Selasa, 22 Mei 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 10)


Part 10
Kecelakaan Yang Romantis


Aku bosan dan bingung mau ngapain lagi. Dan akhirnya kuputuskan untuk lari sore mengitari kompleks. Sudah lama aku nggak olah raga nih. Terlalu sering belajar membuat otot-ototku kaku. Memang sih, dikit lagi Ujian Semester tinggal sebulan lagi dan setelah itu semester dua hanya belajar dua bulan untuk Ujian Akhir Nasional. Selain harus mempersiapkan otak dan mental, fisik pun harus tetap terjaga biar tidak drop.
Baru beberapa putaran di sekitar kompleks aku sudah kelelahan dan langkah kakiku mulai terasa berat. Akhirnya aku hanya berjalan kaki dengan langkah gontai. Menyesal deh tadi muternya jauh banget.

Di perempatan jalan aku tersentak kaget karena dari arah sebelah kanan sebuah sepeda melaju dan menabrakku.
“Hey! Hati-hati dong!”
Orang yang menabrakku gak ngerespon sama sekali ucapanku dan hanya sibuk membersihkan sweater birunya yang terkena debu jalanan. Aku perhatikan sepertinya orang ini ku kenal dari sosok belakangnya. Dia pun akhirnya membalikan badannya dan…
“ARYA?” aku tersentak.
“Reni?”
Hah? Arya ngerespon? tumben banget nih. Tapi, kok dua hari berturut-turut aku ketemu Arya terus di luar sekolah. Semalam di Mall, sekarang malah di kompleks.
“Hati-hati dong. Kakiku udah lemes gini malah di tabrak.”
“Iya. Maaf yah!” ucap Arya.
Hah? Oh My God. Arya ngerespon dan minta maaf.
“Kak Wina manggil makanya aku buru-buru pulang.” Jelas Arya.
“Oh!” aku hanya ber oh dan memakluminya. Aku pun berdiri dan mencoba berjalan tapi…
“ADUH!” Ternyata kakiku terkilir dan sakit bila digerakkan. Apalagi kakiku sudah terlalu lelah karena lari tadi.
“Kenapa Ren?” tanya Arya.
“Sepertinya terkilir waktu ketabrak tadi.” Jelasku.
“Wah, maaf banget yah!” Arya pun memegang kakiku dan mencoba memijat daerah yang kesakitan.
“Auoch! Sakit nih!” keluhku.
Arya memperhatikanku sejenak. “kamu… habis olah raga ya?” tanya Arya.
“Iya. Kok tau?” tanyaku heran.
“Baju mu agak basah dan betis mu keras. Sepertinya habis joging tanpa pemanasan kan?” lagi-lagi Arya bisa menebak seperti seorang dokter ahli aja dia.
Aku mengangguk dengan takjub.
Arya menghela napas panjang. Mungkin dia merasa bersalah padaku karena menabrak tadi atau karena merasa aneh denganku yang joging tanpa pemanasan.
Kebetulan di dekat kami ada kios kecil, Arya segera ke sana. “Tunggu di sini yah, jangan banyak gerak.”
Aku menurutinya dan duduk menunggunya. Selang beberapa menit Arya keluar dari kios tersebut sambil membawa sebuah kantong plastik hitam. Arya mengeluarkan es batu dan menempelkan ke kakiku tadi untuk meredam nyeri. Yah, Aku tahu teknik ini dari sang manejer tempo hari.
“Oh yah, haus kan? Nih Jus Mangga.” Ucap Arya sambil memberiku minuman kesukaanku itu.
Wah, Arya tahu darimana kalau aku sangat suka banget sama minuman ini. Apa diam-diam Arya menyelidiki tentang aku yah? Waduh, kok jadi ge er gini sih Ren? Ingat Reni, jangan terpedaya.
“Ini sebagai ganti yang waktu itu di pertandingan basket.” Jelas Arya.
“Oh. Makasih yah. Ternyata kamu bisa juga nunjukin perhatian.” Ucapku sambil cengar-cengir karena takut nyinggung.
“Sama-sama!” jawabnya singkat. Setelah itu kami jadi kaku lagi. Duh, padahal tadi udah bisa buat Arya agak terbuka. Bego banget sih aku ini.
“Oh ya, tahu gak masa sih Erni bilangnya gini ke aku… Waktu Arya minum jus bekasku, kan masih ada sisa bibirku di sedotannya. Makanya Erni bilangnya kalo kita udah ciuman secara gak langsung.” Celetukku mencoba memecahkan keheningan ini.
Arya terlihat agak kaget mendengar ucapanku tadi. Tapi dia nggak komentar apa-apa makanya jadi salting banget dan bingung mau ngomong apa lagi. Aku jadi berpikiran aneh-aneh lagi. Apa Arya menganggap gurauan Erni itu serius?
“Aku antar pulang deh.” Tawar Arya dengan nada agak mendesak.
“Tapi…” aku bingung antara mau menolak dan menerima tawarannya itu. “Oke deh!” akhirnya aku setuju aja. Peduli amat kalo nanti kepergok Fansklubnya.
Sepeda Arya memang model sepeda klasik dengan keranjang di depannya. Aku duduk di sadel dan Arya menuntunku sambil berjalan kaki. Sepanjang perjalanan aku sangat malu banget karena diperhatikan sama orang-orang.
“Arya, aku malu banget deh. Kayak anak kecil aja.” Keluhku.
Arya hanya diam dan tidak berkata apa-apa. Mungkin dia juga malu kali ya? Tapi terlihat sebuah senyuman di sudut bibirnya itu. Aku jadi agak tersipu.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan kami. Pintu terbuka dan sosok seorang cewek turun dari mobil itu. Dan ternyata dia adalah…
“Ternyata kalian sedang kencan yah?” ucap cewek itu dengan nada menggoda.
Gawat!!! Ternyata ada Kak Wina yang menyusul kami.
“AH! Nggak kok Kak!” ucapku panik.
Aku menyikut Arya biar dia bisa jelasin ke Kakaknya tapi dia hanya diam. Kalo dia diam gitu Kak Wina nanti mikirnya kita beneran jadian.
“Duh, mesra banget yah.” Kak Wina lagi-lagi ngeledek sambil menggombal.
Aku jadi salting. “Tadi aku lagi lari sore trus gak sengaja Arya nabrak. Kakiku terkilir deh Kak.” Jelasku.
“Kasihan! Tapi gak apa-apa kan Say?” tanya Kak Wina dengan penuh perhatian.
Aku memberikan anggukan sebagai jawaban iya. Kak Wina pun tersenyum lega.
“Biar Kakak anterin deh. Pake mobil kan lebih cepat.” Kak Wina menawarkan jasanya. Wah, Dia memang baik banget. Sangat berbeda jauh sifatnya dengan adiknya.
“Gak usah kak. Dikit lagi udah nyampe rumahku kok. Di ujung jalan itu rumahku.” Ucapku sambil menunjuk sebuah pertigaan jalan yang kira-kira jaraknya sekitar 200 meteran lah.
“Itu masih jauh loh. Arya tolong bantuin Reni naik ke mobil.” Kak Wina langsung memutuskan tanpa sungkan-sungkan.
“Oke Kak.”
Arya membopongku dan menuntunku masuk ke mobil Kakaknya. Kak Wina menyetir mobil sendirian sedangkan Arya nggak ikutan naik ke mobil karena dia lebih memilih naik sepeda.
“Langsung pulang ke rumah ya? Dan jangan kabur lagi dari les. Dikit lagi kan Aya udah mau ujian jadi kamu jangan kebanyakan main-main loh.” Kak Wina menceramahi Arya sesaat sebelum menyalakan mesin mobil.
“Iya iya. Maaf deh Kak!” Ucap Arya sambil tersenyum cengir.
Senyumannya memang mampu meredam amarah. Apalagi wajah babyface nya itu membuat orang-orang jadi luluh.
Sepertinya sore ini Arya ada les di rumahnya namun dia malah kabur dan pergi bermain basket. Dan karena itu Kak Wina marah dan nyuruh Arya balik ke rumah. Setelah itu dia malah nabrak aku di perempatan dan akhirnya disinilah aku berada. Kira-kira itulah analisis detektif Reni. Hehehe.
Kalo dibayangin lucu juga yah? Ternyata Arya kekanak-kanakan juga kalo di rumah. Ada sedikit jiwa pemberontak seperti kebanyakan cowok-cowok.
Mobil pun jalan meninggalkan Arya yang akan mengayuh sepedanya itu.
“Maaf yah Ren!” Arya meminta maaf sekali lagi.
“Iya gak apa-apa kok. Terima kasih juga udah nolongin.” Ucapku sebelum mobil berjalan jauh meninggalkan Arya.
Kami berdua saling melempar senyuman. Kak Wina memberikan tanda selamat tinggal dengan sebuah klakson. Dan mobil pun melaju perlahan. Aku melihat dari balik kaca spion mobil, sosok Arya yang mengayuh sepeda berlawanan arah dengan kami. Aku terus memandanginya hingga Arya pun menghilang dari pandangan karena berbelok arah.
Namun ternyata ada yang memperhatikanku sejak tadi dengan senyuman usil plus gombal. Aku jadi salah tingkah dan lagi-lagi wajahku memerah. Aku hanya tertunduk malu dan gak berani bicara apa-apa.
“Reni suka Aya?” tanya Kak Wina spontan.
Aku terkaget dan hanya menggeleng. Aku hanya mengaguminya namun belum menyukainya sebagai seorang pacar. Kak Wina hanya tersenyum menanggapi jawabanku.
“Bercanda aja kok Ren! Kamu lucu deh. Mukamu sampai merah tuh.” Kak Wina menggombal.
Aku makin dibuat malu sama Kak Wina dan aku makin berdebar-debar. Sepertinya dianterin Arya dengan sepeda lebih baik daripada digodain terus sama Kak Wina.

  

Malam ini aku jadi kepikiran kejadian tadi. Mulai dari kejadian tadi pagi saat dia mulai memelas. Kemudian sore tadi saat dia menolongku, mengobati kakiku yang terkilir, mengantarku layaknya seorang putri. Seharian ini Arya terus terbayang dalam pikiranku. Ternyata ada sisi lain Arya. Ternyata dia gak secuek itu. Ternyata dia itu baik banget. Ternyata dia care dan perhatian.
Tapi… aku gak mau terlena dan merasa ge er dengan sisi lainnya itu. Namun jujur aja, sepertinya aku sudah merasa ada perasaan padanya.
Kak Wina cerita banyak tentang Arya selama di perjalanan tadi. Arya ternyata di rumah Arya itu manja banget sama Kak Wina. Dia memang tertutup sama orang lain tapi kalau sama Kak Wina dia terbuka dan suka cerita banyak hal ke dia.
Aku jadi ngebayangin sosok Arya versi cerita Kak Wina. Oh Tuhan, Aku ingin mengenalnya lebih dekat lagi. Aku ingin melihat sisi lain Arya. Mungkin masih ada sesuatu dari dirinya yang disembunyikan dengan sikap cueknya itu. Apakah aku ini mulai menaruh harapan dan suka padanya? Yah seperti lagu itu… Accidently in Love.
Aku jadi gak sabar menanti hari esok dan bertemu lagi dengan Arya. Goodnight Ren!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar