Part 7
Tragedi Jus Mangga
Keesokan paginya…
“RENIIII” suara teriakan Erni memecah ketika aku baru aja
turun dari angkot.
“Erni? Ada apa!” aku heran, pagi-pagi gini Erni sudah pasang
tampang juteknya.
“Ren! Kamu kok tega banget sih ninggalin aku sendirian.”
Protes Erni.
“Habisnya kamu sih. Udah capek-capek manggil malah keasyikan
nonton.” Ucapku.
“Tapi, kenapa kemarin kamu ngasih minuman ke Arya. Nyari
perhatian ya?” Erni seakan menginterogasiku. Aku hanya tertawa nanggepin
ucapannya. Sepertinya Erni cemburu.
“Sebenarnya gini, kemarin tuh Arya yang minta minuman itu.
Waktu itu aku udah beli dua minuman. Jus Mangga punyaku dan juga soda pesanan
kamu.” jelasku.
“Trus?” Erni tampak penasaran.
“Tenang aja, yang diminum Arya itu bukan soda punyamu. Aku
masih nyimpen soda kesukaanmu itu. Nih?”
Tampang jutek Erni pun berubah setelah luluh dengan sebotol
soda. “Makasih! Ren, tahu gak kemarin tuh cewek-cewek pada sewot sama kamu
loh.” Erni mulai melapor.
“Iya aku tahu kok. Kemarin habis dipelototin terus sama
fansnya si Arya. Nanti bakal copot tuh mata kalo’ melototnya kayak gitu.” Aku
menanggapi dengan ledekan.
“he-em! bener banget. Dasar cewek jelous! Centil banget lagi.
Kemarin gaya mereka tuh sok banget loh.” timpal Erni.
“Awas yah kalo kedengaran sama mereka. Aku gak ikut-ikutan ya
kalo kamu di demo sama mereka. Cewek-cewek sekarang sadis loh!” aku mengancam
tapi setengah bercanda sih.
Tampang Erni pun mulai pucat. Wajahnya mulai memerah dan
terlihat cemas.
“Hahaha!” aku sampai tertawa terbahak-bahak melihat tingkah
polosnya.
Dasar Erni, gitu aja kok dipikirin sih. Sahabatku satu nih
memang polos dan lugu. Makanya aku dan Tuti paling senang mengerjainya.
Kadang-kadang Erni jadi pelampiasan keegoisan kami. Yah, dijadiin kambing hitam
lah. Namun Erni selalu memaafkan dan melupakan segala kajahilan kami berdua.
Tampang pucat Erni mulai berubah menjadi tampang kesal.
Kayaknya dia udah sadar kalo sedang digoda. “Peace!” Aku hanya cengar-cengir
memperlihatkan wajah tak berdosaku. Maaf ya Er! Hihihi!
Tuti pun datang. Dan kami bertiga kompak jalan menuju ruang
kelas kami. Aku memang butuh Tuti sebagai pengawal ku hari ini.
Sejak peristiwa kemarin aku menjadi cemas oleh para fans Arya.
Jangan sampai mereka berbuat sesuatu yang berlebihan padaku. Untung aja aku
punya Tuti yang bisa diandalkan kalo soal hajar-menghajar. Ups, sadis amat nih.



“Ren, memangnya kemarin ada kejadian apaan sih?” Tanya Tuti.
“Emangnya kenapa?” aku heran kenapa tiba-tiba Tuti nanyain
itu.
“Dari tadi kayaknya banyak banget cewek-cewek yang liatin
kamu dengan tampang serem.” Jelas Tuti.
Aku dan Erni hanya menahan tawa kami dengan mulut. Tuti malah
makin curiga dan tampangnya udah mulai serem tanda dia minta jawaban.
Aku meminum es teh pesananku sebelum keburu gak dingin lagi.
“Kemarin Reni kepalanya kebentur bola pas pertandingan
basket.” Erni mulai angkat suara sebelum Tuti ngamuk karena penasaran.
“Trus?” Tanya Tuti.
“Karena kejadian itu, Reni diangkut ke bangku pemain
cadangan. Nah pas di sana Arya ikutan duduk lalu mereka berdua mesra-mesraan
deh.”
“BUKK!” aku langsung menjitak kepala Erni yang mulai cerita
aneh-aneh. Dasar si Miss gossip.
Erni meringis kesakitan sambil memegang kepalanya sedangkan pandangan
Tuti mulai menatap tajam padaku.
“hehehe! Erni bohong tuh!” ucapku karena takut ditanya
macam-macam sama si Tuti.
“habisnya Reni gak mau certain sih!” Erni membela diri.
Kini Wajah Tuti dan Erni tampak memelas mohon penjelasan
dariku. Meskipun aku nunjukkin tampang bête mereka tetap aja ngotot.
Akhirnya aku pun menceritakan kejadian kemarin secara detail
dan terperinci sama mereka berdua.
“Hah! Ren, kamu jahat banget deh!” tiba-tiba saja Erni
nyeluduk mengeluh padahal ceritaku belum selesai.
“Memang apanya yang jahat?” protesku.
“Kamu gak nyadar juga yah? Itu namanya ciuman gak langsung!”
ucapan Erni membuatku dan Tuti terkejut dan heran.
“Maksudnya?” tanyaku.
“Kamu kan udah minum jus jambu itu dikit kan? Nah, artinya
masih ada jejak bibir mu di sedotan. Trus si Arya nyeluduk minum tanpa ganti
sedotan gitu. Itu namanya ciuman tidak langsung! Dan aku gak rela kalo Arya
digituin sama sahabatku sendiri.” Erni merajuk dengan tampang ngambeknya yang
polos itu.
Tuti langsung menjitak kepala Erni sementara aku langsung
terbahak-bahak mendengar penjelasan kekanak-kanakannya si Erni.
Dasar anak manja, masa sih dia lebih gak rela Arya dicium
daripada sahabatnya sendiri di kerjain. Kalo bukan Erni sudah pasti aku udah
pecat jadi sohib. Namun, aku sudah tahu sifatnya memang kayak gitu. Polos,
lugu, kekanak-kanakan, ngambekan namun Erni pasti cepat reda kalo marah dan
balik lagi ke Erni yang baik hati namun centil.
Erni malah menangis meraung dengan gaya kekanak-kanakannya
setelah kena jedor tangan Tuti si pemilik ban hitam karate plus diketawain
olehku. Aku jadi iba dan gak tega.
“Cup cup cup. Aku traktir soda deh.” Ucapku untuk
menenangkannya.
Erni masih tertunduk sambil menyeka matanya yang gak ada air
matanya itu dengan tangannya yang mengepal. Persis seperti gaya nangisnya
karakter di komik-komik.
“Gak mau! Maunya soda yang udah diminum dikit sama Arya” Erni
ngelunjak.
“Ya ampun non. Aneh deh kamu?” Tuti hanya geleng-geleng
kepala.
“Tapi soda yang kemarin sempat dipegang sama Arya loh. Bahkan
Arya nempelin di tangannya untuk ngilangin nyeri.” Aku berusaha menghiburnya
meskipun sedikit bohong.
Kepala Erni langsung tegak dan wajah sumringah mulai nampak.
“Beneren nih?” ucapnya dengan penuh semangat.
“He em” Aku mengangguk.
“Emang botol soda bisa ngilangin nyeri?” tanya Tuti.
“Kan biasanya atlet suka kayak gitu kan? Nempelin benda
dingin untuk menghilangkan nyeri atau sakit. Kemarin aja pas aku kejedot bola,
manejer basketnya ngasih aku handuk yang udah dilapisin es buat ngilangin
nyerinya.” Jelasku.
“Kalo gitu botol soda ini gak akan aku buang seumur hidupku.”
Ucap Erni sambil memeluk botol soda itu bagaikan anak kecil yang lagi meluk
boneka.
Aku dan Tuti hanya bisa geleng-geleng kepala. Tuti bahkan
memegang dahi Erni dan mengecek apakah panas atau nggak. Kasihan, sahabat kami
otaknya udah rada miring dikit.
Bel tanda istirahat pun berbunyi dan kami bertiga berjalan
bareng masuk ke kelas. Untuk sementara Tuti dan Erni harus jadi bodyguardku
karena setelah tragedi jus mangga saat pertandingan basket kemarin, telah
membuat pernyataan perang kepadaku berkumandang.



Seperti biasanya di kelas Arya tertidur saat istirahat. Dan
dia kayaknya gak nyadar kalo bel tanda berakhirnya istirahat udah selesai. Arya
masih tertidur dengan polos bagaikan bayi. Tampang baby face nya itu bikin aku
kepingin nyubit pipinya.
“Arya?” aku mengguncang-guncangkan bahunya untuk
membangunkannya.
Arya pun terbangun dan menatapku dengan bingung. Entah
mengapa mataku menatap bibirnya itu dan aku jadi teringat cerita Erni tentang
ciuman tidak langsung tadi. Aku jadi ngabayangin gimana yah jika aku dan Arya
berciuman beneran? Jantungku tiba-tiba berdebar-debar dan sepertinya wajahku
memerah karena malu.
Astaga kok aku malah mikir jorok begini. Aku menjitak
kepalaku sendiri untuk menyadarkanku dari lamunan ngeyel tadi. Arya jadi heran
dan makin lekat menatapku. Aku jadi salah tingkah dan mengungsi ke bangku
belakang bersama Tuti dan Erni. Sepertinya aku harus menstabilkan emosiku dulu
sebelum pelajaran di mulai.
Di saat aku sedang duduk tenang gitu tiba-tiba saja seorang
cewek datang kepadaku dengan gaya angkuh dan judes. Yah, dia adalah Mala si
cewek menor yang baru-baru ini jutekin aku karena belajar bareng sama Arya.
Mala anggota Fansclub Arya, bahkan menjabat sebagai bendahara itu datang dengan
dikawal dua orang cewek menor lainnya.
“Pulang nanti klub kami mau sidang. Dan sebagai tersangka
kamu harus datang.” Ucapnya dengan nada mengancam.
Tuti kelihatan gak suka dengan sikap Mala kepadaku dan
sepertinya dia akan mengamuk. Tapi aku segera menahannya sebelum pertumpahan
darah terjadi. Aku hanya diam menanggapi ucapannya.
“Awas yah kalo kamu gak datang!” ancamnya lalu pergi
meninggalkan kelas.
Dengan gaya angkuh mereka berjalan meninggalkan kelas dan
saat melewati bangku Arya, gaya mereka berubah jadi sopan dan senyuman palsu
pun ditebarkan pada Arya.
Tuti masih geram dan terus mengumpat cewek tadi. Sementara
Erni terlihat ketakutan sambil memeluk botol soda tadi.
“Disimpen aja botolnya Ni? Gak capek yah megang botol itu
dari tadi.” Aku mencoba tidak memikirkan ucapan Mala tadi dengan mengajak
bicara Erni yang masih ketakutan.
“Nggak ah.” Ucap Erni.
“Untung tadi mereka gak tahu kalo botol itu pernah kesentuh
sama si pangeran. Seandainya mereka tahu, mungkin botol itu ikut di sita ya?”
Tuti ikut nimbrung.
“Hah? Nggak akan! Meski aku takut, aku gak akan nyerahin
botol ini. Sampai mati pun gak akan aku serahkan.” Erni terlihat panik dan
makin erat memeluk botol itu.
Aku takjub dan terkesima dengan Erni. Cinta memang mampu
menghapus sisi lemah dalam diri seseorang menjadi sebuah kekuatan. Namun untuk
kasus Erni ini, aku hanya bisa geleng-geleng dan tertawa.
“Dasar Erni! Oh ya Ren, mending bentar kamu gak usah datang
aja ke acara mereka. Sampai bikin acara persidangan segala. Apa tuh orang gak
ada kerjaan yah? Dikit lagi kan mau ujian nasional, coba belajar kek atau
ngelakuin apa kek gitu!” Tuti mulai sewot.
“Wah wah! Barusan aku denger kata-kata bagus keluar dari Tuti
nih!” aku meledek dan Erni pun ikut tertawa.
“Yeh, bukannya suport malah
ketawa.” Ucap Tuti kesal dan pundakku juga Erni menjadi pelampiasan
kekesalannya.
“Auch! Sakit nih!” Erni meringis dan membalas dengan cubitan.
Aku juga kesakitan sih tapi gak ikutan nyubit ah, nanti malah
perang deh. Sebaiknya aku memikirkan nasibku sendiri setelah ini. Gimana jika
gak ada Tuti? Gimana jika Erni sendirian dan dijahilin para fansclub hanya
karena Erni deket sama aku? Ya Allah, tolonglah hambamu ini!!!
“Ren, gak usah datang aja. Biar nanti aku yang jelasin ke
mereka.” Suara Helen membuyarkan pikiran cemasku tadi.
“Helen?” aku menatap takjub padanya.
“Aku tadi dengar kok ucapan si Mala. Dan aku juga kemarin
mengerti dan tahu kok kondisi kamu. Kemarin itu kamu memang gak sengaja kan?”
jelas Helen.
Aku mengangguk dan menatapnya dangan tatapan haru. Sepertinya
doaku barusan kontan di balas sama Tuhan. Dan Helen is the hero of this
situation.
“Tragedi jus Mangga itu yah?” tanya erni dengan polos.
Aku, Tuti dan juga Helen langsung menatap lekat padanya.
Nyalinya pun menciut padahal tadi sisi kuatnya yang ingin melindungi botol itu
udah muncul.
To Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar