Selasa, 29 Mei 2012

Cerpen | Gadis Penunggu Hujan


Gadis Penunggu Hujan…

Hari itu hujan turun sangat deras. Aku baru saja pulang dari kantorku dan terjebak di halte bis ini bersama orang-orang yang tidak memiliki kendaraan sepertiku.
Aku baru sebulan ditempatkan di kota ini. Karena prestasi yang bagus, aku ditempatkan di Kantor cabang di sini sebagai Manejer. Aku belum membeli kendaraan karena belum tahu jalanan di daerah sini. Jadi setiap pulang pergi Kantor, aku naik Bis atau Taksi.
Kebetulan aku lembur dan pulang jam 8 malam. Bis jurusan ke rumahku belum juga ada. Satu persatu orang-orang di Halte ini mulai berkurang. Kini cuma aku berdua dengan seorang cewek. Mungkin umurnya sekitar 20an dan wajahnya lumayan cantik juga loh. Seandainya aku belum punya pacar, pasti aku pendekatan padanya.

Cewek itu hanya menatap hujan dan seakan menunggu hujan reda. Akhirnya untuk mengusir bosan, aku mencoba mengajaknya berbicara. Lagipula cewek itu tidak sibuk juga.
“Hey, kamu naik Bis jurusan 2 juga yah?” tanyaku.
Cewek itu menggeleng.
“Trus kamu mau kemana?” tanyaku lagi.
Cewek itu menatapku dengan heran lalu menggeleng.
Aku mencoba mendekat dan berdiri sejajar dengannya. “Maaf, apa kamu bisu?”
Cewek itu menatap kaget padaku kemudian tertunduk lesu dengan sebuah anggukan ringan.
“Oh, maaf yah aku malah nanya macam-macam.” Aku jadi tak enak hati padanya.
Tanpa terasa Bis ku pun datang dan aku segera menaikinya. Sebelum menaikinya aku menoleh kea rah cewek tadi dengan kecemasan. “Kamu sedang menunggu seseorang yah?” aku mencoba menerka.
Cewek itu menatapku sejenak lalu tersenyum kecil. Sepertinya tebakanku benar. Dia sedang menunggu seseorang menjemputnya.
***
Keesokan harinya, hari masihlah sore dan hujan lebat pun kembali mengguyur kota ini. Dari balik jendela kantorku aku kembali melihat sosok itu. Cewek yang kemarin berdiri di halte depan Kantor. Aku memperhatikannya dari sini. Dia berdiri sambil menatap hujan.
Aku pun menuju ke halte itu untuk menemaninya sejenak.
“hey! Ketemu lagi nih!” sapaku.
Dia menatapku sejenak sambil tersenyum kecil. Kemudian dia kembali menatap kosong pada hujan.
“Rumah kamu deket sini ya?” tayaku.
Cewek itu membalasnya dengan gelengan.
“Atau kantor kamu dekat dari sini? Kamu kerja dimana?” tanyaku sekali lagi.
Cewek itu tertunduk lesu dan tak memberikan jawaban. Mungkin dia tidak ingin membicarakan masalah pekerjaan.
“Oh ya, Aku kerja di gedung ini. Namaku Rama. Aku balik  ke kantor dulu yah?” Aku pamit dan dia hanya menatap kepergianku tanpa ekspresi.

Entah mengapa aku jadi penasaran pada cewek itu. Akupun bartanya tentang cewek itu pada salah seorang karyawan.
“Kamu kenal cewek itu?” tanyaku.
“Wah, Kurang begitu kenal tapi orang-orang di sini memanggilnya Gadis Penunggu Hujan.” Jawab sang karyawan.
“Oh ya? Trus?” aku jadi penasaran tentang cewek itu.
“Setiap kali hujan, dia selalu saja berdiri di Halte itu. Setelah hujan reda, dia pun berlalu. Atau bila Bis sudah tidak muncul lagi. Bukan hanya di halte itu saja. Terkadang dia muncul di halte lainnya juga. Tapi dia paling sering muncul di halte ini.” Jelasnya.
Kami bercerita panjang tentang gadis itu. Sudah hampir setahun dia berdiri di depan halte itu sebagai gadis penunggu hujan. Entah apa yang dia tunggu. Apakah dia menunggu seseorang? Ada yang mengatakan dia menunggu pacarnya yang berjanji akan datang saat hujan. Ada yang mengatakan kalau dia terkena gangguan jiwa, ada juga yang mengatakan kalau dia dikutuk. Entahlah, tak ada yang tahu masa lalu cewek itu. Sepertinya dia juga bukan dari kota ini. Awalnya orang-orang agak risih dengan keberadaannya namun akhirnya mereka sudah terbiasa.
***
Sudah 3 hari ini hari terus hujan. Aku jadi kasihan dengan sang gadis penunggu hujan itu. Sepulang kantor, aku pun menghampirinya. Dan mencoba mengajaknya bicara.
“Hey!” sapaku.
Cewek itu menatapku sejenak tanpa membalas salamku.
“Aku sudah tahu.”
Cewek itu menatap heran padaku.
“Kamu menunggu seseorang yah?”
Cewek itu pun menundukkan kepalanya dan terlihat murung setelah mendengar tebakanku tadi. Aku jadi merasa bersalah padanya. Aku jadi sangat kasihan padanya. Pasti orang yang dia tunggu adalah orang yang sangat berarti dalam hidupnya.
“Ups, maaf yah! Oh ya, tunggu sebentar yah?”
Aku berlari menerobos derasnya hujan. Kebetulan di dekat sini ada café. Aku membeli dua buah Hot Milk O’latte dan kembali ke halte tadi.
“Nih? Kamu gak kedinginan? Nanti masuk angin loh.” Ucapku sambil memberikan secangkir minuman yang baru saja ku beli.
Dia menggenggam minuman itu dan membiarkan tangannya meresap kehangatan dari minuman itu.
“Duduk aja Non.”
Cewek itu menatap heran padaku. Mungkin karena aku memanggilnya Non.
“Aku gak tau namamu. Makanya aku manggilnya Non aja.” Jelasku sambil nyengir.
Cewek itu tersenyum kecil kemudian dia pun duduk di kursi halte ini. Hatiku langsung berdebar-debar melihat senyuman indahnya ini. Dan sejak saat itu, aku berjanji akan membuat gadis ini melupakan orang yang ditunggunya saat hujan. Aku akan menyembuhkannya… itulah janjiku.
***
Sudah hampir seminggu aku duduk dan menemaninya menunggu. Entah tubuhku sudah seperti refleks dengan hujan. Setiap hujan aku pun meminta izin pada atasanku sejenak untuk keluar melihat gadis penunggu hujan ini. Meski tidak setiap hari hujan, tapi aku selalu menantikan datangnya hujan dengan harapan indah. Hujan tidak lagi menjadi sesuatu yang menjengkelkanku.
Aku memberikannya minuman hangat dan bercerita banyak hal. Mulai dari pengalaman pribadiku, tempat asalku sebelumnya dan tentang berita-berita di televisi. Dalam hatiku aku ingin mengenalnya lebih dekat. Wajahnya selalu terbayang hingga ke dalam mimpiku. Dia hanya tersenyum menanggapi ceritanya.
Akhirnya malam ini akupun memutuskan untuk mengantarnya pulang. Seperti biasanya gerimis mengiringi sore hari ini. Langit senja yang berwarna ungu turut mengindahkan suasana hatiku.
Aku membelikannya Susu cokelat panas dan duduk di sampingnya sambil menikmati suasana gerimis ini. Dia pun seperti sudah tidak canggung lagi denganku. Dan aku tenang saat berada dekat dengannya.
Tak terasa senja telah berlalu dan berganti pekatnya malam. Hawa dingin menusuk hingga ke tulang ini. Suara gemuruh menggema memecahkan kesunyian malam ini.
“Kamu gak bosan nunggu? Aku antar pulang deh!” tawarku.
Dia hanya duduk terpaku dan membisu.
“Aku juga sudah mau pulang nih. Boleh kan aku anterin kamu pulang?” pintaku.
Dia pun mengangkat kepalanya lalu tersenyum padaku. Dan dia mengangguk. Akhirnya aku bisa sedikit mengenalinya. Semoga saja sisi misterius dari dirinya perlahan terbuka.
Cewek itu naik di Bis nomor 5 dan aku pun menemaninya. Sepanjang perjalanan dia hanya melamun sambil memandang keluar jendela bis. Aku menceritakan beberapa lelucon namun dia tidak tertawa. Biasanya kalo aku cerita dia tertawa. Mungkin dia merasa risih karena aku mengikutinya.
Akhirnya kami turun di perhentian bis. Sebuah Halte di pinggiran kota di daerah perumahan elit. Apakah dia tinggal di sini? Aku jadi penuh tanya.
Dia turun, dan akupun bermaksud turun untuk mengantarnya. Namun dia mencegahku. Dia tersenyum lalu mencium pipiku.
Aku kaget dan terlena. Waktu seakan berhenti dan diriku hanya bisa membisu tanpa kata-kata. Pintu Bis pun tertutup dan dia melambaikan tangannya seiring Bis yang berjalan pergi. Aku hanya bisa membalas senyumannya. Malam ini merupakan malam yang tak akan terlupakan dalam hidupku.
***
Tuhan mungkin menakdirkan aku untuk bertemu dengannya lagi. Lagi-lagi sore ini hujan turun dan aku sudah tak sabar bertemu gadis penunggu hujan itu. Sepulang kantor aku pun segera ke halte sambil membawa dua buah susu cokelat panas.
Tapi… setibanya di halte, ternyata aku tidak menemukannya? Gadis penunggu hujan itu tak ada meskipun hari sedang hujan. Aku berputar-putar di sekitar halte ini mencarinya. Jangan sampai dia ada di sekitar sini.
Pencarianku terhenti karena malam telah tiba. Aku duduk di halte ini untuk menanti sang gadis penunggu hujan. Padahal kemarin dia tersenyum padaku dan memberikan kecupan di pipiku. Aku jatuh cinta padanya. Dan rasanya hampa tidak ada dia disini.
Tanpa terasa bis terakhir telah lewat. Aku pulang jalan kaki karena sudah tak ada lagi bis. Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam.
Esoknya hujan pun turun seperti kemarin. Kali ini aku membolos kantor dan mencarinya di Halte. Sekitar setengah jam aku menunggunya di halte ini namun dia pun tak muncul lagi seperti biasanya.
Aku jadi teringat ucapan salah seorang karyawan bahwa terkadang dia menunggu di halte bis yang lain. Aku pun naik bis dan memeriksa halte-demi halte. Namun hasilnya tidak memuaskan. Ada banyak halte bis di kota ini sehingga aku tidak menemukan gadis penunggu hujan itu.
Hari demi hari berlalu… setiap kali hujan aku selalu keluar memeriksa halte. Bos ku yang kesal dengan tingkahku yang sering bolos kerja saat hujan turun ini pun mulai menegur dan memberi peringatan keras. Tapi aku tak perduli dan tetap saja aku bolos setiap kali hujan datang.
Akhirnya aku dipecat dan aku tidak punya kerjaan apa-apa sekarang. Yang kulakukan adalah menunggu gadis penunggu hujan di halte ini.
Hari berlalu, bulan pun berlalu… entah sudah berapa lama aku melakukan ini. Mencari gadis penunggu hujan. Setiap hujan aku pun berjalan dengan jas tebal milikku. Rambutku acak-acakan tak terawat dan tubuhku mulai mengurus. Aku tak punya lagi uang untuk makan apalagi untuk ongkos naik bis.
Dalam keputus asaan itu aku tak bisa lagi mencari. Jadi aku hanya bisa menunggunya muncul di halte ini. Yah, hanya itu yang harus aku lakukan. Menunggunya setiap kali hujan datang. Aku akan setia menunggu mu gadis penunggu hujan. Aku akan bersabar menunggumu muncul.
Entah sudah berapa hari dan bulan terlewat. Aku tetap menunggunya di halte ini. Dan akhirnya orang-orang pun mulai memanggilku… PRIA PENUNGGU HUJAN!

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar