Part 14
Dilema Erni
Sore ini aku jalan-jalan ke mal bareng Erni dan Tuti. Erni
pingin cerita tentang orang yang menembaknya. Aku masih penasaran siapa yang
berani nembak Erni? Dia mesti melewati hadangan Tuti sebelum mendapatkan Erni.
Karena Itu Erni mau cerita ke Tuti.
Baru kali ini Erni terlihat agak hati-hati menanggapin cowok.
Apa Erni juga suka sama cowok itu?
Kami bertiga berjalan-jalan sambil membeli beberapa
aksesoris. Tuti gak beli apa-apa. Kebetulan dia hanya ingin mencetak beberapa
hasil jepretannya lewat kamera digitalnya. Tuti memang bergabung dengan klub
pers sekolah dan dia di bagian dokumentasi.
Akhirnya kami terhenti di sebuah café di sudut mall ini. Erni
memesan secangkir Coffe O’Latte dan Creps Strawberry. Tuti memesan The Botol
dan Kue sus, sedangkan aku hanya memesan Jus Alpukat saja. Aku tidak terlalu
lapar sih.
Aku dan Erni mulai mengecek aksesoris yang baru aja dibeli
sedangkan Tuti mulai sibuk memperhatikan hasil cetak fotonya. Kebanyakan
foto-foto Arya sih. Tuti masih menjalankan bisnis anehnya itu. Yaitu menjual
foto-foto Arya pada anak-anak SMP yang bakal jadi penerus fansklub Arya di SMA
nanti.
Memang anak-anak SMP sekarang sudah pada genit-genit semua.
Tapi mereka masih belum separah para Fansklub Arya sih.
“Eh, Ni! Udah cerita ke Tuti?” tanyaku.
“Belum nih, liat aja dia lagi sibuk tuh.” Jawab Erni.
“Memang siapa sih orangnya?” tanyaku sekali lagi.
Erni mendekat dan membisikkannya. Wajahnya kelihatan ragu dan
cemas namun akhirnya diapun membisikan nama itu.
Hah? Heru? Heru Hendrawan?
“Serius?” aku kaget, ternyata cowok yang nembak Erni adalah
Heru yang duduk di sebelah kanan Erni sendiri.
Erni mengangguk dan tampangnya terlihat agak kebingungan.
“Kapan?” tanyaku.
“Dua hari yang lalu.” Jawab Erni.
Heru Hendrawan memang sekelas terus denganku sejak kelas 1
dulu. Orangnya memang baik dan sejak pertama kenal dengannya, dia masih setia
dengan status jomblonya. Padahal kalau diperhatikan Heru cukup tampan juga loh.
Dia juga sama seperti Erni yang keturunan Tionghoa. Makanya kulitnya putih dan
kalau dipoles dikit Heru bisa terlihat sekeren boyband korea.
“Erni suka?” tanyaku.
Erni terdiam, matanya menerawang dan dia pun menghela nafas
panjang.
“Sejak tahun kemarin, yang Erni suka cuman Arya. Tapi, Arya
sosok yang gak bisa aku jangkau. Entahlah Ren! Aku bingung nih? Beberapa hari
ini dia baik banget sama Erni loh.” Jelas Erni.
Aku juga agak bingung mau bilang apa. Terpaksa deh sharing
pikiran dengan Tuti. “Tut! Gimana nih?”
“Hah? Apanya? Sori, aku lagi sibuk nih.” Jawabnya dengan
tatapan tetap lekat pada kertas foto dihadapannya.
“Erni sama Heru jadian. Gimana?” ucapku blak-blakan.
Erni tampak panik namun aku menggenggam tangannya dan
menenangkannya.
“Yah boleh silahkan.” Ucap Tuti masih dengan ekspresi yang
tadi. Menatap lekat pada Foto.
“Hah? Serius nih?” aku agak kaget dengan jawaban Tuti ini.
Tuti terdiam sejenak dan merenungkan kembali ucapanku tadi.
“APA? Erni kamu jadian sama Heru yah? GAK BOLEH!” Akhirnya
Tuti nyadar juga dengan ucapanku. Nah, inilah sosok Tuti yang sebenarnya.
“Kamu tuh masih polos, lugu…”
“Lucu, imut, mudah dibohongin dan belum kenal baik sama dia.”
Erni langsung melanjutkan ucapan Tuti.
Tuti emang kalo sedang emosi bawaannya cerewet. Seperti yang
sudah pernah kubilang. Tuti udah seperti Maminya erni kan?
“Dan lagi Heru itu kan…” Tuti menggantung kata-katanya. Dia
mencoba mencari kelemahan dan kejelekan dari Heru. Namun sepertinya tidak ada
hal yang bisa dijelek-jelekin dari Heru.
Dulu Erni selalu diwanti-wanti seperti ini sama Tuti. Raymond
itu kan orangnya kerempeng banget udah gitu katrok lagi. Anto itu kan jelek,
gak pantes jadian sama cewek cantik dan imut macam kamu. Elton tuh kan suka
ngerokok dan orangnya gak bener. Jangan mau sama dia. Wito itu playboy, dia gak
serius sama kamu. Deni kan pacaran sama Stella, dia cuman jadiin kamu
pelampiasan doang. Andre tuh orangnya emosian, gak cocok sama kamu.
Itulah komentar dahsyat Tuti pada cowok-cowok yang coba
deketin Erni. Dia memang blak-blakan dan memang Tuti pintar menilai cowok sih.
Tapi tak ada ketidaksempurnaan dalam diri Heru. Dari kelas dua hingga kelas
tiga Tuti sekelas dengan Heru. Akhirnya Tuti nyerah juga untuk mencari alasan.
“Emang gimana caranya kamu bisa kesambet sama Heru?” tanya
Tuti.
“Ng… ceritanya gini nih. Waktu jenguk Arya kan Erni datang
duluan. Trus digangguin ama Fansklub Arya. Diledekin udah gitu didorong-dorong
lagi. Mereka ngiri dan marah cuman gara-gara Erni duduk di belakangnya Arya.
Untung aja Heru datang. Kalo gak, aku mungkin udah dibikin malu di Rumah
sakit.” Jelas Erni.
“Cuma karena itu?” Tuti menekan.
“Besoknya lagi aku masih diganggu sama mereka. Trus Heru yang
nolongin. Akhir-akhir ini kita jarang jalan dan cerita bareng. Heru yang jadi
teman curhat aku selama ini. Dia enak diajak curhat dan sangat perhatian.”
Wajah Erni memerah saat menjelaskan.
Sepertinya Erni juga suka pada Heru tuh. So, gimana cara Mami
Tuti ngelarang sang buah hati yang udah gede begini?
“Trus gimana dengan Arya?” Tanya Tuti.
Oh ya, Arya. Aku jadi lupa kalau Erni itu kan maniak banget
sama cowok itu. Gimana yah responnya kalo Erni tahu aku sering berkirim pesan
lewat kertas dengan Arya?
“Arya… aku tahu aku gak akan bisa dapetin Arya. Dia pangeran
di hatiku makanya aku hanya bisa mengaguminya saja. Yang pantes untuk Arya tuh
seorang putri. Bukan rakyat jelata kayak aku.” Ucap Erni.
“Cieh, bahasanya Non! Bahasa sinetron banget!” ledek Tuti.
“Pasti karena sekarang hatinya udah milih Heru.” Aku ikutan
ngeledek.
“Ih, kalian ini! Gimana dong?”
Aku sih oke-oke saja Erni jadian sama Heru asal dia bisa jaga
diri. Lagian Heru orangnya baik kok. Aku menatap Tuti, dan Tuti pun seakan
mengerti maksud tatapanku.
“Kalo Erni emang suka. Yah mau gimana lagi.” Ucap Tuti.
Erni tampak senang dengan ucapan Tuti. “Ren! Kalo kamu?” Erni
balik nanya padaku.
“Apa sih yang nggak buat Erni!” ucapku.
Erni makin tersenyum bahagia. Erni memeluk aku dan Tuti. Aku
serasa seperti sosok kakak yang melepas kepergian adik aja. Waktu Erni dengan
kita bakalan berkurang. Tapi memang udah waktunya Erni menjalani masa-masa
cinta di SMA. Apalagi selama memakai seragam putih abu-abu ini, Erni belum
pernah pacaran. Dan di kelas 3 ini kesempatan bagi Erni untuk merasakannya.
Erni adalah sohibku sejak SMP dan sudah seperti saudara
bagiku. Gak terasa sudah 5 tahun persahabatan ini terjalin.
“Yah, daripada Erni ketularan virus centilnya fans Arya.”
Tambahku.
Aku dan Tuti tertawa penuh kemenangan. Sedangkan Erni tampak
kesal diledek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar