Kamis, 28 Juni 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 18)


Part 18
Masa Lalu Arya


Arya, ternyata adalah remaja yang sama sepertiku. Sama seperti Erni dan Tuti. Sama juga seperti kalian. Saat SMP Arya adalah siswa yang imut dan banyak teman. Dia juga disayangi teman-teman serta kakak-kakak seniornya. Arya pun sosok yang sangat baik hatinya. Dia selalu memberi dan membantu teman-temannya dengan penuh keikhlasan.
Tahun demi tahun berganti hingga Arya pun tumbuh dari siswa SMP yang imut menjadi sosok pangeran yang tampan. Banyak cewek-cewek yang mengejarnya. Karena sifat Arya yang terbuka itu, dia pun menanggapi cewek-cewek yang cari perhatian padanya. Karena takut dibilang pelit, karena takut dibilang sombong, Arya pun mulai menurutin segala permintaan orang-orang yang mengaku sahabatnya itu.

Arya pun sudah beberapa kali ditembak oleh cewek-cewek pada waktu itu. Namun karena Arya tipe anak yang penurut sama nasehat orang tua, dia pun tak ingin mengecewakan cewek yang udah nembak dia karena itu Arya pun menganggapnya sahabat saja. Arya tak suka memutuskan tali silaturahmi karena itu hubungan Arya dengan orang-orang yang nembak dia itu berubah menjadi hubungan pertemanan, sahabat dan saudara.
Memang sih kelihatan keren namun akhirnya sisi negatif dari hubungan yang dipaksakan itu terjadi. Ada cewek yang menerima hubungan itu dengan lapang dada namun ada pula yang menyimpan dendam karena cintanya ditolak. Dia tetap bersahabat pada Arya sebagai sahabat palsu yang menyimpan dendam itu. Perlahan-lahan Arya pun mulai diporoti dan dimanfaatin. Waktunya, barangnya, uangnya juga kepintarannya.
Ayah Arya lumayan dikenal masyarakat dan masyarakat pun mengenal Arya sebagai anak seorang bangsawan yang kaya raya di kampungnya. Teman dan juga orang-orang yang selama ini Arya anggap sahabat, memanfaatkan nama Arya. Setiap kali mereka makan, belanja atau ke tempat rekreasi. Mereka menyebut nama Arya. Kami ini sahabat Arya Ozman. Aku pacarnya Arya Ozman.
Banyak orang menawari bantuan pada Arya, namun ujung-ujungnya mereka meminta balasan lebih kepada Arya. Kepintaran Arya juga dimanfaatkan, tugas juga PR teman-temannya dikerjakan Arya karena takut dibilang pelit. Arya hanya ingin dibilang baik oleh orang-orang. Karena itu dia terus dimanfaatkan oleh orang-orang yang memujinya baik itu.
Akhirnya kedua orang tua Arya pun tahu. Tiba-tiba saja banyak tagihan datang ke rumah Arya dari tempat-tempat belanja dan rumah makan. Padahal Arya tidak pernah belanja ataupun makan di rumah makan itu.
Saat Arya akan protes kepada teman-temannya itu. Mereka hanya menjawab, “Maaf yah. Kebetulan uang kami kurang. Kapan-kapan kami ganti deh.” Namun seiring jalannya waktu, janji itu tak ditepati. Arya pun hanya diam dan membiarkannya saja. Dan tagihan-tagihan itu masih saja selalu datang.
Arya kehilangan kepercayaan Ayahnya. Ayah Arya pun mengambil tindakan. Dia mengurangi jatah uang Arya. Membekukan tabungan Arya hingga tak bisa dipakai. Segala tempat-tempat belanja, café dan rumah makan ditekan untuk tidak lagi memberikan bon tagihan atas nama Arya.
Disaat kebebasan Arya mulai dibatasi, teman-temannya pun mulai menjauh. Mereka bahkan menyalahkan Arya karena tidak bisa lagi belanja dan makan dengan menggunakan nama Arya. Namun Arya masih saja tetap menganggap mereka teman dan sahabat. Dan puncaknya saat Kak Wina menikah dan harus pergi keluar negeri. Arya jadi kesepian. Namun ternyata tidak ada yang mengusir kesepiannya. Tidak ada yang menghiburnya.
Kejadian itu berlangsung hingga kelas 1 SMA. Akhirnya Arya pun jadi kehilangan rasa kepercayaan kepada siapapun. Yang dia percaya hanya Kakaknya, yaitu Kak Wina. Dan disaat kelas 2, Arya pun pindah ke sini. Ke tempat dimana orang-orang tidak mengetahui masa lalunya. Ke tempat dimana teman-teman lamanya tidak mengetahui keberadaannya.
Aku menutup mataku, dan membayangkan diriku jika menjadi Arya. Tanpa terasa air mataku mulai menetes. Ternyata salah satu problem orang-orang elit adalah menghadapi wajah-wajah munafik yang menyembunyikan wajah keduanya. Karena itulah Arya memutuskan menggunakan wajah keduanya di sekolah.
Wajah dengan sosok cuek, dingin, careless, agak telmi dan blo’on. Sebagai benteng dari para penjilat yang Cuma bisa memanfaatkannya. Tapi, dia pun jadi kesepian karena tak ada temannya.
Sebenarnya Arya pun ingin punya teman, ingin punya sahabat, ingin tertawa bebas bersama sahabat-sahabatnya. Ingin berbagi cerita dan tertawa menangis bersama.
Setiap kali seseorang datang dengan senyuman, Arya jadi teringat kembali teman-teman lamanya. Alhasil Arya pun tak membalas senyumnya. Setiap orang yang menyapanya tak digubrisnya. Setiap orang yang bertanya padanya dia hanya menjawab simpel.
Saat orang-orang bercanda, hanya dia saja yang terdiam sementara orang-orang di sekitarnya tertawa lepas. Jika mengingat teman-teman lamanya, Arya jadi merasa bahwa dirinya lah yang jadi bahan tertawaan itu. Dan akhirnya terciptalah sosok Arya yang sekarang ini. Arya dengan wajah keduanya itu…
Hidup memang takkan indah bila tanpa persahabatan. Karena itu Arya pun merasa kesepian. Namun dia merasa hidup sendiri lebih indah daripada hidup bersama orang-orang yang hanya memanfaatkan dirinya saja.
Bagi Arya tidak apa-apa menjalani hidup tanpa teman. Karena Arya punya Kak Wina yang sudah dianggapnya sebagai kakak sekaligus saudaranya sendiri. Tapi keberangkatan Kak Wina tadi lah yang membuatnya meneteskan air mata. Arya jadi merasa kesepian.
“Ren?” suara Arya membuyarkan lamunanku.
“Iya!” jawabku.
“Makasih yah sudah temani aku. Tanpa menceritakan itu semua kamu udah bisa buat aku tenang kok.” Ucap Arya.
“Aku juga minta maaf. Arya pasti pingin lupain semua itu Reni malah buat Arya ngingat kejadian yang gak menyenangkan itu.” Sesalku.
“Gak apa-apa kok! Gak usah dipikirin lagi Ren. Tapi, jangan dulu cerita ke orang lain yah?” pinta Arya.
“Tenang aja. Tadi kan aku udah janji. Oh ya. Aya! Reni juga janji, kalau Reni tetap akan menjadi teman. Apapun status Aya. Dan Reni gak akan menfaatin Arya seperti teman-teman lamamu.” Ucapku.
“Sungguh? Aku jadi tenang.” Arya tersenyum, wajah Arya yang tersenyum saat ini lebih keren daripada foto gedenya yang terpampang di ruangan Fansklubnya Arya.
“Supaya Arya yakin, kita janji kelinking deh. Sini kelinkingnya.” Ajakku.
Aku menarik tangan Arya dan jari kelinking kami saling bertaut.
“Aku janji akan jadi teman yang baik buat Arya!” aku bersumpah.
Arya hanya tersenyum dan agak sedikit tertawa dengan kelakuanku yang kekanak-kanakan ini.
“Janji kelinking?” Arya tampak heran dengan istilah ini.
“Ada ceritanya loh. Dahulu kala, dewa-dewa di Yunani marah dengan manusia yang selalu saja tak menepati janji. Akhirnya setiap manusia yang berjanji, diikatkan ujung benang pada jari kelingkingnya. Trus ujung benang yang satunya lagi diikatkan pada orang yang dijanjiin. Jadi saat orang itu mati, janjinya masih terikat. Dan jari kelinkinngnya tak bisa dikubur karena masih terikat benang. Nah, jadi kalo kita buat janji kelinking, saat jari kelinking kita bertautan benang merah telah terikat pada jari kelinking kita.” Jelasku.
Arya memperhatikan jari kelinkingnya. “Mana? Gak ada tuh benang merahnya.” Ucapnya.
“Huh, pake imajinasinya dong.” Keluhku.
“Emang Reni percaya?” tanya Arya.
“Ehmmm. Iya!” jawabku secara spontan.
“Mirip ijab kabul yah? Kalo orang mau nikah kan begitu.” Jelas Arya.
Hah? Nikah? Reni sama Arya? Pikiranku melayang tinggi dan terbang jauh bersama angan-angan itu. Aku membayangkan diriku dibalut gaun putih yang indah dan bersanding dengan Arya. Wajahku pun tersipu.
Haduh, kok jadi ngeyel begini sih pikiranku. “Beda lah!” ucapku dengan nada yang agak panik.
Sementara Arya sepertinya tidak menyadari perkataannya barusan. Dia terlihat santai dan agak bingung dengan perubahan sikapku yang tiba-tiba jadi panik gini.
“Oh, yah! Aku harus pulang sebelum magrib. Nanti Mama bisa marah kalo pulang malam-malam.” Jelasku dan mulai bersiap-siap pergi.
Kulihat jam dinding di kamar Arya sudah menunjukkan pukul 17 lewat seperempat. Memang masih jauh dari magrib, namun aku takut berlama-lama di sini. Aku takut luluh dan tergoda oleh pesona Arya.
“Ren?”
Ucapan Arya kali ini menahan langkahku. Aku menahan nafas sejenak, menarik dan membuangnya lagi. Aku membalikkan badan dan menatap wajah Arya.
“Makasih lagi yah?” ucap Arya.
Aku hanya tersenyum menanggapinya.

  

Malam ini aku tak bisa tidur, aku jadi teringat kejadian tadi. Gimana yah kalau sampai Erni dan Tuti tahu kalau aku ke rumah Arya? Apalagi kalau sampai ketahuan sama Fans Club Arya. Bisa-bisa perang dunia ketiga berkecamuk lagi.
Tapi aku jadi kepikiran sama masa lalunya Arya. Aku jadi kasihan padanya. Seandainya ada alat yang bisa ngedeteksi isi hati seseorang, pasti Arya bisa menemukan sahabat sejatinya.
Arya… hmm, aku gak tahu kenapa hanya ingat kamu saja. Hatiku jadi senang banget. Sejak tadi aku hanya senyam-senyum sampai buat Mama jadi penasaran padaku.
“Nah loh, ngelamunin cowok yah?”
Suara Kak Farid mengagetkanku dari lamunanku.
“Ih, Reni bisa kena jantungan loh Kak.” Ujarku kesal.
“Sori. Lagian malam-malam gini kok duduk di teras, ntar masuk angin loh. Masuk ke dalam sono. Trus bobo! Udah jam sepuluh gini masih ngayal cowok.” Ledek Kak Farid.
“Huu. Emang tau dari mana kalo Reni mikirin cowok?” tanyaku.
“Mukamu merah trus jelek lagi.” Kak Farid meledek lagi.
“Yeee! Gak lah. Reni lagi mikirin kalo seandainya ada mesin yang bisa ngelihat isi hati seseorang, pasti kita bisa menemukan sahabat sejati kita yah kak? Kan enak tuh, kita bisa tahu sahabat kita itu baik atau tidak.” Jelasku.
“Ada-ada saja deh kamu!” ucap kak Farid sambil mengacak-ngacakin rambutku.
“Ih, Kakak ini. Reni serius tau!” ucapku kesal.
“Ren, kalo memang benar ada alat macam tuh. Sudah pasti Reni gak bakalan memiliki teman.” Jelas Kak Farid.
“Hah? Maksudnya Reni sifatnya kurang baik yah?” tanyaku sinis.
“Ren! Setiap manusia memiliki sisi baik dan sisi buruk. Kita berteman yah harus terima apa adanya. Berteman itu kan untuk saling melengkapi. Kalo ternyata orang yang kita anggap sahabat itu buruk, yah kita nasehatin aja pelan-pelan. Jadilah sahabat yang saling menasihati dalam kebaikan. Jangan takut, bila sahabat berbuat sesuatu yang Reni anggap itu buruk. Katakan saja dan jangan hanya diam dan ikut tertawa bersama keburukan itu. Apalagi sampai ikut-ikutan.” Jelas Kak Farid. Kakakku yang satu ini memang bisa diandalkan soal nasehat-menasehati.
“Tapi Reni kan gak pernah sampai ngikut-ngikut hal-hal yang buruk Kak. Kalo ada temen Reni yang merokok aja, Reni jauhin.” Tegasku.
Kak Farid tersenyum dan memberiku acungan jempol sambil membelai rambutku yang habis diacak-acakin tadi. “Adik kakak yang paling cantik nih udah besar rupanya.” Puji Kak Farid.
Aku hanya nyengir sambil membanggakan diri. “Oh ya, gimana dengan alat yang tadi Reni ceritakan?” tanyaku.
“Kita gak butuh alat itu. Justru kalo ada alat yang semacam itu, kita jadi gak bisa belajar menjadi dewasa. Jika kita punya sifat yang buruk, kita cukup belajar untuk mengubahnya kan? Yah meski harus dimulai dengan menutupi diri dengan topeng kepura-puraan.” Jelas Kak Farid.
“Topeng yah? Atau mungkin wajah kedua Kak!” tambahku.
“Wajah kedua? Hmm… mungkin saja. Menyembunyikan sifat yang buruk dan lebih menonjolkan sifat yang baik. Namun jangan terlalu lama memakai wajah kedua itu. Rubahlah sifat buruk itu dan jangan disembunyikan. Maka kita bisa bangga menunjukkan wajah asli kita yang sebenarnya.” Kak Farid makin khusyuk memberi pelajaran hidup padaku malam ini.
“Benar juga tuh Kak, biasanya orang yang seperti itu akan menjadi kesepian.” Ucapku.
“Ada-ada saja deh. Masuk yuk, kamu gak kedinginan di luar gini.” Ajak Kak Farid.
“Hmm. Oke deh bos!” ucapku lalu kami berdua masuk ke rumah.
Hari ini lumayan dapat pencerahan dari Kak Farid. Jika aku punya Kak Wina juga, lengkaplah kehidupanku ini. Hehehe!
Hari ini aku sangat bahagia sekali. Dan aku sangat bersyukur Tuhan memberiku orang-orang terbaik dalam hidupku ini. Dan kali ini Arya…
Apakah Arya menyukaiku? Duh aku ge-er deh. Tapi aku mulai mencintai sosok Arya. Aku harap Arya juga merasakan perasaan yang sama seperti yang kurasakan ini. Aku telah jatuh cinta pada Arya, sang pangeran yang kesepian.
Reni Love Arya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar