Kamis, 10 Mei 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 7)


Part 7
Tragedi Jus Mangga


Keesokan paginya…
“RENIIII” suara teriakan Erni memecah ketika aku baru aja turun dari angkot.
“Erni? Ada apa!” aku heran, pagi-pagi gini Erni sudah pasang tampang juteknya.
“Ren! Kamu kok tega banget sih ninggalin aku sendirian.” Protes Erni.
“Habisnya kamu sih. Udah capek-capek manggil malah keasyikan nonton.” Ucapku.
“Tapi, kenapa kemarin kamu ngasih minuman ke Arya. Nyari perhatian ya?” Erni seakan menginterogasiku. Aku hanya tertawa nanggepin ucapannya. Sepertinya Erni cemburu.
“Sebenarnya gini, kemarin tuh Arya yang minta minuman itu. Waktu itu aku udah beli dua minuman. Jus Mangga punyaku dan juga soda pesanan kamu.” jelasku.

“Trus?” Erni tampak penasaran.
“Tenang aja, yang diminum Arya itu bukan soda punyamu. Aku masih nyimpen soda kesukaanmu itu. Nih?”
Tampang jutek Erni pun berubah setelah luluh dengan sebotol soda. “Makasih! Ren, tahu gak kemarin tuh cewek-cewek pada sewot sama kamu loh.” Erni mulai melapor.
“Iya aku tahu kok. Kemarin habis dipelototin terus sama fansnya si Arya. Nanti bakal copot tuh mata kalo’ melototnya kayak gitu.” Aku menanggapi dengan ledekan.
“he-em! bener banget. Dasar cewek jelous! Centil banget lagi. Kemarin gaya mereka tuh sok banget loh.” timpal Erni.
“Awas yah kalo kedengaran sama mereka. Aku gak ikut-ikutan ya kalo kamu di demo sama mereka. Cewek-cewek sekarang sadis loh!” aku mengancam tapi setengah bercanda sih.
Tampang Erni pun mulai pucat. Wajahnya mulai memerah dan terlihat cemas.
“Hahaha!” aku sampai tertawa terbahak-bahak melihat tingkah polosnya.
Dasar Erni, gitu aja kok dipikirin sih. Sahabatku satu nih memang polos dan lugu. Makanya aku dan Tuti paling senang mengerjainya. Kadang-kadang Erni jadi pelampiasan keegoisan kami. Yah, dijadiin kambing hitam lah. Namun Erni selalu memaafkan dan melupakan segala kajahilan kami berdua.
Tampang pucat Erni mulai berubah menjadi tampang kesal. Kayaknya dia udah sadar kalo sedang digoda. “Peace!” Aku hanya cengar-cengir memperlihatkan wajah tak berdosaku. Maaf ya Er! Hihihi!
Tuti pun datang. Dan kami bertiga kompak jalan menuju ruang kelas kami. Aku memang butuh Tuti sebagai pengawal ku hari ini.
Sejak peristiwa kemarin aku menjadi cemas oleh para fans Arya. Jangan sampai mereka berbuat sesuatu yang berlebihan padaku. Untung aja aku punya Tuti yang bisa diandalkan kalo soal hajar-menghajar. Ups, sadis amat nih.

  

“Ren, memangnya kemarin ada kejadian apaan sih?” Tanya Tuti.
“Emangnya kenapa?” aku heran kenapa tiba-tiba Tuti nanyain itu.
“Dari tadi kayaknya banyak banget cewek-cewek yang liatin kamu dengan tampang serem.” Jelas Tuti.
Aku dan Erni hanya menahan tawa kami dengan mulut. Tuti malah makin curiga dan tampangnya udah mulai serem tanda dia minta jawaban.
Aku meminum es teh pesananku sebelum keburu gak dingin lagi.
“Kemarin Reni kepalanya kebentur bola pas pertandingan basket.” Erni mulai angkat suara sebelum Tuti ngamuk karena penasaran.
“Trus?” Tanya Tuti.
“Karena kejadian itu, Reni diangkut ke bangku pemain cadangan. Nah pas di sana Arya ikutan duduk lalu mereka berdua mesra-mesraan deh.”
“BUKK!” aku langsung menjitak kepala Erni yang mulai cerita aneh-aneh. Dasar si Miss gossip.
Erni meringis kesakitan sambil memegang kepalanya sedangkan pandangan Tuti mulai menatap tajam padaku.
“hehehe! Erni bohong tuh!” ucapku karena takut ditanya macam-macam sama si Tuti.
“habisnya Reni gak mau certain sih!” Erni membela diri.
Kini Wajah Tuti dan Erni tampak memelas mohon penjelasan dariku. Meskipun aku nunjukkin tampang bête mereka tetap aja ngotot.
Akhirnya aku pun menceritakan kejadian kemarin secara detail dan terperinci sama mereka berdua.
“Hah! Ren, kamu jahat banget deh!” tiba-tiba saja Erni nyeluduk mengeluh padahal ceritaku belum selesai.
“Memang apanya yang jahat?” protesku.
“Kamu gak nyadar juga yah? Itu namanya ciuman gak langsung!” ucapan Erni membuatku dan Tuti terkejut dan heran.
“Maksudnya?” tanyaku.
“Kamu kan udah minum jus jambu itu dikit kan? Nah, artinya masih ada jejak bibir mu di sedotan. Trus si Arya nyeluduk minum tanpa ganti sedotan gitu. Itu namanya ciuman tidak langsung! Dan aku gak rela kalo Arya digituin sama sahabatku sendiri.” Erni merajuk dengan tampang ngambeknya yang polos itu.
Tuti langsung menjitak kepala Erni sementara aku langsung terbahak-bahak mendengar penjelasan kekanak-kanakannya si Erni.
Dasar anak manja, masa sih dia lebih gak rela Arya dicium daripada sahabatnya sendiri di kerjain. Kalo bukan Erni sudah pasti aku udah pecat jadi sohib. Namun, aku sudah tahu sifatnya memang kayak gitu. Polos, lugu, kekanak-kanakan, ngambekan namun Erni pasti cepat reda kalo marah dan balik lagi ke Erni yang baik hati namun centil.
Erni malah menangis meraung dengan gaya kekanak-kanakannya setelah kena jedor tangan Tuti si pemilik ban hitam karate plus diketawain olehku. Aku jadi iba dan gak tega.
“Cup cup cup. Aku traktir soda deh.” Ucapku untuk menenangkannya.
Erni masih tertunduk sambil menyeka matanya yang gak ada air matanya itu dengan tangannya yang mengepal. Persis seperti gaya nangisnya karakter di komik-komik.
“Gak mau! Maunya soda yang udah diminum dikit sama Arya” Erni ngelunjak.
“Ya ampun non. Aneh deh kamu?” Tuti hanya geleng-geleng kepala.
“Tapi soda yang kemarin sempat dipegang sama Arya loh. Bahkan Arya nempelin di tangannya untuk ngilangin nyeri.” Aku berusaha menghiburnya meskipun sedikit bohong.
Kepala Erni langsung tegak dan wajah sumringah mulai nampak. “Beneren nih?” ucapnya dengan penuh semangat.
“He em” Aku mengangguk.
“Emang botol soda bisa ngilangin nyeri?” tanya Tuti.
“Kan biasanya atlet suka kayak gitu kan? Nempelin benda dingin untuk menghilangkan nyeri atau sakit. Kemarin aja pas aku kejedot bola, manejer basketnya ngasih aku handuk yang udah dilapisin es buat ngilangin nyerinya.” Jelasku.
“Kalo gitu botol soda ini gak akan aku buang seumur hidupku.” Ucap Erni sambil memeluk botol soda itu bagaikan anak kecil yang lagi meluk boneka.
Aku dan Tuti hanya bisa geleng-geleng kepala. Tuti bahkan memegang dahi Erni dan mengecek apakah panas atau nggak. Kasihan, sahabat kami otaknya udah rada miring dikit.
Bel tanda istirahat pun berbunyi dan kami bertiga berjalan bareng masuk ke kelas. Untuk sementara Tuti dan Erni harus jadi bodyguardku karena setelah tragedi jus mangga saat pertandingan basket kemarin, telah membuat pernyataan perang kepadaku berkumandang.

  

Seperti biasanya di kelas Arya tertidur saat istirahat. Dan dia kayaknya gak nyadar kalo bel tanda berakhirnya istirahat udah selesai. Arya masih tertidur dengan polos bagaikan bayi. Tampang baby face nya itu bikin aku kepingin nyubit pipinya.
“Arya?” aku mengguncang-guncangkan bahunya untuk membangunkannya.
Arya pun terbangun dan menatapku dengan bingung. Entah mengapa mataku menatap bibirnya itu dan aku jadi teringat cerita Erni tentang ciuman tidak langsung tadi. Aku jadi ngabayangin gimana yah jika aku dan Arya berciuman beneran? Jantungku tiba-tiba berdebar-debar dan sepertinya wajahku memerah karena malu.
Astaga kok aku malah mikir jorok begini. Aku menjitak kepalaku sendiri untuk menyadarkanku dari lamunan ngeyel tadi. Arya jadi heran dan makin lekat menatapku. Aku jadi salah tingkah dan mengungsi ke bangku belakang bersama Tuti dan Erni. Sepertinya aku harus menstabilkan emosiku dulu sebelum pelajaran di mulai.
Di saat aku sedang duduk tenang gitu tiba-tiba saja seorang cewek datang kepadaku dengan gaya angkuh dan judes. Yah, dia adalah Mala si cewek menor yang baru-baru ini jutekin aku karena belajar bareng sama Arya. Mala anggota Fansclub Arya, bahkan menjabat sebagai bendahara itu datang dengan dikawal dua orang cewek menor lainnya.
“Pulang nanti klub kami mau sidang. Dan sebagai tersangka kamu harus datang.” Ucapnya dengan nada mengancam.
Tuti kelihatan gak suka dengan sikap Mala kepadaku dan sepertinya dia akan mengamuk. Tapi aku segera menahannya sebelum pertumpahan darah terjadi. Aku hanya diam menanggapi ucapannya.
“Awas yah kalo kamu gak datang!” ancamnya lalu pergi meninggalkan kelas.
Dengan gaya angkuh mereka berjalan meninggalkan kelas dan saat melewati bangku Arya, gaya mereka berubah jadi sopan dan senyuman palsu pun ditebarkan pada Arya.
Tuti masih geram dan terus mengumpat cewek tadi. Sementara Erni terlihat ketakutan sambil memeluk botol soda tadi.
“Disimpen aja botolnya Ni? Gak capek yah megang botol itu dari tadi.” Aku mencoba tidak memikirkan ucapan Mala tadi dengan mengajak bicara Erni yang masih ketakutan.
“Nggak ah.” Ucap Erni.
“Untung tadi mereka gak tahu kalo botol itu pernah kesentuh sama si pangeran. Seandainya mereka tahu, mungkin botol itu ikut di sita ya?” Tuti ikut nimbrung.
“Hah? Nggak akan! Meski aku takut, aku gak akan nyerahin botol ini. Sampai mati pun gak akan aku serahkan.” Erni terlihat panik dan makin erat memeluk botol itu.
Aku takjub dan terkesima dengan Erni. Cinta memang mampu menghapus sisi lemah dalam diri seseorang menjadi sebuah kekuatan. Namun untuk kasus Erni ini, aku hanya bisa geleng-geleng dan tertawa.
“Dasar Erni! Oh ya Ren, mending bentar kamu gak usah datang aja ke acara mereka. Sampai bikin acara persidangan segala. Apa tuh orang gak ada kerjaan yah? Dikit lagi kan mau ujian nasional, coba belajar kek atau ngelakuin apa kek gitu!” Tuti mulai sewot.
“Wah wah! Barusan aku denger kata-kata bagus keluar dari Tuti nih!” aku meledek dan Erni pun ikut tertawa.
“Yeh, bukannya suport malah  ketawa.” Ucap Tuti kesal dan pundakku juga Erni menjadi pelampiasan kekesalannya.
“Auch! Sakit nih!” Erni meringis dan membalas dengan cubitan.
Aku juga kesakitan sih tapi gak ikutan nyubit ah, nanti malah perang deh. Sebaiknya aku memikirkan nasibku sendiri setelah ini. Gimana jika gak ada Tuti? Gimana jika Erni sendirian dan dijahilin para fansclub hanya karena Erni deket sama aku? Ya Allah, tolonglah hambamu ini!!!
“Ren, gak usah datang aja. Biar nanti aku yang jelasin ke mereka.” Suara Helen membuyarkan pikiran cemasku tadi.
“Helen?” aku menatap takjub padanya.
“Aku tadi dengar kok ucapan si Mala. Dan aku juga kemarin mengerti dan tahu kok kondisi kamu. Kemarin itu kamu memang gak sengaja kan?” jelas Helen.
Aku mengangguk dan menatapnya dangan tatapan haru. Sepertinya doaku barusan kontan di balas sama Tuhan. Dan Helen is the hero of this situation.
“Tragedi jus Mangga itu yah?” tanya erni dengan polos.
Aku, Tuti dan juga Helen langsung menatap lekat padanya. Nyalinya pun menciut padahal tadi sisi kuatnya yang ingin melindungi botol itu udah muncul.
To Be Continued... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar