Selasa, 26 November 2013

Novel | Smile To Love (Chapter 10)

Chapter 10
Rencana Ricky


Pak Udin tampak cemas melihat kemeja Ricky yang mulai berlumuran darah. Ricky pun membuka kemejanya setelah berada di dalam mobil.
“Mau ke Dokter Aris dulu den?” tanya Pak Udin.
“Tidak perlu. Aku tidak apa-apa!” Jawab Ricky.
Pak Udin pun tidak membantah dia pun melaju dengan agak cepat agar segera tiba di rumah. Biar Bi Inah dan Mbak Yanti di rumah yang ngurus luka tuan mudanya itu. Hanya itu yang ada di benak Pak Udin.
Ricky pun memandang keluar jendela sambil melamun. Pikirannya menerawang dan mengulang kejadian kemarin setelah Hana membentaknya.

Saat itu sepulang sekolah Ricky langsung dihadang Jaya dan beberapa teman-teman premannya. Ricky pun di bawa ke sebuah lorong sunyi di dekat sekolah sambil ditodong dengan pisau.
“Kalian mau apa?” tanya Ricky dengan santai tanpa memperlihatkan rasa takutnya sama sekali.
“Eh, dengar ya? Aku tuh sudah dari kelas satu ngincar dia.” Ucap Jaya dengan gaya mengancam.
“Oh!” Ricky menanggapi dengan cuek.
BUKK!
Sebuah pukulan mendarat di perut Ricky yang membuatnya tertunduk sambil memegang perutnya yang kesakitan itu. Namun serangan berikutnya pun datang. Sebuah tendangan di punggung Ricky oleh temannya Jaya itu membuatnya terjatuh.
Jaya menarik baju Ricky dan mengangkatnya hingga dia berdiri. “Aku nggak terima kamu ngambil dia begitu aja. Lawan aku!” seru Jaya.
Ricky hanya diam dan tak merespon ucapan Jaya. Jaya pun kembali menghajar Ricky. Kali ini giliran pipi Ricky yang kena hajar. Akhirnya Ricky pun marah dan pada saat serangan Jaya berikutnya, Ricky berhasil menghindar dan melesatkan pukulan ke perut Jaya.
“Kalo kamu suka dia, seharusnya kamu tidak membiarkan dia berubah gitu. Rina sekarang bukan Rina yang dulu ceria. Dia sudah jadi pendiam, pemurung dan sensitif. Dan jika kamu suka dia, seharusnya kamu berubah menjadi seperti apa yang dia harapkan. Apa yang kamu anggap keren belum tentu keren di mata Rina. Dan kamu terus maksa dia menyukai kamu yang tidak dia suka. Kamu harusnya sadar kalo tidak ada harapan, jangan merusak kebahagiaan orang yang kamu cintai.” Jelas Ricky dengan tegas.
Jaya terlihat kesal. Dia pun kembali menyerang Ricky namun dia berhasil menangkis pukulan Jaya. Ricky pun melepaskan pukulan dari jarak dekat ke wajah Jaya yang lengah setelah serangannya tertahan tadi.
Pertarungan itu dimenangkan Ricky. Jaya yang penuh luka itu kehabisan akal dan mengambil pisau lipatnya. Dia pun menyerang dan bermaksud menusuk perut Ricky untung Ricky bisa menghindarinya. Namun serangan ke dua mengenai punggung sebelah kanan Ricky yang menyebabkan luka sabetan yang cukup dalam.
Beberapa orang warga yang kebetulan lewat menyadari adanya perkelahian itu. Mereka pun berbondong-bondong menuju tempat perkelahian itu. Jaya dan teman-temannya pun kabur meninggalkan Ricky yang hanya tertunduk sambil menahan lukanya.
Pak Udin pun datang ke tempat kejadian setelah melihat keramaian di dekat lorong. Dan akhirnya Ricky pun ditemukannya setelah lama menunggunya di depan gerbang.
Pak Udin membawa Ricky ke Dokter Aris, Dokter pribadi keluarga Haryadi. Di sana Ricky bertemu dengan salah satu rekan bisnis ayahnya. Dia terlihat tidak terima dengan perlakuan para preman itu kepada anak sahabatnya yang sudah dianggap seperti keponakannya sendiri.
“Jangan Om!” cegah Ricky.
“Kenapa?” tanyanya.
“Jangan bilang ke Papa, kasihan nanti Pak Udin yang disalahkan.” Ucap Ricky.
Pria berumur sekitar 40an itu terlihat berpikir sejenak. Dia pun menelepon seseorang dan yang pasti bukan orang tua Ricky. Pria yang dipanggil Om oleh Ricky itu bertubuh tinggi, kekar dan ditambah dengan kumis tebalnya membuat kesan sangar sungguh terasa. Apalagi suaranya yang berat dan tegas membuat orang segan padanya. Dialah Om Leo, rekanan bisnis Ayah Ricky yang masa mudanya penuh dunia hitam. Namun kini dia telah insaf.
Tak lama berselang setelah Om Leo menelepon, datang dua orang berbadan kekar seperti binaragawan. Om Leo pun bercerita kepada mereka dan Ricky hanya diam dan mencoba untuk tidak mencuri dengar.
“Ini Bang Rohmat!” Om Leo memperkenalkan seseorang bertubuh layaknya binaragawan itu.
Ricky pun hanya memberi senyuman kecil plus anggukan sebagai ganti tangannya untuk berjabat. Tangannya sementara sedang dibalut karena itu dia tak bisa menjabat.
“Yang ini Bang Frans!” Sambung Om Leo.
Kali ini dia memperkenalkan seorang berbadan kekar dengan kulit agak gelap plus brewokan. Ricky pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan pada orang pertama tadi.
“Mereka berdua akan jadi pengawalmu mulai besok. Jadi kalau ada yang mau macam-macam sama kamu mereka akan melindungimu.” Jelas Om Leo.
“Tidak perlu Om! Terlalu merepotkan Om! Aku juga lebih suka bebas!” Ricky mencoba menolak!
“Mereka tidak akan mendekat. Mereka Cuma awasi dari jauh!”
“Tapi, nanti orang-orang malah curiga. Apalagi kalo sampai Mama tahu!” keluh Ricky.
“Mereka tidak selamanya jadi pengawalmu. Hanya seminggu ini saja sampai preman-preman yang melakukan ini semua padamu ditemukan.”
Ricky pun tertunduk pasrah.

***

Selama seharian Ricky berbaring sambil memikirkan cara untuk mengembalikan senyuman Rina. Bagaimana cara supaya gerombolan cewek-cewek sewot itu berhenti bergosip aneh tentang Rina. Bagaimana caranya supaya Jaya tidak lagi mendekati Rina. Bagaimana caranya mengatakan perasaan yang sebenarnya pada Rina, bahwa sebenarnya dia tidak memiliki perasaan apa-apa pada Rina. Bagaimana membuat Rina kembali tersenyum namun tidak membuatnya menjadi serba salah jika Rina malah jadi semakin berharap padanya. Bagaimana membuat teman-teman Rina mengerti bahwa dia adalah korban tidak bersalah.
Ricky merasa dia seharusnya tak perlu repot mengurus masalah Rina. Terkadang cuek dan mendiamkannya adalah cara terbaik memberitahu bahwa dia tidak memiliki perasaan apa-apa pada Rina. Tapi cara itu terlalu kejam. Sebenarnya semua ini juga salah Rina yang terlalu kegeeran. Namun Ricky juga merasa bersalah karena tidak menolak dengan tegas.
Ricky kembali teringat saat bahagianya bersama seseorang. Dia adalah cinta pertama Ricky namun karena harus pindah ke sini, akhirnya Ricky tak pernah sempat mengatakan perasaannya pada cewek itu.
Cewek itu telah masuk ke dalam diri Ricky yang tertutup. Ricky pun mulai membuka hatinya namun dia belum berani mengatakan perasaannya pada cewek itu. Dan tiba-tiba saja Ricky harus pindah.
Yah, semua itu harus segera dia lupakan. Dan mulai membuka hati pada Rina. Dan hal pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan senyuman Ricky. Dan satu-satunya cara yang terpikirkan oleh Ricky adalah dengan membuat Rina merasa memiliki seorang kekasih. Yah, Ricky akan berpura-pura menjadi pacar yang baik untuk Rina.
Setelah dia yakin Rina sudah bisa ceria lagi, barulah Ricky jujur padanya tentang perasaannya. Akhirnya malam itu dia pun memutuskan untuk datang ke rumah Rina.
“Permisi! Apa benar ini rumah Rina?” tanya Ricky.
“Iya. Temannya Rina yah?” Nenek menyambut Ricky.
“Saya… pacarnya Rina, Nek!” tegas Ricky.
Kakek yang kebetulan ada di dekat pintu pun keluar dan memasang wajah garangnya. “Mau apa kemari!”
Ricky pun tersenyum ramah. “Selamat Malam Kek! Maaf mengganggu malam-malam begini tapi saya cemas dan khawatir sama Rina. Makanya saya mau datang menjenguknya.”
“Nama mu siapa nak?” tanya Nenek mencoba bersikap hangat.
“Ricky Nek, Ricky Haryadi.” Jawab Ricky.
“Haryadi? Jangan-jangan kamu anaknya konglomerat Haryadi Group itu yah?” tanya kakek dengan suara agak melunak.
Ricky pun mengangguk. “Iya Kek!” jawab Ricky santai.
“Wah, mari silahkan masuk Nak.” Wajah garang Kakek langsung berubah menjadi ramah.
Ricky pun masuk ke rumah. Dia tak menyangka nama besar orang tuanya itu bisa juga meluluhkan hati orang lain. Namun ada perasaan tidak enak dihatinya, dia bukanlah tipe orang yang suka membanggakan status orang tuanya apalagi menggunakan nama orang tuanya untuk kehendaknya.
Mereka pun berbicara akrab seperti sudah lama saling mengenal. Dan Ricky pun bersikap sopan pada kakek dan Nenek Rina ini.
“Kek, aku tahu cara supaya bisa membuat Rina kembali ceria lagi.” Ucap Ricky.
Kedua Kakek dan Nenek itu pun menatap heran pada Ricky namun mereka berdua pun berharap ucapan Ricky bisa dibuktikan.
Dan kemudian setelah itu, seperti yang sudah kalian tahu kan? Repot kalo nulis lagi cerita kencan Ricky dan Rina di Pasar Malam.
Ricky pun tersadar dari lamunannya karena suara ketukan penjual koran di kaca mobilnya.
Kali ini Ricky terjebak dalam dilema. Dia tak menyangka hanya dengan mengajaknya kencan begitu, Rina sudah kembali ke normal. Awalnya dia berpikir butuh beberapa hari atau minggu untuk membuatnya normal. Dan kini saatnya mengatur rencana yang telah dia buat sejak awal. Saatnya untuk menegaskan tentang perasaan yang sebenarnya.
Ricky melihat sebuah tulisan besar di koran yang tertempel di kaca mobilnya. Pertandingan sepak bola malam ini. yah, sepertinya harus dengan cara itu lagi. Taruhan bola dengan Rina.

***

Keesokan paginya…
Seperti biasanya Rina menanti kedatangan Ricky di depan gerbang sekolah. Rina bersandar di gerbang sambil sesekali menengok jam tangannya untuk mengecek waktu.
Hana pun tiba di sekolah dan menemani Rina.
“Nggak masuk Rin?” tanya Hana.
“Nunggu Ricky.”
“Kayak suami istri aja. Tapi say, jangan terlalu berlebihan kegirangan gitu ntar jadi sedih lagi loh.” Tegur Hana.
“Iyah! Iyah!” Rina tampak kesal diceramahin.
Ricky pun tiba di depan gerbang sekolah. Setelah turun dari mobil, Rina pun menyambutnya.
“Pagi Ky!” sapa Rina dan Hana bersamaan.
Ricky hanya diam dengan ekspresi datar seperti biasanya sambil menatap mereka berdua. Dan kembali lagi ke gaya angkuh dan acuhnya itu, Ricky pun berjalan tanpa membalas salam mereka.
Rina pun menyusul Ricky dan mencoba berdiri disampingnya, mensejajarkan langkah Ricky yang panjang itu. Rina pun terlihat seperti sedang berlari. Hana hanya diam dan menatap sahabatnya itu dengan tatapan kasihan.
“Eh Ky, gimana tidurnya semalam?” tanya Rina.
“Bagus!” jawab Ricky simpel.
“Trus mimpi apa Ky? Apa kamu mimpiin Rina Yah?” goda Rina.
“Tidak ada.”
“Huh, oh ya Ky. Semalam aku mimpiin Ricky loh.” Ucap Ricky dengan penuh semangat.
“Oh ya?” Ricky tampak merespon ucapan Rina.
“He-em! Trus kita…”
“Besok mau kencan?” ucapan Ricky membuat Rina terkaget dan menghentikan kata-katanya.
“Kencan?” Hana yang baru saja bisa menyusul Rina dan mendengar apa yang baru saja diomongin ini serasa tak percaya dengan apa yang baru di dengarnya. Sementara itu Rina mematung dengan wajah memerah.
“Gimana?” tanya Ricky.
“Iya. Mau, mauuu banget!” akhirnya Rina pun sumringah dan kegirangan. Seandainya gak ditahan Hana, mungkin Rina sudah berteriak sekencang-kencangnya meluapkan kegembiraannya. Atau mungkin meloncat kegirangan gitu.
“Tapi ada syaratnya.” Ucap Ricky.
“Apa tuh?” tanya Rina penasaran dan mengurungkan niatnya untuk meloncat kegirangan.
“Kita taruhan bola lagi. Bentar malam ada pertandingan bola. Kalau kamu menang, kita kencan tapi kalau kalah. Kamu harus menuruti kata-kataku.” Jelas Ricky.
“Taruhan bola?” Hana terkejut dan tak percaya dengan apa yang baru saja Ricky katakan.
“Oke. Siapa takut! Deal yah?” ucap Rina dengan penuh semangat. Dia pun memberikan tangannya dan Ricky pun menjabat tangannya tanda persetujuan taruhan disepakati.
Ricky pun berlalu ke kelasnya sementara Rina yang kelasnya berlawanan arah itu pun melangkahkan kakinya dengan senyuman bahagianya.
Hana masih terdiam dan pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan dan prasangka pada Ricky. Hana melihat sosok belakang Rina yang berjalan dengan semangat kayak anak SD itu. Dalam batinnya ada kecemasan pada sahabatnya itu.
Hana pun menoleh ke arah Ricky yang berjalan tegap dan angkuh. Menebarkan pesona yang membuat langkah cewek-cewek yang berpapasan dengannya terhenti dan terhipnotis oleh pesonanya. Namun Ricky tetap tak memperhatikan lirikan dan sapaan cewek-cewek itu.

“Ricky! Apa sih yang kamu rencanakan? Aku gak akan tinggal diam jika kamu sampai nyakitin hati sahabatku.” Gumam Hana dalam hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar