Kamis, 10 Mei 2012

Novel | Wajah Kedua (Part 6)


Part 6
Pertandingan Basket


Hari ini pertandingan basket sedang berlangsung di sekolah. Sekolah kami ditantang oleh sekolah lain. Meski hanya pertandingan persahabatan, namun banyak penontonnya loh. Dan kebanyakan penontonnya adalah cewek.
Aku yakin 100 persen kalo mereka bukannya mau nonton pertandingan ini atau mau ngedukung sekolah. Alasan mereka sudah pasti ya mau ngeliat si Arya yang bermain bola basket itu. Bahkan si Erni pun turut dalam gerombolan itu. Mereka semua berdesak-desakan gitu hanya untuk melihat sosok Arya yang sedang bermain basket. Dasar cewek-cewek centil…

Hanya ada aku dan Tuti. Yang berdiri bengong jauh dari keramaian itu.
“Ah BETE!” ucap Tuti sambil berlalu.
“Ia nih, gara-gara pertandingan itu aja, jam pelajaran terakhir ditiadakan.” Keluhku.
Tuti terus melangkah menuju belakang sekolah, sementara aku terus membututinnya kayak ajudannya. “Tut! Mau kemana sih? Kantin udah lewat tuh?”
“Bolos” jawabnya cuek.
“Hah? Serius nih?” aku tersentak dan menghentikan langkahku.
Tuti pun menghampiri pagar belakang sekolah dan memanjatnya kemudian menghilang dalam sekejap seperti wonder women. Gak ikutan ah, mending kembali saja ke lapangan jenguk keadaan Erni. Mungkin dia sudah penyok desak-desakan sama para fans Arya. Tapi erni juga termasuk fans beratnya juga sih, jadi meski resikonya bisa jadi gepeng tetap aja akan dihadapi.
Tapi sebelum itu ke kantin dulu ah, beli minuman untuk Erni. Tadi dia sempat mesen minuman waktu aku dan Tuti pergi meninggalkan lapangan. Sebotol soda kesukaannya dan aku juga mau beli jus mangga kesukaanku. Cuaca hari ini memang sangat gerah banget. Aku yakin suhunya mungkin sudah 40 derajat celcius nih.
Setelah membeli pesanan itu, saatnya menembus barikade cewek-cewek histeris itu. Mereka semua terlihat bagaikan dinding stadion yang menutupi lapangan basket. Perasaan pengumuman pertandingan basket baru di umumkan kemarin deh, namun para supporter terlihat seperti sudah mempersiapkan semuanya sejak lama. Spanduk gede bertuliskan “AYO ARYA! Kamu bisa!”, bendera warna pink dengan foto Arya sedang bermain basket, cheerleader yang kayaknya dari fans club pemuja Arya. Bahkan ada yang sempat-sempatnya membuat seragam kaos sablon bertuliskan “LOVE ARYA”. Pokoknya atribut disini bisa ngalahin atribut para supporter timnas deh.
Aku cuma celingukan dari kejauhan mencari sosok Erni. Cewek imut, pendek, putih, tampang indo dengan rambut dikuncir. Huft! Susah banget nyari makhluk mungil itu dikerumunan gini.
Ah itu dia si Erni. Akhirnya mataku telah menemukan target. Dan dengan tampangnya yang merah dan pucat gitu, Erni masih saja jingkrak-jingkrakan kayak nonton konser. Aku jadi heran, nih pertandingan basket atau konser sih?
Sebelum masuk di kerumunan para fans pemuja Arya, aku harus berdoa dulu nih biar bisa masuk dan keluar dengan selamat. Ya Allah, lindungilah hamba Mu ini! Amin!
Kucoba terobos celah-celah agar bisa mendekat ke Erni. Dasar si Erni, udah nyuruh beliin minuman dianya malah asyik disana. Umpatku dalam hati.
“ERNI!!!” aku teriak biar si Erni bisa mendengarku. Namun perhatiannya hanya tertuju pada sosok Arya di hadapannya. Aku terus menerobos dengan sekuat tenaga. Jika terdorong, aku bales dorong juga. Gak perduli caci maki yang keluar dari para macan betina itu.
Tiba-tiba tubuhku terbawa arus dan terseret hingga ke bangku pemain cadangan yang berada di sisi lapangan basket ini. Padahal posisi Erni berada di dekat ring namun kayaknya aku gak mau menerobos lagi ke sana deh.
“Ren? Tumben kamu nonton basket. Katanya gak suka sama bola basket ya?” ledek seorang cowok yang duduk di bangku cadangan. Dia adalah pemain cadangan tim basket sekolah. Kebetulan sejak SMP aku dekat sama dia bahkan sempat digosipin pacaran.
Aldo, cowok jangkung dengan tinggi sekitar 180 centi dengan tubuh atletis dan termasuk top tennya cowok-cowok keren di sekolah ini. Sejak tahun lalu, aku mulai jarang dekat sama dia. Yah, karena beda kelas. Dia juga terlalu sering aktif di klub basket. Padahal waktu SMP aku lebih tinggi darinya loh. Dan Aldo termasuk salah satu anak buahku yang sering banget kusuruh beliin minuman atau makanan saat istirahat. Tapi itu cerita dulu saat jaman SMP dan kelas 1 SMA. Sekarang egonya mulai tinggi apalagi sejak punya pacar. Waduh, kok malah lamunin si Aldo sih.
“Nggak kok, aku Cuma mau ngasih Erni Soda pesanannya.” Jawabku cuek.
“Oh, Erni di sana tuh.” Aldo menunjuk kearah Erni.
“Tau kok! Tapi susah banget nerobos ke sana. Satu-satunya jalan yah Cuma lewat tengah lapangan.” Jelasku.
“Wah, Ren! Aku main nih. Jalan aja lewat pinggir ke sana.” Ucap Aldo lalu turun ke lapangan menggantikan salah seorang pemain.
Akupun nurutin ucapannya Aldo. Berjalan lewat sisi-sisi lapangan menuju Erni yang masih histeris kayak lagi nonton konsernya Justin Bieber aja tuh anak. Langkah demi langkah perlahan kulewati dengan menahan hati. Mau gimana lagi, para fans gila Arya terus mengumpat dan memaki karena aku menghalangi keasyikan mereka menonton aksi Arya.
Akhirnya aku terdesak dan terdorong oleh penonton, langkah kakiku gontai dan aku pun terlempar masuk ke dalam lapangan. Lalu…
“BUKK!”
“Duh!!!” Bola basket mengenai kepalaku hingga aku pun terjatuh. Sial banget aku hari ini. Dan orang-orang ini pun bukannya nolongin malah ngetawain.
Akhirnya Erni pun sadar akan kehadiranku ini dan dia hanya menatap dengan pandangan panik. Dia juga terjebak di sana dan tak bisa bergerak.
Aku diungsikan ke bangku cadangan oleh para pemain basket yang merasa bersalah karena melempariku dengan bola. Wajahku pun memerah disoraki seluruh penonton, ini semua gara-gara Erni. Aku jadi sebel sama dia yang gak denger waktu dipanggil tadi.
“Nih pake es batu!” salah seorang manejer klub basket memberiku kain handuk yang dilapisi es batu.
Sepertinya cewek ini adek kelas dan bersama dua orang cewek yang lain menjadi manejer klub basket.
“Terima kasih!” aku pun segera menempelkan handuk itu di kepalaku yang terkena lemparan bola tadi. Sementara cewek tadi hanya tersenyum kecil.
Aku terpaksa duduk di bangku tim dan menyaksikan pertandingan basket yang membosankan ini. Oh ya, alasanku tidak menyukai basket itu karena sahabat masa SMP ku tadi, Aldo. Yah, karena dia aku jadi tidak suka permainan yang berasal dari negeri paman sam ini.
Ceritanya gini… Saat itu Aldo baru saja belajar bermain basket. Setiap pulang sekolah Aldo selalu latihan di lapangan ini. Aku dan Erni biasanya nungguin dia selesai latihan di bangku cadangan yang kududuki sekarang ini. Karena jalan pulang kami searah.
Selama latihan itu kepalaku slalu terkena bola basket. Bukan hanya Aldo yang latihan, anggota tim basket sekolah biasanya latihan juga dan aku paling sering terkena bola nyasar dari mereka.
Hampir sebulan kepalaku jadi sasaran bola. Mungkin mereka naksir kali ya makanya aku terus yang diincar. Tapi kalo begini terus otak ku bisa kena amnesia nih. Lama kelamaan Aldo jadi lebih senang dengan basket. Dia jadi lebih sering bergabung sama anak-anak basket daripada jalan sama aku dan Erni. Mungkin dia sudah gengsi main sama cewek dan takut dibilang banci. Atau memang dia sudah menemukan dunianya.
Dan yang paling bikin sebel adalah cewek-cewek yang sinisin aku dan Erni. Aku tahu mereka suka sama Aldo dan kedekatan Aldo denganku juga Erni membuat kami jadi korban pelampiasan kecemburuan yang berlebihan dari mereka.
Sejak saat itu aku jadi malas nonton pertandingan basket. Namun saat ini aku duduk di bangku eksklusif bersama para pemain basket. Terpaksa deh harus ikut menonton. Soalnya sejak tadi tatapan sirik cewek-cewek yang mengelilingi lapangan seakan ingin membunuhku.
Mataku mulai terfokus pada pertandingan. Tatapan-tatapan sinis tadi tak kuhiraukan lagi. Tampaknya aku mulai menikmati pertandingan basket ini.
Aldo memegang bola dan mendribel melewati beberapa pemain lawan, namun langkah Aldo akhirnya terhenti setelah dihadang pemain jangkung dari tim lawan. Bola pun dioper ke Arya. Seluruh penonton pun riuh oleh suara jeritan histeris fansnya. Dengan mudah Arya melewati pemain lawan yang tinggi-tinggi itu. Dengan tingginya yang hanya 168 centi itu dia terlihat begitu kecil di lapangan ini. Dan dengan mudah Arya memasukkan bola dengan sebuah tembakan indah.
Piluh keringat yang memercik saat dia mendarat dari lompatannya, rambutnya yang acak-acakan basah oleh keringatnya. Tidak terasa hati ini berdebar-debar menatapnya. Jika keimanan dan juga gengsiku sudah gak ada, tentu aku pun akan ikut-ikutan menjerit kagum seperti Erni dan para fans pemuja Arya lainnya. Dia memang cute dan tampan. Hanya saja dia kurang senyum dan kurang ramah.
Lawan menyerang namun kali ini Arya berhasil mencuri bola.
“Fast Break!!!”
Para pemain cadangan meneriakkan kata-kata yang tak ku mengerti. Fast break? Bukannya breakfast? Kayaknya para pemain basket otaknya pada keseleo kali ya? Mungkin kebanyakan kebentur bola. Atau apa Arya belum sarapan pagi makanya diledekkin breakfast atau fast break menurut versi mereka.
“Fast Break itu apaan sih?” tanyaku pada salah seorang manejer cewek yang duduk di sampingku.
“Itu artinya serangan balik yang cepat. Tuh lihat kan? Seperti yang Arya lakuin tadi.” Jelasnya sambil nunjukkin gaya Arya.
Setelah merebut bola, Arya langsung berlari cepat kea rah pertahanan lawan yang belum siap menerima serangan cepat Arya. Dan dengan sebuah lompatan Arya pun memasukkan bola dengan indah. Cewek-cewek pun pada bersorak sorai meneriakkannya.
“Horeee!! Masuk!” tanpa sadar aku pun ikutan sumringah karena terpesona oleh permainan Arya yang hebat tadi.
Selama pertandingan memang Arya lah yang terlihat paling mencolok, dia yang paling banyak memasukkan bola. Dia juga yang paling aktif bergerak ke sana kemari dan mengecoh lawan. Gerakannya seperti sedang menari dan yang membuatku gregetan adalah wajahnya.
Semenjak pertama kenal dengannya baru kali ini aku melihatnya memasang tampang serius. Sebuah senyuman kepuasan terkembang dibibirnya. Kalo boleh di bilang, aku seperti melihat bocah kecil yang bebas bermain-main dan berlari-lari bersama teman-temannya. Arya tampak bebas dan bahagia.
Guru olah raga kami memberi sinyal pergantian pemain, Arya ditarik keluar dari lapangan dan di gantikan oleh pemain cadangan. Arya memang tampak kelelahan karena itu dia butuh istirahat sejenak. Dan ekspresi positif yang diperlihatkannya tadi tiba-tiba berubah. Wajah lesunya mulai Nampak, tampang cuek dan terkesan malas-malasan. Dengan kepala tertunduk Arya berjalan menuju bangku.
Cewek-cewek di sekitarku mulai mendekat dan mencari perhatian pada Arya. Untung saja anggota tim cadangan basket segera menghalau. Jika tidak, bisa gawat kan?
Arya berjalan ke arahku dan aku segera berdiri untuk memberinya tempat duduk. Arya pun duduk tanpa permisi apalagi mempersilahkan ku duduk. Padahal aku sudah rela memberinya tempat duduk. Dia menoleh ke arahku dan menatap ku lekat hingga membuatku jadi salting.
“Boleh diminum?” Arya menunjuk jus Mangga yang tadi kubeli dan baru ku minum seteguk. Sepertinya dia sangat kehausan. Namun minuman ini kan bekasku.
“Sudah kuminum sedikit, tapi ada soda…” ucapanku terhenti karena Arya langsung mengambil minumanku dan tanpa rasa bersalah atau sungkan-sungkan dia pun menghabiskannya.
“Makasih!” ucapnya, lalu menutup wajahnya dengan handuk.
Aku hanya terkesima dan tak bisa berkata apa-apa. Antara kagum dan kesal aku hanya geleng-geleng. Dasar nih orang, sudah ngambil tempat duduknya orang, minumannya pun diembat juga. Dan dia Cuma bisa bilang trimakasih. Gimana gak kesal kalo digituin. Padahal tadi aku bermaksud memberikan minuman soda punya Erni.
Aku jadi sadar kalo tatapan sinis yang sejak tadi dilancarkan padaku mulai berubah jadi tatapan sadis. Sebaiknya aku kabur dari sini sebelum jadi mangsa macan-macan betina ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar