Part 18
Masa Lalu Arya
Arya, ternyata adalah remaja yang sama sepertiku. Sama
seperti Erni dan Tuti. Sama juga seperti kalian. Saat SMP Arya adalah siswa
yang imut dan banyak teman. Dia juga disayangi teman-teman serta kakak-kakak
seniornya. Arya pun sosok yang sangat baik hatinya. Dia selalu memberi dan
membantu teman-temannya dengan penuh keikhlasan.
Tahun demi tahun berganti hingga Arya pun tumbuh dari siswa
SMP yang imut menjadi sosok pangeran yang tampan. Banyak cewek-cewek yang
mengejarnya. Karena sifat Arya yang terbuka itu, dia pun menanggapi cewek-cewek
yang cari perhatian padanya. Karena takut dibilang pelit, karena takut dibilang
sombong, Arya pun mulai menurutin segala permintaan orang-orang yang mengaku
sahabatnya itu.
Arya pun sudah beberapa kali ditembak oleh cewek-cewek pada
waktu itu. Namun karena Arya tipe anak yang penurut sama nasehat orang tua, dia
pun tak ingin mengecewakan cewek yang udah nembak dia karena itu Arya pun
menganggapnya sahabat saja. Arya tak suka memutuskan tali silaturahmi karena
itu hubungan Arya dengan orang-orang yang nembak dia itu berubah menjadi
hubungan pertemanan, sahabat dan saudara.
Memang sih kelihatan keren namun akhirnya sisi negatif dari
hubungan yang dipaksakan itu terjadi. Ada cewek yang menerima hubungan itu
dengan lapang dada namun ada pula yang menyimpan dendam karena cintanya
ditolak. Dia tetap bersahabat pada Arya sebagai sahabat palsu yang menyimpan
dendam itu. Perlahan-lahan Arya pun mulai diporoti dan dimanfaatin. Waktunya,
barangnya, uangnya juga kepintarannya.
Ayah Arya lumayan dikenal masyarakat dan masyarakat pun
mengenal Arya sebagai anak seorang bangsawan yang kaya raya di kampungnya.
Teman dan juga orang-orang yang selama ini Arya anggap sahabat, memanfaatkan
nama Arya. Setiap kali mereka makan, belanja atau ke tempat rekreasi. Mereka
menyebut nama Arya. Kami ini sahabat Arya Ozman. Aku pacarnya Arya Ozman.
Banyak orang menawari bantuan pada Arya, namun ujung-ujungnya
mereka meminta balasan lebih kepada Arya. Kepintaran Arya juga dimanfaatkan,
tugas juga PR teman-temannya dikerjakan Arya karena takut dibilang pelit. Arya
hanya ingin dibilang baik oleh orang-orang. Karena itu dia terus dimanfaatkan
oleh orang-orang yang memujinya baik itu.
Akhirnya kedua orang tua Arya pun tahu. Tiba-tiba saja banyak
tagihan datang ke rumah Arya dari tempat-tempat belanja dan rumah makan.
Padahal Arya tidak pernah belanja ataupun makan di rumah makan itu.
Saat Arya akan protes kepada teman-temannya itu. Mereka hanya
menjawab, “Maaf yah. Kebetulan uang kami kurang. Kapan-kapan kami ganti deh.”
Namun seiring jalannya waktu, janji itu tak ditepati. Arya pun hanya diam dan
membiarkannya saja. Dan tagihan-tagihan itu masih saja selalu datang.
Arya kehilangan kepercayaan Ayahnya. Ayah Arya pun mengambil
tindakan. Dia mengurangi jatah uang Arya. Membekukan tabungan Arya hingga tak
bisa dipakai. Segala tempat-tempat belanja, café dan rumah makan ditekan untuk
tidak lagi memberikan bon tagihan atas nama Arya.
Disaat kebebasan Arya mulai dibatasi, teman-temannya pun
mulai menjauh. Mereka bahkan menyalahkan Arya karena tidak bisa lagi belanja
dan makan dengan menggunakan nama Arya. Namun Arya masih saja tetap menganggap
mereka teman dan sahabat. Dan puncaknya saat Kak Wina menikah dan harus pergi
keluar negeri. Arya jadi kesepian. Namun ternyata tidak ada yang mengusir
kesepiannya. Tidak ada yang menghiburnya.
Kejadian itu berlangsung hingga kelas 1 SMA. Akhirnya Arya
pun jadi kehilangan rasa kepercayaan kepada siapapun. Yang dia percaya hanya
Kakaknya, yaitu Kak Wina. Dan disaat kelas 2, Arya pun pindah ke sini. Ke
tempat dimana orang-orang tidak mengetahui masa lalunya. Ke tempat dimana
teman-teman lamanya tidak mengetahui keberadaannya.
Aku menutup mataku, dan membayangkan diriku jika menjadi
Arya. Tanpa terasa air mataku mulai menetes. Ternyata salah satu problem
orang-orang elit adalah menghadapi wajah-wajah munafik yang menyembunyikan
wajah keduanya. Karena itulah Arya memutuskan menggunakan wajah keduanya di
sekolah.
Wajah dengan sosok cuek, dingin, careless, agak telmi dan
blo’on. Sebagai benteng dari para penjilat yang Cuma bisa memanfaatkannya.
Tapi, dia pun jadi kesepian karena tak ada temannya.
Sebenarnya Arya pun ingin punya teman, ingin punya sahabat,
ingin tertawa bebas bersama sahabat-sahabatnya. Ingin berbagi cerita dan
tertawa menangis bersama.
Setiap kali seseorang datang dengan senyuman, Arya jadi
teringat kembali teman-teman lamanya. Alhasil Arya pun tak membalas senyumnya.
Setiap orang yang menyapanya tak digubrisnya. Setiap orang yang bertanya padanya
dia hanya menjawab simpel.
Saat orang-orang bercanda, hanya dia saja yang terdiam
sementara orang-orang di sekitarnya tertawa lepas. Jika mengingat teman-teman
lamanya, Arya jadi merasa bahwa dirinya lah yang jadi bahan tertawaan itu. Dan
akhirnya terciptalah sosok Arya yang sekarang ini. Arya dengan wajah keduanya
itu…
Hidup memang takkan indah bila tanpa persahabatan. Karena itu
Arya pun merasa kesepian. Namun dia merasa hidup sendiri lebih indah daripada
hidup bersama orang-orang yang hanya memanfaatkan dirinya saja.
Bagi Arya tidak apa-apa menjalani hidup tanpa teman. Karena
Arya punya Kak Wina yang sudah dianggapnya sebagai kakak sekaligus saudaranya
sendiri. Tapi keberangkatan Kak Wina tadi lah yang membuatnya meneteskan air
mata. Arya jadi merasa kesepian.
“Ren?” suara Arya membuyarkan lamunanku.
“Iya!” jawabku.
“Makasih yah sudah temani aku. Tanpa menceritakan itu semua
kamu udah bisa buat aku tenang kok.” Ucap Arya.
“Aku juga minta maaf. Arya pasti pingin lupain semua itu Reni
malah buat Arya ngingat kejadian yang gak menyenangkan itu.” Sesalku.
“Gak apa-apa kok! Gak usah dipikirin lagi Ren. Tapi, jangan
dulu cerita ke orang lain yah?” pinta Arya.
“Tenang aja. Tadi kan aku udah janji. Oh ya. Aya! Reni juga
janji, kalau Reni tetap akan menjadi teman. Apapun status Aya. Dan Reni gak
akan menfaatin Arya seperti teman-teman lamamu.” Ucapku.
“Sungguh? Aku jadi tenang.” Arya tersenyum, wajah Arya yang
tersenyum saat ini lebih keren daripada foto gedenya yang terpampang di ruangan
Fansklubnya Arya.
“Supaya Arya yakin, kita janji kelinking deh. Sini
kelinkingnya.” Ajakku.
Aku menarik tangan Arya dan jari kelinking kami saling
bertaut.
“Aku janji akan jadi teman yang baik buat Arya!” aku
bersumpah.
Arya hanya tersenyum dan agak sedikit tertawa dengan kelakuanku
yang kekanak-kanakan ini.
“Janji kelinking?” Arya tampak heran dengan istilah ini.
“Ada ceritanya loh. Dahulu kala, dewa-dewa di Yunani marah
dengan manusia yang selalu saja tak menepati janji. Akhirnya setiap manusia
yang berjanji, diikatkan ujung benang pada jari kelingkingnya. Trus ujung
benang yang satunya lagi diikatkan pada orang yang dijanjiin. Jadi saat orang
itu mati, janjinya masih terikat. Dan jari kelinkinngnya tak bisa dikubur
karena masih terikat benang. Nah, jadi kalo kita buat janji kelinking, saat
jari kelinking kita bertautan benang merah telah terikat pada jari kelinking
kita.” Jelasku.
Arya memperhatikan jari kelinkingnya. “Mana? Gak ada tuh
benang merahnya.” Ucapnya.
“Huh, pake imajinasinya dong.” Keluhku.
“Emang Reni percaya?” tanya Arya.
“Ehmmm. Iya!” jawabku secara spontan.
“Mirip ijab kabul
yah? Kalo orang mau nikah kan begitu.” Jelas Arya.
Hah? Nikah? Reni sama Arya? Pikiranku melayang tinggi dan
terbang jauh bersama angan-angan itu. Aku membayangkan diriku dibalut gaun putih
yang indah dan bersanding dengan Arya. Wajahku pun tersipu.
Haduh, kok jadi ngeyel begini sih pikiranku. “Beda lah!”
ucapku dengan nada yang agak panik.
Sementara Arya sepertinya tidak menyadari perkataannya
barusan. Dia terlihat santai dan agak bingung dengan perubahan sikapku yang
tiba-tiba jadi panik gini.
“Oh, yah! Aku harus pulang sebelum magrib. Nanti Mama bisa
marah kalo pulang malam-malam.” Jelasku dan mulai bersiap-siap pergi.
Kulihat jam dinding di kamar Arya sudah menunjukkan pukul 17
lewat seperempat. Memang masih jauh dari magrib, namun aku takut berlama-lama
di sini. Aku takut luluh dan tergoda oleh pesona Arya.
“Ren?”
Ucapan Arya kali ini menahan langkahku. Aku menahan nafas
sejenak, menarik dan membuangnya lagi. Aku membalikkan badan dan menatap wajah
Arya.
“Makasih lagi yah?” ucap Arya.
Aku hanya tersenyum menanggapinya.



Malam ini aku tak bisa tidur, aku jadi teringat kejadian
tadi. Gimana yah kalau sampai Erni dan Tuti tahu kalau aku ke rumah Arya?
Apalagi kalau sampai ketahuan sama Fans Club Arya. Bisa-bisa perang dunia
ketiga berkecamuk lagi.
Tapi aku jadi kepikiran sama masa lalunya Arya. Aku jadi
kasihan padanya. Seandainya ada alat yang bisa ngedeteksi isi hati seseorang,
pasti Arya bisa menemukan sahabat sejatinya.
Arya… hmm, aku gak tahu kenapa hanya ingat kamu saja. Hatiku
jadi senang banget. Sejak tadi aku hanya senyam-senyum sampai buat Mama jadi
penasaran padaku.
“Nah loh, ngelamunin cowok yah?”
Suara Kak Farid mengagetkanku dari lamunanku.
“Ih, Reni bisa kena jantungan loh Kak.” Ujarku kesal.
“Sori. Lagian malam-malam gini kok duduk di teras, ntar masuk
angin loh. Masuk ke dalam sono. Trus bobo! Udah jam sepuluh gini masih ngayal
cowok.” Ledek Kak Farid.
“Huu. Emang tau dari mana kalo Reni mikirin cowok?” tanyaku.
“Mukamu merah trus jelek lagi.” Kak Farid meledek lagi.
“Yeee! Gak lah. Reni lagi mikirin kalo seandainya ada mesin
yang bisa ngelihat isi hati seseorang, pasti kita bisa menemukan sahabat sejati
kita yah kak? Kan enak tuh, kita bisa tahu sahabat kita itu baik atau tidak.”
Jelasku.
“Ada-ada saja deh kamu!” ucap kak Farid sambil
mengacak-ngacakin rambutku.
“Ih, Kakak ini. Reni serius tau!” ucapku kesal.
“Ren, kalo memang benar ada alat macam tuh. Sudah pasti Reni
gak bakalan memiliki teman.” Jelas Kak Farid.
“Hah? Maksudnya Reni sifatnya kurang baik yah?” tanyaku
sinis.
“Ren! Setiap manusia memiliki sisi baik dan sisi buruk. Kita
berteman yah harus terima apa adanya. Berteman itu kan untuk saling melengkapi.
Kalo ternyata orang yang kita anggap sahabat itu buruk, yah kita nasehatin aja
pelan-pelan. Jadilah sahabat yang saling menasihati dalam kebaikan. Jangan
takut, bila sahabat berbuat sesuatu yang Reni anggap itu buruk. Katakan saja
dan jangan hanya diam dan ikut tertawa bersama keburukan itu. Apalagi sampai
ikut-ikutan.” Jelas Kak Farid. Kakakku yang satu ini memang bisa diandalkan
soal nasehat-menasehati.
“Tapi Reni kan gak pernah sampai ngikut-ngikut hal-hal yang
buruk Kak. Kalo ada temen Reni yang merokok aja, Reni jauhin.” Tegasku.
Kak Farid tersenyum dan memberiku acungan jempol sambil
membelai rambutku yang habis diacak-acakin tadi. “Adik kakak yang paling cantik
nih udah besar rupanya.” Puji Kak Farid.
Aku hanya nyengir sambil membanggakan diri. “Oh ya, gimana
dengan alat yang tadi Reni ceritakan?” tanyaku.
“Kita gak butuh alat itu. Justru kalo ada alat yang semacam
itu, kita jadi gak bisa belajar menjadi dewasa. Jika kita punya sifat yang
buruk, kita cukup belajar untuk mengubahnya kan? Yah meski harus dimulai dengan
menutupi diri dengan topeng kepura-puraan.” Jelas Kak Farid.
“Topeng yah? Atau mungkin wajah kedua Kak!” tambahku.
“Wajah kedua? Hmm… mungkin saja. Menyembunyikan sifat yang
buruk dan lebih menonjolkan sifat yang baik. Namun jangan terlalu lama memakai
wajah kedua itu. Rubahlah sifat buruk itu dan jangan disembunyikan. Maka kita
bisa bangga menunjukkan wajah asli kita yang sebenarnya.” Kak Farid makin
khusyuk memberi pelajaran hidup padaku malam ini.
“Benar juga tuh Kak, biasanya orang yang seperti itu akan
menjadi kesepian.” Ucapku.
“Ada-ada saja deh. Masuk yuk, kamu gak kedinginan di luar
gini.” Ajak Kak Farid.
“Hmm. Oke deh bos!” ucapku lalu kami berdua masuk ke rumah.
Hari ini lumayan dapat pencerahan dari Kak Farid. Jika aku
punya Kak Wina juga, lengkaplah kehidupanku ini. Hehehe!
Hari ini aku sangat bahagia sekali. Dan aku sangat bersyukur
Tuhan memberiku orang-orang terbaik dalam hidupku ini. Dan kali ini Arya…
Apakah Arya menyukaiku? Duh aku ge-er deh. Tapi aku mulai
mencintai sosok Arya. Aku harap Arya juga merasakan perasaan yang sama seperti
yang kurasakan ini. Aku telah jatuh cinta pada Arya, sang pangeran yang
kesepian.
Reni Love Arya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar