon! kita pergi aja!” bujuk salah satu temannya.
Setelah membisu sekitar semenit, si cewek pun nyerah dan melepaskan tanganya dari lengan Ricky. Mereka pun meninggalkan Ricky dengan kekecewaan.
Ricky pun menelusuri jalan setapak di belakang sekolah yang sunyi. Mungkin itu tempat terdamai bagi dirinya di dunia. Dia pun melanjutkan bacaannya sambil berteduh di sebuah bangku di bawah pohon ketapang. Tiba-tiba datang seorang cowok sangar dengan gaya jalan yang angkuh. Ia pun menghampiri Ricky.
“Hei anak baru! Katanya kamu pacaran sama Rina?” tanya cowok itu.
Kali ini Ricky sudah sangat jengkel mendengar pertanyaan itu berulang-ulang. “Dengar ya? Aku tidak pernah pacaran sama Rina. Cewek pendek dan centil seperti itu…”
“Bruk!”
Sebuah pukulan mendarat di pipi Ricky sebelum ia menyelesaikan kata-katanya.

***

Saat ini Rina sedang duduk sambil ngerumpi sama teman-teman kelasnya. Tiba-tiba saja seseorang berlari masuk ke kelas dengan terburu-buru lalu menghampiri Rina.
“RIN! Itu…” ucapannya terengah-engah.
“Ada apa?” tanya Rina bingung.
“Ricky sama Jaya… mereka…” Rina langsung berlari keluar dari kelas setelah mendengar nama Jaya.
Hana pun berlari mengejar dan menyusul Rina. “Rin! Tunggu dulu! Memangnya kamu tahu dimana mereka?” teriak Hana.
Rina berhenti sejenak lalu memandang Hana dengan wajah panik. “Mereka dimana Han?”
“Dasar! Main lari aja tanpa tahu tujuan. Di taman belakang sekolah.” Jelas Hana setelah Rina berhasil terkejar.
Saat panik, Rina kalo lari bisa ngalahin atlet peraih medali emas Sea Games. Hana saja sampai ngos-ngosan gitu.
“Makasih Han!” ucap Rina lalu bergegas sementara Hana gak mau ikutan lari kayak Rina.
Rina berlari sekuat tenaga melewati lorong demi lorong gedung. Ruangan kelasnya jauh dari lokasi taman tempat Ricky dan Jaya berada. Setelah keluar dari gedung utama, taman-taman sekolah mulai tampak. Di sanalah Ricky dan Jaya berada.
Setibanya di sana, suasana mulai ramai. Tak ada yang berani menghentikan pertengkaran itu. Rina mendekati mereka dan berdiri di antara kedua orang itu.
“BERHENTIII!” teriak Rina.
Jaya pun menghentikan pukulannya. Ricky juga berhenti. Keduanya seri dan mendapatkan luka lebam dan bonyok yang sama.
“Jaya, kamu tega banget sih! Aku benci kamu Jaya!” ucap Rina kesal lalu menarik tangan Ricky menjauh dari kerumunan.

***

“Kamu nggak kenapa-napa kan Ky?” tanya Rina dengan nada cemas.
Ricky hanya menepis tangan Rina yang mencoba membersihkan darah di alisnya.
“Ky! Kamu marah ya? Ada apa sih?” tanya Rina.
Ricky gak berkata apa-apa. Dia hanya berjalan menjauh dari Rina. Rina mengejarnya dan berusaha menahannya. 
“Ky! Ricky?” Rina terus mengikutinya.
“Bisa tidak, kamu berhenti ngikutin aku?” pinta Ricky dengan nada jutek dan tampang sadisnya.
“Tapi, aku khawatir. Sebagai pacar yang baik…”
“STOP!” tiba-tiba Ricky berteriak hingga membuat Rina terkaget dan menghentikan kata-katanya. “Kamu belum nyadar juga yah? Kita ini tidak pac…”
“Dasar Ricky jahaaaat!” teriak Rina lalu berlari meninggalkan Ricky.
Slalu saja begitu. Setiap mau bilang kalo kita gak pacaran. Dia malah kabur kege-eran atau kabur karena jengkel. Dasar cewek usil dan centil. Tapi aku salah juga sih karena sudah bentak-bentak dia dan marahin dia.
Ricky terus bergumam dalam hati sambil berjalan menuju kelas. Dia baru saja membersihkan dirinya di toilet. Luka-luka lebam di wajahnya sudah mulai berkurang dan tidak terlalu nampak.
Tiba-tiba Rina datang menghampirinya dengan tampang jutek dan tangan dikepal. Terpancar aura kemarahan dari wajahnya yang imut itu.
“Oh ya Rin! Tadi aku minta maaf sudah bentak kamu.” ucap Ricky.
“Ky! Rina nantangin Ricky taruhan bola. Bentar malam Juventus maen lawan Inter Milan. Kamu milih apa?” tanya Rina dengan tampang serius.
“Maksudnya apa?” Ricky jadi kebingungan.
“Kita taruhan. Kalo Ricky menang, Rina gak akan ngekorin Ricky lagi. Tapi kalo Rina yang menang, kita kencan. Besok kan minggu jadi pasti kamu ada waktu.” Jelas Rina masih dengan nada jutek yang dipaksakan.
Ricky menarik napas panjang dan menghela napasnya. “Oke deh!” ucap Ricky.
“Asyiik!” Rina berteriak girang. Wajahnya kini kembali ceria. “Aku pegang Inter yah?” ucap Rina.
“Juventus pasti menang!” ucap Ricky dengan gaya angkuhnya.
“Kita liat aja nanti. Tapi janji yah Ricky tepatin kalo Rina menang.” Ucap Rina agak memelas.
Ricky hanya mengacungkan jempolnya. Rina pun tersenyum dan kembali ke kelasnya.

Dasar cewek aneh. Malah ngajak taruhan bola.Tapi syukurlah, aku jadi punya alasan untuk menghindarinya. Mudah-mudahan aku menang. Ricky membatin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar