Part 5
Sebuah Tawaran
Mimpi apa ya aku sampai bisa kedatangan Arya. Bahkan bisa bercakap-cakap
tanpa canggung. Hari ini terasa begitu indah, langkahku pun lebih ringan dan
udara terasa sejuk, walaupun kendaraan-kendaraan mulai memenuhi jalanan dengan
polusinya.
Setibanya di depan gerbang sekolah, lagi-lagi aku dihadang
oleh dua orang cewek. Tapi, kali ini bukan Siti atau Mala. Sepertinya anggota
fans klub Arya yang lain. Apa di rumahku ada mata-matanya ya? Bagaimana mereka
tahu kalo Arya kemarin datang?
“Hi!” sapa salah seorang cewek. Ia memiliki wajah cantik
dengan make up minimalis dan memegang setumpuk kertas.
“Hi!” jawabku agak ragu.
“Kamu Reni kan ?”
tanya cewek itu mencoba memastikan.
Aku mengangguk. Sudah dua hari berturut-turut aku mendapat
pertanyaan seperti ini, di tempat dan waktu yang sama pula.
“Bisa ikut kita? Masih ada waktu kan ?” ajaknya lalu menarik tanganku tanpa
mendengar dulu jawabanku.



Dan… disinilah aku. Sebuah ruang kelas kosong yang biasanya
dipakai buat kegiatan ekskul atau tempat rapatnya anak-anak klub kesenian. Kini
tempat itu dipinjam sementara oleh fansclub Arya untuk diadakan sidang,
sepertinya begitu…
Aku duduk di sebuah kursi dan dikelilingi oleh empat orang
cewek-cewek yang sedang menatap lekat padaku. Seperti seorang detektif yang
sedang menginterogasi tersangka di ruang gelap penuh asap rokok yang mengepul
memenuhi udara. Bedanya dengan kondisiku, adalah mereka bukan polisi dan
ruangan ini tidak semengerikan dengan ruang interogasi. Malah ruangannya sangat
cantik dipenuhi barang-barang seni.
Cewek yang mengajakku tadi, menaruh selembar kertas di atas
meja di hadapanku. “Baca!” ucapnya sambil tersenyum. Aku jadi bingung dia mau
meneror aku atau apa sih.
Akupun nurut aja. Aku mendekatkan wajahku pada meja dan mulai
membacanya. Ternyata kertas ini adalah sebuah formulir pendaftaran jadi anggota
fansclub Arya. Apa maksud mereka ngajakin aku gabung sama mereka. Kirain aku
adalah black list bagi mereka.
“Apaan nih?” tanyaku mencoba meminta penjelasan.
“Kamu sudah tau kan ?
Gak perlu telmi gitu. Aku Shinta, ketua fansclub Arya. Kalo masih bingung, kamu
boleh pikir-pikir dulu. Nggak usah terlalu buru-buru.” Ucapnya, masih tetap
dengan senyumannya.
Kayaknya nih orang memang murah senyum. Beda banget dengan
pandanganku mengenai orang-orang yang jadi anggota fansclub ini. Ternyata ketua
klubnya nggak sewot dan berdandan menor seperti Mala, Helen dan sebangsanya.
“Sudah bel tuh. Kamu boleh balik ke kelas. Ingat! Pikir
masak-masak ya?” ucapnya.
Aku pun segera beranjak menuju ruang kelasku. Di sana Arya sudah datang
duluan dan sedang duduk melamun. Sepertinya dia ngedengarin nasihatku kemarin
untuk nggak tidur di kelas. Dia menatapku saat aku sedang berjalan menuju
bangku ku. Beda banget dengan kemarin-kemarin. Kulihat sedikit senyuman
terlintas di wajahnya saat pandangan kami beradu. Akupun membalas senyumannya.
Aku teringat kejadian barusan soal pendaftaran. Kira-kira
kalo Arya tahu aku ikut kayak gitu apa pendapatnya ya? Apa nanti dia pikir aku
sama aja dengan cewek norak yang selama ini mengelu-elukan dia?



Setelah memikirkan masak-masak, bahkan sampai hangus, aku
memutuskan nggak akan mendaftar menjadi anggota fansclub Arya. Yup, aku harus
memulangkan formulir ini dan menolaknya dengan tegas.
Aku berjalan melewati lorong-lorong panjang menuju ke gedung
belakang. Cukup jauh juga jarak dari kelasku ke ruangan klub seni. Sekolahku
terdiri dari tiga buah gedung utama dan sebuah gedung aula. Gedung pertama
adalah gedung utama memiliki tiga lantai berisi kantor, ruang guru, ruang
kepala sekolah, ruang tata usaha, lab komputer dan lab bahasa. Gedung kedua terletak
di sebelah kanan gedung utama. Geduang kedua merupakan gedung terluas dengan
empat lantai. Di sinilah berisi kelas-kelas yang berjumlah sekitar 28 ruang
kelas plus lab matematika & fisika. Kebanyakan kelas-kelas dihuni oleh
siswa kelas 1, 3 dan sebagian kelas 2. Gedung ketiga terletak di belakang
gedung utama. Besar gedungnya pun nggak jauh beda dengan gedung utama.
Berlantai tiga dan berisi ruang lab kimia, matematika, fisika, biologi,
perpustakaan dan sebagian kelas 2. Di gedung ini terdapat beberapa kelas kosong
yang digunakan sebagai ruangan kegiatan klub. Di sinilah aku berada, lantai dua
berlorong panjang dengan ruangan kelas di kiri dan kanan.
Jantungku masih berdebar-debar bukan karena gugup atau takut,
tapi karena kecapaian saking jauhnya nih tempat.
Aku membuka pintu bertuliskan Klub Seni. Aku melirik kiri
kanan, hanya ada Helen yang sedang duduk menuliskan sesuatu. Sedang apa Helen
di sini, pikirku.
“Cari siapa Ren?” tanya Helen begitu menyadari kehadiranku.
“Shinta ada?” tanyaku.
“Belom datang. Biasanya jam segini sih sudah ada.” Jelasnya.
“Oh, kamu ngapain di sini?” tanyaku lagi.
“Aku anggota Fansklub Arya. Kamu mau gabung? Asyik loh.” Ajak
Helen.
Aku ingat sekarang, Erni pernah bilang kalo Helen tuh
pangkatnya sekertaris di fansklub Arya.
“Justru itu, tadi siang aku ditawari sama si Shinta untuk
jadi anggota tapi… kayaknya gak deh. Masih banyak kesibukan lain yang menunggu.
Apalagi sekarang sudah kelas 3. Sedikit lagi mau ikutan bimbel jadi aku bakalan
gak punya banyak waktu untuk urusan ekskul atau klub.” Jelasku supaya Helen
mengerti situasiku saat ini.
Sebenarnya sih, males banget gabung sama cewek-cewek centil
yang semuanya mengagumi satu orang cowok super cuek.
“Oh, aku ngerti kok Ren!” ucap Helen.
“Maaf ya, Helen! Tapi makasih yah buat Shinta yang udah mau
ngajakin aku gabung.” Ucapku.
Aku pun meninggalkan ruangan itu dengan penuh kelegaan. Dan
kuharap gak bakal balik lagi ke ruang itu.
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar