Part 6
Pertandingan Basket
Hari ini pertandingan basket sedang berlangsung di sekolah.
Sekolah kami ditantang oleh sekolah lain. Meski hanya pertandingan
persahabatan, namun banyak penontonnya loh. Dan kebanyakan penontonnya adalah
cewek.
Aku yakin 100 persen kalo mereka bukannya mau nonton
pertandingan ini atau mau ngedukung sekolah. Alasan mereka sudah pasti ya mau
ngeliat si Arya yang bermain bola basket itu. Bahkan si Erni pun turut dalam
gerombolan itu. Mereka semua berdesak-desakan gitu hanya untuk melihat sosok
Arya yang sedang bermain basket. Dasar cewek-cewek centil…
Hanya ada aku dan Tuti. Yang berdiri bengong jauh dari
keramaian itu.
“Ah BETE!” ucap Tuti sambil berlalu.
“Ia nih, gara-gara pertandingan itu aja, jam pelajaran
terakhir ditiadakan.” Keluhku.
Tuti terus melangkah menuju belakang sekolah, sementara aku
terus membututinnya kayak ajudannya. “Tut! Mau kemana sih? Kantin udah lewat
tuh?”
“Bolos” jawabnya cuek.
“Hah? Serius nih?” aku tersentak dan menghentikan langkahku.
Tuti pun menghampiri pagar belakang sekolah dan memanjatnya
kemudian menghilang dalam sekejap seperti wonder women. Gak ikutan ah, mending
kembali saja ke lapangan jenguk keadaan Erni. Mungkin dia sudah penyok
desak-desakan sama para fans Arya. Tapi erni juga termasuk fans beratnya juga
sih, jadi meski resikonya bisa jadi gepeng tetap aja akan dihadapi.
Tapi sebelum itu ke kantin dulu ah, beli minuman untuk Erni.
Tadi dia sempat mesen minuman waktu aku dan Tuti pergi meninggalkan lapangan.
Sebotol soda kesukaannya dan aku juga mau beli jus mangga kesukaanku. Cuaca
hari ini memang sangat gerah banget. Aku yakin suhunya mungkin sudah 40 derajat
celcius nih.
Setelah membeli pesanan itu, saatnya menembus barikade
cewek-cewek histeris itu. Mereka semua terlihat bagaikan dinding stadion yang
menutupi lapangan basket. Perasaan pengumuman pertandingan basket baru di
umumkan kemarin deh, namun para supporter terlihat seperti sudah mempersiapkan
semuanya sejak lama. Spanduk gede bertuliskan “AYO ARYA! Kamu bisa!”, bendera
warna pink dengan foto Arya sedang bermain basket, cheerleader yang kayaknya
dari fans club pemuja Arya. Bahkan ada yang sempat-sempatnya membuat seragam
kaos sablon bertuliskan “LOVE ARYA”. Pokoknya atribut disini bisa ngalahin
atribut para supporter timnas deh.
Aku cuma celingukan dari kejauhan mencari sosok Erni. Cewek
imut, pendek, putih, tampang indo dengan rambut dikuncir. Huft! Susah banget
nyari makhluk mungil itu dikerumunan gini.
Ah itu dia si Erni. Akhirnya mataku telah menemukan target.
Dan dengan tampangnya yang merah dan pucat gitu, Erni masih saja
jingkrak-jingkrakan kayak nonton konser. Aku jadi heran, nih pertandingan
basket atau konser sih?
Sebelum masuk di kerumunan para fans pemuja Arya, aku harus
berdoa dulu nih biar bisa masuk dan keluar dengan selamat. Ya Allah,
lindungilah hamba Mu ini! Amin!
Kucoba terobos celah-celah agar bisa mendekat ke Erni. Dasar si Erni, udah nyuruh beliin minuman
dianya malah asyik disana. Umpatku dalam hati.
“ERNI!!!” aku teriak biar si Erni bisa mendengarku. Namun
perhatiannya hanya tertuju pada sosok Arya di hadapannya. Aku terus menerobos
dengan sekuat tenaga. Jika terdorong, aku bales dorong juga. Gak perduli caci
maki yang keluar dari para macan betina itu.
Tiba-tiba tubuhku terbawa arus dan terseret hingga ke bangku
pemain cadangan yang berada di sisi lapangan basket ini. Padahal posisi Erni
berada di dekat ring namun kayaknya aku gak mau menerobos lagi ke sana deh.
“Ren? Tumben kamu nonton basket. Katanya gak suka sama bola
basket ya?” ledek seorang cowok yang duduk di bangku cadangan. Dia adalah
pemain cadangan tim basket sekolah. Kebetulan sejak SMP aku dekat sama dia
bahkan sempat digosipin pacaran.
Aldo, cowok jangkung dengan tinggi sekitar 180 centi dengan
tubuh atletis dan termasuk top tennya cowok-cowok keren di sekolah ini. Sejak
tahun lalu, aku mulai jarang dekat sama dia. Yah, karena beda kelas. Dia juga
terlalu sering aktif di klub basket. Padahal waktu SMP aku lebih tinggi darinya
loh. Dan Aldo termasuk salah satu anak buahku yang sering banget kusuruh beliin
minuman atau makanan saat istirahat. Tapi itu cerita dulu saat jaman SMP dan
kelas 1 SMA. Sekarang egonya mulai tinggi apalagi sejak punya pacar. Waduh, kok
malah lamunin si Aldo sih.
“Nggak kok, aku Cuma mau ngasih Erni Soda pesanannya.”
Jawabku cuek.
“Oh, Erni di sana tuh.” Aldo menunjuk kearah Erni.
“Tau kok! Tapi susah banget nerobos ke sana. Satu-satunya
jalan yah Cuma lewat tengah lapangan.” Jelasku.
“Wah, Ren! Aku main nih. Jalan aja lewat pinggir ke sana.”
Ucap Aldo lalu turun ke lapangan menggantikan salah seorang pemain.
Akupun nurutin ucapannya Aldo. Berjalan lewat sisi-sisi
lapangan menuju Erni yang masih histeris kayak lagi nonton konsernya Justin
Bieber aja tuh anak. Langkah demi langkah perlahan kulewati dengan menahan
hati. Mau gimana lagi, para fans gila Arya terus mengumpat dan memaki karena
aku menghalangi keasyikan mereka menonton aksi Arya.
Akhirnya aku terdesak dan terdorong oleh penonton, langkah
kakiku gontai dan aku pun terlempar masuk ke dalam lapangan. Lalu…
“BUKK!”
“Duh!!!” Bola basket mengenai kepalaku hingga aku pun
terjatuh. Sial banget aku hari ini. Dan orang-orang ini pun bukannya nolongin
malah ngetawain.
Akhirnya Erni pun sadar akan kehadiranku ini dan dia hanya
menatap dengan pandangan panik. Dia juga terjebak di sana dan tak bisa
bergerak.
Aku diungsikan ke bangku cadangan oleh para pemain basket
yang merasa bersalah karena melempariku dengan bola. Wajahku pun memerah
disoraki seluruh penonton, ini semua gara-gara Erni. Aku jadi sebel sama dia
yang gak denger waktu dipanggil tadi.
“Nih pake es batu!” salah seorang manejer klub basket
memberiku kain handuk yang dilapisi es batu.
Sepertinya
cewek ini adek kelas dan bersama dua orang cewek yang lain menjadi manejer klub
basket.
“Terima kasih!” aku pun segera menempelkan handuk itu di
kepalaku yang terkena lemparan bola tadi. Sementara cewek tadi hanya tersenyum
kecil.
Aku terpaksa duduk di bangku tim dan menyaksikan pertandingan
basket yang membosankan ini. Oh ya, alasanku tidak menyukai basket itu karena
sahabat masa SMP ku tadi, Aldo. Yah, karena dia aku jadi tidak suka permainan
yang berasal dari negeri paman sam ini.
Ceritanya gini… Saat itu Aldo baru saja belajar bermain
basket. Setiap pulang sekolah Aldo selalu latihan di lapangan ini. Aku dan Erni
biasanya nungguin dia selesai latihan di bangku cadangan yang kududuki sekarang
ini. Karena jalan pulang kami searah.
Selama latihan itu kepalaku slalu terkena bola basket. Bukan
hanya Aldo yang latihan, anggota tim basket sekolah biasanya latihan juga dan
aku paling sering terkena bola nyasar dari mereka.
Hampir sebulan kepalaku jadi sasaran bola. Mungkin mereka
naksir kali ya makanya aku terus yang diincar. Tapi kalo begini terus otak ku
bisa kena amnesia nih. Lama kelamaan Aldo jadi lebih senang dengan basket. Dia
jadi lebih sering bergabung sama anak-anak basket daripada jalan sama aku dan
Erni. Mungkin dia sudah gengsi main sama cewek dan takut dibilang banci. Atau
memang dia sudah menemukan dunianya.
Dan yang paling bikin sebel adalah cewek-cewek yang sinisin
aku dan Erni. Aku tahu mereka suka sama Aldo dan kedekatan Aldo denganku juga
Erni membuat kami jadi korban pelampiasan kecemburuan yang berlebihan dari
mereka.
Sejak saat itu aku jadi malas nonton pertandingan basket.
Namun saat ini aku duduk di bangku eksklusif bersama para pemain basket.
Terpaksa deh harus ikut menonton. Soalnya sejak tadi tatapan sirik cewek-cewek
yang mengelilingi lapangan seakan ingin membunuhku.
Mataku mulai terfokus pada pertandingan. Tatapan-tatapan
sinis tadi tak kuhiraukan lagi. Tampaknya aku mulai menikmati pertandingan
basket ini.
Aldo memegang bola dan mendribel melewati beberapa pemain
lawan, namun langkah Aldo akhirnya terhenti setelah dihadang pemain jangkung
dari tim lawan. Bola pun dioper ke Arya. Seluruh penonton pun riuh oleh suara
jeritan histeris fansnya. Dengan mudah Arya melewati pemain lawan yang
tinggi-tinggi itu. Dengan tingginya yang hanya 168 centi itu dia terlihat
begitu kecil di lapangan ini. Dan dengan mudah Arya memasukkan bola dengan
sebuah tembakan indah.
Piluh keringat yang memercik saat dia mendarat dari
lompatannya, rambutnya yang acak-acakan basah oleh keringatnya. Tidak terasa
hati ini berdebar-debar menatapnya. Jika keimanan dan juga gengsiku sudah gak
ada, tentu aku pun akan ikut-ikutan menjerit kagum seperti Erni dan para fans
pemuja Arya lainnya. Dia memang cute dan tampan. Hanya saja dia kurang senyum dan
kurang ramah.
Lawan menyerang namun kali ini Arya berhasil mencuri bola.
“Fast Break!!!”
Para pemain cadangan meneriakkan kata-kata yang tak ku
mengerti. Fast break? Bukannya breakfast?
Kayaknya para pemain basket otaknya pada keseleo kali ya? Mungkin kebanyakan
kebentur bola. Atau apa Arya belum sarapan pagi makanya diledekkin breakfast
atau fast break menurut versi mereka.
“Fast Break itu apaan sih?” tanyaku pada salah seorang
manejer cewek yang duduk di sampingku.
“Itu artinya serangan balik yang cepat. Tuh lihat kan?
Seperti yang Arya lakuin tadi.” Jelasnya sambil nunjukkin gaya Arya.
Setelah merebut bola, Arya langsung berlari cepat kea rah
pertahanan lawan yang belum siap menerima serangan cepat Arya. Dan dengan
sebuah lompatan Arya pun memasukkan bola dengan indah. Cewek-cewek pun pada
bersorak sorai meneriakkannya.
“Horeee!! Masuk!” tanpa sadar aku pun ikutan sumringah karena
terpesona oleh permainan Arya yang hebat tadi.
Selama pertandingan memang Arya lah yang terlihat paling
mencolok, dia yang paling banyak memasukkan bola. Dia juga yang paling aktif
bergerak ke sana kemari dan mengecoh lawan. Gerakannya seperti sedang menari
dan yang membuatku gregetan adalah wajahnya.
Semenjak pertama kenal dengannya baru kali ini aku melihatnya
memasang tampang serius. Sebuah senyuman kepuasan terkembang dibibirnya. Kalo
boleh di bilang, aku seperti melihat bocah kecil yang bebas bermain-main dan
berlari-lari bersama teman-temannya. Arya tampak bebas dan bahagia.
Guru olah raga kami memberi sinyal pergantian pemain, Arya
ditarik keluar dari lapangan dan di gantikan oleh pemain cadangan. Arya memang
tampak kelelahan karena itu dia butuh istirahat sejenak. Dan ekspresi positif
yang diperlihatkannya tadi tiba-tiba berubah. Wajah lesunya mulai Nampak,
tampang cuek dan terkesan malas-malasan. Dengan kepala tertunduk Arya berjalan
menuju bangku.
Cewek-cewek di sekitarku mulai mendekat dan mencari perhatian
pada Arya. Untung saja anggota tim cadangan basket segera menghalau. Jika
tidak, bisa gawat kan?
Arya berjalan ke arahku dan aku segera berdiri untuk
memberinya tempat duduk. Arya pun duduk tanpa permisi apalagi mempersilahkan ku
duduk. Padahal aku sudah rela memberinya tempat duduk. Dia menoleh ke arahku
dan menatap ku lekat hingga membuatku jadi salting.
“Boleh diminum?” Arya menunjuk jus Mangga yang tadi kubeli
dan baru ku minum seteguk. Sepertinya dia sangat kehausan. Namun minuman ini
kan bekasku.
“Sudah kuminum sedikit, tapi ada soda…” ucapanku terhenti
karena Arya langsung mengambil minumanku dan tanpa rasa bersalah atau
sungkan-sungkan dia pun menghabiskannya.
“Makasih!” ucapnya, lalu menutup wajahnya dengan handuk.
Aku hanya terkesima dan tak bisa berkata apa-apa. Antara
kagum dan kesal aku hanya geleng-geleng. Dasar nih orang, sudah ngambil tempat
duduknya orang, minumannya pun diembat juga. Dan dia Cuma bisa bilang
trimakasih. Gimana gak kesal kalo digituin. Padahal tadi aku bermaksud
memberikan minuman soda punya Erni.
Aku jadi sadar kalo tatapan sinis yang sejak tadi dilancarkan
padaku mulai berubah jadi tatapan sadis. Sebaiknya aku kabur dari sini sebelum
jadi mangsa macan-macan betina ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar