Chapter
10
Rencana
Ricky
Pak Udin tampak cemas melihat kemeja Ricky yang mulai
berlumuran darah. Ricky pun membuka kemejanya setelah berada di dalam mobil.
“Mau ke Dokter Aris dulu den?” tanya Pak Udin.
“Tidak perlu. Aku tidak apa-apa!” Jawab Ricky.
Pak Udin pun tidak membantah dia pun melaju dengan agak cepat
agar segera tiba di rumah. Biar Bi Inah dan Mbak Yanti di rumah yang ngurus
luka tuan mudanya itu. Hanya itu yang ada di benak Pak Udin.
Ricky pun memandang keluar jendela sambil melamun. Pikirannya
menerawang dan mengulang kejadian kemarin setelah Hana membentaknya.
Saat itu sepulang sekolah Ricky langsung dihadang Jaya dan
beberapa teman-teman premannya. Ricky pun di bawa ke sebuah lorong sunyi di
dekat sekolah sambil ditodong dengan pisau.
“Kalian mau apa?” tanya Ricky dengan santai tanpa
memperlihatkan rasa takutnya sama sekali.
“Eh, dengar ya? Aku tuh sudah dari kelas satu ngincar dia.”
Ucap Jaya dengan gaya mengancam.
“Oh!” Ricky menanggapi dengan cuek.
BUKK!
Sebuah pukulan mendarat di perut Ricky yang membuatnya
tertunduk sambil memegang perutnya yang kesakitan itu. Namun serangan
berikutnya pun datang. Sebuah tendangan di punggung Ricky oleh temannya Jaya
itu membuatnya terjatuh.
Jaya menarik baju Ricky dan mengangkatnya hingga dia berdiri.
“Aku nggak terima kamu ngambil dia begitu aja. Lawan aku!” seru Jaya.
Ricky hanya diam dan tak merespon ucapan Jaya. Jaya pun
kembali menghajar Ricky. Kali ini giliran pipi Ricky yang kena hajar. Akhirnya
Ricky pun marah dan pada saat serangan Jaya berikutnya, Ricky berhasil
menghindar dan melesatkan pukulan ke perut Jaya.
“Kalo kamu suka dia, seharusnya kamu tidak membiarkan dia
berubah gitu. Rina sekarang bukan Rina yang dulu ceria. Dia sudah jadi pendiam,
pemurung dan sensitif. Dan jika kamu suka dia, seharusnya kamu berubah menjadi
seperti apa yang dia harapkan. Apa yang kamu anggap keren belum tentu keren di
mata Rina. Dan kamu terus maksa dia menyukai kamu yang tidak dia suka. Kamu
harusnya sadar kalo tidak ada harapan, jangan merusak kebahagiaan orang yang
kamu cintai.” Jelas Ricky dengan tegas.
Jaya terlihat kesal. Dia pun kembali menyerang Ricky namun
dia berhasil menangkis pukulan Jaya. Ricky pun melepaskan pukulan dari jarak
dekat ke wajah Jaya yang lengah setelah serangannya tertahan tadi.
Pertarungan itu dimenangkan Ricky. Jaya yang penuh luka itu
kehabisan akal dan mengambil pisau lipatnya. Dia pun menyerang dan bermaksud
menusuk perut Ricky untung Ricky bisa menghindarinya. Namun serangan ke dua
mengenai punggung sebelah kanan Ricky yang menyebabkan luka sabetan yang cukup
dalam.
Beberapa orang warga yang kebetulan lewat menyadari adanya
perkelahian itu. Mereka pun berbondong-bondong menuju tempat perkelahian itu.
Jaya dan teman-temannya pun kabur meninggalkan Ricky yang hanya tertunduk
sambil menahan lukanya.
Pak Udin pun datang ke tempat kejadian setelah melihat
keramaian di dekat lorong. Dan akhirnya Ricky pun ditemukannya setelah lama
menunggunya di depan gerbang.
Pak Udin membawa Ricky ke Dokter Aris, Dokter pribadi
keluarga Haryadi. Di sana Ricky bertemu dengan salah satu rekan bisnis ayahnya.
Dia terlihat tidak terima dengan perlakuan para preman itu kepada anak
sahabatnya yang sudah dianggap seperti keponakannya sendiri.
“Jangan Om!” cegah Ricky.
“Kenapa?” tanyanya.
“Jangan bilang ke Papa, kasihan nanti Pak Udin yang
disalahkan.” Ucap Ricky.
Pria berumur sekitar 40an itu terlihat berpikir sejenak. Dia
pun menelepon seseorang dan yang pasti bukan orang tua Ricky. Pria yang
dipanggil Om oleh Ricky itu bertubuh tinggi, kekar dan ditambah dengan kumis
tebalnya membuat kesan sangar sungguh terasa. Apalagi suaranya yang berat dan
tegas membuat orang segan padanya. Dialah Om Leo, rekanan bisnis Ayah Ricky
yang masa mudanya penuh dunia hitam. Namun kini dia telah insaf.
Tak lama berselang setelah Om Leo menelepon, datang dua orang
berbadan kekar seperti binaragawan. Om Leo pun bercerita kepada mereka dan
Ricky hanya diam dan mencoba untuk tidak mencuri dengar.
“Ini Bang Rohmat!” Om Leo memperkenalkan seseorang bertubuh
layaknya binaragawan itu.
Ricky pun hanya memberi senyuman kecil plus anggukan sebagai
ganti tangannya untuk berjabat. Tangannya sementara sedang dibalut karena itu
dia tak bisa menjabat.
“Yang ini Bang Frans!” Sambung Om Leo.
Kali ini dia memperkenalkan seorang berbadan kekar dengan
kulit agak gelap plus brewokan. Ricky pun melakukan hal yang sama seperti yang
dilakukan pada orang pertama tadi.
“Mereka berdua akan jadi pengawalmu mulai besok. Jadi kalau
ada yang mau macam-macam sama kamu mereka akan melindungimu.” Jelas Om Leo.
“Tidak perlu Om! Terlalu merepotkan Om! Aku juga lebih suka
bebas!” Ricky mencoba menolak!
“Mereka tidak akan mendekat. Mereka Cuma awasi dari jauh!”
“Tapi, nanti orang-orang malah curiga. Apalagi kalo sampai
Mama tahu!” keluh Ricky.
“Mereka tidak selamanya jadi pengawalmu. Hanya seminggu ini
saja sampai preman-preman yang melakukan ini semua padamu ditemukan.”
Ricky pun tertunduk pasrah.
***
Selama seharian Ricky berbaring sambil memikirkan cara untuk
mengembalikan senyuman Rina. Bagaimana cara supaya gerombolan cewek-cewek sewot
itu berhenti bergosip aneh tentang Rina. Bagaimana caranya supaya Jaya tidak
lagi mendekati Rina. Bagaimana caranya mengatakan perasaan yang sebenarnya pada
Rina, bahwa sebenarnya dia tidak memiliki perasaan apa-apa pada Rina. Bagaimana
membuat Rina kembali tersenyum namun tidak membuatnya menjadi serba salah jika
Rina malah jadi semakin berharap padanya. Bagaimana membuat teman-teman Rina
mengerti bahwa dia adalah korban tidak bersalah.
Ricky merasa dia seharusnya tak perlu repot mengurus masalah
Rina. Terkadang cuek dan mendiamkannya adalah cara terbaik memberitahu bahwa
dia tidak memiliki perasaan apa-apa pada Rina. Tapi cara itu terlalu kejam.
Sebenarnya semua ini juga salah Rina yang terlalu kegeeran. Namun Ricky juga
merasa bersalah karena tidak menolak dengan tegas.
Ricky kembali teringat saat bahagianya bersama seseorang. Dia
adalah cinta pertama Ricky namun karena harus pindah ke sini, akhirnya Ricky
tak pernah sempat mengatakan perasaannya pada cewek itu.
Cewek itu telah masuk ke dalam diri Ricky yang tertutup.
Ricky pun mulai membuka hatinya namun dia belum berani mengatakan perasaannya
pada cewek itu. Dan tiba-tiba saja Ricky harus pindah.
Yah, semua itu harus segera dia lupakan. Dan mulai membuka
hati pada Rina. Dan hal pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan
senyuman Ricky. Dan satu-satunya cara yang terpikirkan oleh Ricky adalah dengan
membuat Rina merasa memiliki seorang kekasih. Yah, Ricky akan berpura-pura
menjadi pacar yang baik untuk Rina.
Setelah dia yakin Rina sudah bisa ceria lagi, barulah Ricky
jujur padanya tentang perasaannya. Akhirnya malam itu dia pun memutuskan untuk
datang ke rumah Rina.
“Permisi! Apa benar ini rumah Rina?” tanya Ricky.
“Iya. Temannya Rina yah?” Nenek menyambut Ricky.
“Saya… pacarnya Rina, Nek!” tegas Ricky.
Kakek yang kebetulan ada di dekat pintu pun keluar dan
memasang wajah garangnya. “Mau apa kemari!”
Ricky pun tersenyum ramah. “Selamat Malam Kek! Maaf
mengganggu malam-malam begini tapi saya cemas dan khawatir sama Rina. Makanya
saya mau datang menjenguknya.”
“Nama mu siapa nak?” tanya Nenek mencoba bersikap hangat.
“Ricky Nek, Ricky Haryadi.” Jawab Ricky.
“Haryadi? Jangan-jangan kamu anaknya konglomerat Haryadi
Group itu yah?” tanya kakek dengan suara agak melunak.
Ricky pun mengangguk. “Iya Kek!” jawab Ricky santai.
“Wah, mari silahkan masuk Nak.” Wajah garang Kakek langsung
berubah menjadi ramah.
Ricky pun masuk ke rumah. Dia tak menyangka nama besar orang
tuanya itu bisa juga meluluhkan hati orang lain. Namun ada perasaan tidak enak
dihatinya, dia bukanlah tipe orang yang suka membanggakan status orang tuanya
apalagi menggunakan nama orang tuanya untuk kehendaknya.
Mereka pun berbicara akrab seperti sudah lama saling
mengenal. Dan Ricky pun bersikap sopan pada kakek dan Nenek Rina ini.
“Kek, aku tahu cara supaya bisa membuat Rina kembali ceria
lagi.” Ucap Ricky.
Kedua Kakek dan Nenek itu pun menatap heran pada Ricky namun
mereka berdua pun berharap ucapan Ricky bisa dibuktikan.
Dan kemudian setelah itu, seperti yang sudah kalian tahu kan?
Repot kalo nulis lagi cerita kencan Ricky dan Rina di Pasar Malam.
Ricky pun tersadar dari lamunannya karena suara ketukan
penjual koran di kaca mobilnya.
Kali ini Ricky terjebak dalam dilema. Dia tak menyangka hanya
dengan mengajaknya kencan begitu, Rina sudah kembali ke normal. Awalnya dia
berpikir butuh beberapa hari atau minggu untuk membuatnya normal. Dan kini
saatnya mengatur rencana yang telah dia buat sejak awal. Saatnya untuk
menegaskan tentang perasaan yang sebenarnya.
Ricky melihat sebuah tulisan besar di koran yang tertempel di
kaca mobilnya. Pertandingan sepak bola malam ini. yah, sepertinya harus dengan
cara itu lagi. Taruhan bola dengan Rina.
***
Keesokan paginya…
Seperti biasanya Rina menanti kedatangan Ricky di depan
gerbang sekolah. Rina bersandar di gerbang sambil sesekali menengok jam
tangannya untuk mengecek waktu.
Hana pun tiba di sekolah dan menemani Rina.
“Nggak masuk Rin?” tanya Hana.
“Nunggu Ricky.”
“Kayak suami istri aja. Tapi say, jangan terlalu berlebihan
kegirangan gitu ntar jadi sedih lagi loh.” Tegur Hana.
“Iyah! Iyah!” Rina tampak kesal diceramahin.
Ricky pun tiba di depan gerbang sekolah. Setelah turun dari
mobil, Rina pun menyambutnya.
“Pagi Ky!” sapa Rina dan Hana bersamaan.
Ricky hanya diam dengan ekspresi datar seperti biasanya
sambil menatap mereka berdua. Dan kembali lagi ke gaya angkuh dan acuhnya itu,
Ricky pun berjalan tanpa membalas salam mereka.
Rina pun menyusul Ricky dan mencoba berdiri disampingnya,
mensejajarkan langkah Ricky yang panjang itu. Rina pun terlihat seperti sedang
berlari. Hana hanya diam dan menatap sahabatnya itu dengan tatapan kasihan.
“Eh Ky, gimana tidurnya semalam?” tanya Rina.
“Bagus!” jawab Ricky simpel.
“Trus mimpi apa Ky? Apa kamu mimpiin Rina Yah?” goda Rina.
“Tidak ada.”
“Huh, oh ya Ky. Semalam aku mimpiin Ricky loh.” Ucap Ricky
dengan penuh semangat.
“Oh ya?” Ricky tampak merespon ucapan Rina.
“He-em! Trus kita…”
“Besok mau kencan?” ucapan Ricky membuat Rina terkaget dan
menghentikan kata-katanya.
“Kencan?” Hana yang baru saja bisa menyusul Rina dan
mendengar apa yang baru saja diomongin ini serasa tak percaya dengan apa yang
baru di dengarnya. Sementara itu Rina mematung dengan wajah memerah.
“Gimana?” tanya Ricky.
“Iya. Mau, mauuu banget!” akhirnya Rina pun sumringah dan kegirangan.
Seandainya gak ditahan Hana, mungkin Rina sudah berteriak sekencang-kencangnya
meluapkan kegembiraannya. Atau mungkin meloncat kegirangan gitu.
“Tapi ada syaratnya.” Ucap Ricky.
“Apa tuh?” tanya Rina penasaran dan mengurungkan niatnya
untuk meloncat kegirangan.
“Kita taruhan bola lagi. Bentar malam ada pertandingan bola.
Kalau kamu menang, kita kencan tapi kalau kalah. Kamu harus menuruti
kata-kataku.” Jelas Ricky.
“Taruhan bola?” Hana terkejut dan tak percaya dengan apa yang
baru saja Ricky katakan.
“Oke. Siapa takut! Deal yah?” ucap Rina dengan penuh
semangat. Dia pun memberikan tangannya dan Ricky pun menjabat tangannya tanda
persetujuan taruhan disepakati.
Ricky pun berlalu ke kelasnya sementara Rina yang kelasnya
berlawanan arah itu pun melangkahkan kakinya dengan senyuman bahagianya.
Hana masih terdiam dan pikirannya penuh dengan berbagai
pertanyaan dan prasangka pada Ricky. Hana melihat sosok belakang Rina yang
berjalan dengan semangat kayak anak SD itu. Dalam batinnya ada kecemasan pada
sahabatnya itu.
Hana pun menoleh ke arah Ricky yang berjalan tegap dan
angkuh. Menebarkan pesona yang membuat langkah cewek-cewek yang berpapasan
dengannya terhenti dan terhipnotis oleh pesonanya. Namun Ricky tetap tak
memperhatikan lirikan dan sapaan cewek-cewek itu.
“Ricky! Apa sih
yang kamu rencanakan? Aku gak akan tinggal diam jika kamu sampai nyakitin hati
sahabatku.” Gumam Hana dalam
hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar