Senin, 13 Mei 2013

Cerpen | My Best Friend is My Love


My Best Friend Is My Love

“Yess. Kali ini aku cetak 20 poin.” Seru Aldo yang sedang asyik bermain basket.
Dari jauh seorang cewek memandangnya dengan serius. Cewek itu mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna biru putih dan celana Jeans hitam. Di tangannya ia menggenggam sebuah buku tebal berjudul Borland Delphi.
Aldo pun selesai bermain basket di lapangan basket kampus. Cewek ini berniat untuk mendekatinya namun sudah banyak cewek-cewek lain yang mendekati Aldo sambil mencari perhatian. Ada yang memberikannya minuman, membawakan tasnya atau hanya sekedar memuji permainan basketnya. Aldo hanya tersenyum sambil membanggakan dirinya dihadapan cewek-cewek disekitarnya itu.
Akhirnya cewek yang menggenggam buku tebal itu pun pergi. Wajahnya terlihat agak cemburu dengan Aldo. Dia pun melangkahkan kakinya menjauh dari lapangan basket.

“Imel!” Seseorang menyapanya.
Cewek tadi yang bernama Imel pun menoleh ke arah suara yang menyapanya itu. “Reni? Kenapa di sini?” tanya Imel pada orang yang menyapanya.
Namanya Reni, mereka sudah berteman sejak SMA. Meskipun sempat berpisah sejenak ketika Imel pindah sekolah. Namun akhirnya mereka bertemu kembali di kampus ini. yah, meskipun berbeda jurusan.
“Kamu nggak tahu Mel? Hari ini Aldo ulang tahun loh.” Seru Reni.
“Oh. Iya aku tahu Ren.” Jawab Imel namun ekspresinya tidak seperti Reni yang terlihat bersemangat.
Mereka bertiga sudah bersahabat sejak SMA. Bahkan Reni dan Aldo sudah bersahabat sejak SMP.
“Loh, kok kamu nggak semangat gitu Mel?”
“Lihat aja tuh si Aldo di lapangan.” Tunjuk Imel.
Reni pun memperhatikan lapangan. Di sana ada Aldo yang sedang kegirangan karena dikelilingi cewek-cewek penggemarnya. Reni pun jadi agak miris melihatnya namun akhirnya dia pun tertawa. “Dasar Aldo.”
“Ke kantin yuk Mel” ajak Reni.
Imel pun mengangguk setuju. Daripada jijik liat Aldo yang kegeeran dan kecentilan itu. Pikirnya.

Di kantin Reni dan Imel duduk sambil bercengkrama. Tiba-tiba saja Aldo muncul diantara mereka berdua.
“Hayo!” seru Aldo.
“Ih, ngagetin! Kalo Reni jantungan gimana?” Ucap Reni ketus.
“Sori deh, kalian pasti lagi ngomongin aku kan?” tebak Aldo.
“Ih Ge-er deh. Kita lagi ngomongin Arya tahu.” Imel ikut kesal karena tadi hampir ketumpahan jus pesanannya karena kaget.
“Wah, makhluk itu ya. Gak terasa udah dua tahun dia disana yah? Katanya cedera kakinya sudah sembuh yah Ren?” tanya Aldo.
“He-em!” Reni mengangguk penuh semangat.
“Oh ya Ren, apa kamu nggak curiga dia dapat gebetan cewek bule disana?” goda Aldo.
“Nggak lah, dia kan udah janji. Janji kelinking malah.”
“Bener tuh Do. Kamu itu ada-ada aja deh!” tambah Imel.
Aldo hanya nyengir sambil tersenyum kecil. “Sori!” ucapnya lalu duduk diantara Reni dan Imel.
“Oh ya Do, met ultah ya!” ucap Reni sambil menyalaminya.
“Wah, ternyata ingat juga yah. By the way kadonya mana nih?” tagih Aldo.
“Kadonya ucapan selamat dan doa yang tulus dariku. Hahaha!” canda Reni.
Wajah Aldo pun berubah cemberut. Pandangannya kini berganti memelas pada Imel. Aldo pun mendekatkan wajahnya pada Imel dengan tatapan penuh harap.
Tiba-tiba Imel jadi salah tingkah dan wajahnya memerah setelah ditatap Aldo begitu. Imel pun mendorong Aldo hingga Aldo terjatuh dari bangkunya.
“Ups, Maaf! Kamu bikin kaget sih!” Imel mencoba beralasan.
“Orang lagi ultah koq dijatuhin sih.” Keluh Aldo dengan gaya manjanya yang dibuat-buat.
Reni dan Imel membantu Aldo kembali duduk di tempatnya.
“Aldo, nih hadiah dariku.” Reni pun memberi sebuah kado kecil.
Aldo langsung sumringah dan membukanya, hadiah dari Reni adalah sebuah kacamata sunglass keren. Aldo langsung memakainya dan memamerkannya pada kedua sohibnya itu.
Reni dan Imel tertawa melihat gaya udiknya Aldo itu. Tiba-tiba saja Imel terdiam sejenak. Aldo menatap heran padanya.
Waduh kenapa hatiku jadi berdebar-debar gini hanya karena lihat Aldo dengan kaca mata hitam itu? Imel membatin.
“Mel? Kamu juga pasti punya sesuatu buatku kan?” tebak Aldo.
Imel terkaget dari lamunan sesaatnya. “Maaf Do, aku lupa. Ehehe!” ucap Imel.
Aldo tampak kecewa namun dia segera tersenyum. Dijitaknya kepala Imel hingga membuat sahabatnya itu meringis kesakitan.
“Bentar sore deh kalo gitu.” Desak Aldo.
“Idih, maksa banget!” Imel menjulurkan lidahnya ngeledek Aldo.
“Nih anak nggak tau balas budi. Ultahmu aja aku bela-belain beliin dompet.” Ucap Aldo sambil melempar handuk kecilnya pada Imel.
Imel pun menghindar. “Nggak kena yeee!”
Aldo melotot dan bersiap mengangkat keripik yang ada di atas meja kantin untuk dilepmarkan ke arah Imel.
“Hey kalian berdua ini kayak anak kecil aja. Malu-maluin tahu!” Reni mencoba melerai mereka.
Akhirnya suasana kembali damai.

***

Imel sedang asyik duduk di depan teras rumahnya tiba-tiba nada HPnya bergetar tanda panggilan masuk. Layar menunjukan tulisan Bunda memanggil… Imel pun mengangkatnya.
“Assalamualaikum Bunda?” sapa Imel pada Ibunya.
“Walaikumsalam!” balas Ibunya, terdengar nada sedih pada suara Ibunya itu.
“Kenapa Bunda? Kok suaranya lemah gitu!”
“Bunda sudah tidak tahan lagi nak, bapakmu itu…” Bunda menghentikan kata-katanya karena isakan tangisnya.
“Bunda yang sabar aja yah? Mudah-mudahan bapak…” Imel pun ikut larut dalam kesedihannya.
Kata-katanya seakan terkunci. Ia tak bisa berpikir apa-apa. Mengapa semua ini harus terjadi pada dirinya. Pertengkaran kedua orang tuanya turut menyeretnya dalam kesedihan. Entah benar atau hanya sekedar gosip kalau sudah 3 bulan ini Bapak punya istri simpanan. Tidak ada bukti namun sikapnya selama tiga bulan ini emang berubah dan lebih sering keluar rumah. Ibu dan kedua adiknya yang tinggal di Medan itu sering cerita pada Imel sebagai anak tertua. Imel nggak nyangka jika cobaan ini harus datang pada orang tuanya. Padahal seharusnya bulan ini usia pernikahan mereka sudah genap 20 tahun.
Tiba-tiba Imel jadi teringat Aldo. Hari ini Aldo juga ulang tahun dan Imel belum memberikannya kado. Sebenarnya Imel sudah menyiapkan kado untuk Aldo tapi tadi di kampus tidak dia serahkan karena kesal dengannya.
“Nak?” Bunda memastikan apakah Imel masih diujung telepon.
Imel pun tersadar dari lamunannya. “Iya Bunda.” Jawab Imel.
“Maaf yah Nak, Bunda sudah buat kamu bingung.”
“Tidak apa-apa Bunda. Mudah-mudahan cobaan ini segera berakhir.” Imel mencoba tegar.
“Iya Nak. Belajar yang rajin yah!”
“Iya Bunda! Assalamualaikum!”
“Walaikumsalam!”
Imel pun menutup telpon. Dipandangi sekali lagi HPnya. Dia ingin mencurahkan isi hatinya namun dia tidak mau menjelek-jelekkan orangtuanya meski pada sahabatnya sendiri. Biarlah dia pendam semua ini dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.
Tiba-tiba sebuah pesan SMS masuk. Pesan itu dari Aldo.
Untuk menjadi dewasa, Tuhan harus memberi ujian hidup. Namun ujian itu bukan untuk menjatuhkanmu tetapi ujian itu untuk menguatkanmu. Hadapi dengan kesabaran maka kita akan mendapatkan kebahagiaan.
Imel tertegun mendapatkan SMS itu, rasanya seakan-akan Aldo tahu apa yang sedang dirasakan Imel saat ini. Imel pun takjub Aldo yang jahil, humoris, narsis, dan bisanya Cuma ngeledekin dia bisa merangkai kata-kata indah ini. Imel pun membalas SMS itu.
Thx Do! Tpi qmu abiz kecelakaan dimana Do sampe belagak jdi Mario Teguh gitu. Hahaha! Juskid brow! :p
Nggak lama berselang Aldo pun membalas pesan itu.
Aldo gitu loch… yah, tambah dewasa qta mesti tambah pinter donk sizta! Kata-kata ini murni loh pemikiran aq stlah mnonton Mario Teguh. :D
Imel pun tersenyum mendengar kata-kata Aldo. Dia pun membalasnya.
Alah cuman copas doank bangga! :p
Imel tersenyum puas setelah ngeledekin Aldo. Dalam benaknya dia membayangkan Aldo yang habis menonton acara itu dengan serius. Padahal biasanya acara yang ditonton Aldo tuh kalo bukan film action, yah pertandingan Sepak bola atau basket.
Biarin. Wee :p
Imel pun jadi tertawa. Entah apa lagi yang dia bayangkan. Imel memandang sebuah boks berwarna cokelat. Sebenarnya itu hadiah  ulang tahun untuk Aldo namun tadi siang entah mengapa Imel tak menyerahkannya.
Aldo… Bisa ke t4 kos q skrg?
Imel membalas SMS itu.
Oke deh! Tpi awas yah klo disuruh perbaiki pintu lgi. Ane bkn tukang Gan!
Imel tertawa setelah membaca balasan SMS itu. Dia pun membalas pesan itu.
Hahaha! Nggak lah!
Tunggu 15 menit lagi nyampe Kok

***

Dan satu jam kemudian…
“Katanya 15 menit!” Imel tampak kesal menyambut Aldo yang hanya bisa cengar-cengir sambil mengatakan sori.
“Emang ada apaan sih?” tanya Aldo.
“Gara-gara kamu telat aku sampai lupa mau ngomong apa.” Ucap Imel ketus.
“Sorry deh! Oh ya, nih ada kue ultah sisa. Tadi sore abis ngerayain bareng anak-anak basket.” Aldo membuka kantong plastik berwarna putih. Sebuah kotak kue berukuran satu piece itu dikeluarkan Aldo.
“Wah, makasih yah Do. Kebetulan lagi lapar nih!” seru Imel.
“Hehehe, gak disimpen buat besok? Ntar gemuk loh.” Ledek Aldo.
“Biarin! Biar gak kalah montok dari Helen.”
“Helen?” Aldo tersentak kaget.
“Emang knapa?” tanya Imel judes.
Aldo terlihat berpikir sejenak. “Ah, aku tahu. kamu cemburu kan sama Helen?” goda Aldo.
“Ih, siapa yang cemburu.”
“Ahaha, ngaku aja kalo jelous sama Helen yang tiap hari dekat-dekat sama aku kan?” goda Aldo lagi.
Sebenarnya memang benar Imel cemburu. Sebuah pukulan pun mendarat di bahu Aldo saking kesalnya Imel. “Rese dah!”
“Ehehe! Sorry deh Mel. Oh ya sebelum makan nih ada lilin bekas tadi.” Aldo pun memasang lilin di kue ultah itu. Dia pun mengeluarkan korek gas dan membakar lilin itu.
Imel pun menyanyikan lagu ultah untuk sahabatnya itu.
Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday… happy birthday Aldo!
Aldo pun menepuk tangannya sambil tersenyum pada Imel. Mereka pun sama-sama meniup lilin itu. Hembusan nafas mereka saling beradu dan menerpa wajah masing-masing. Wajah Imel dan Aldo pun jadi merona saat pandangan mereka beradu. Suasana jadi canggung dan mereka saling membuang muka dan melihat ke tempat lain.
“Oh ya Do. Ini hadiah dariku.” Ucap Imel sambil memberikan kotak kecil berwarna cokelat itu.
“Wah Makasih yah Mel.” Ucap Aldo girang.
Aldo pun langsung membuka kotak itu. Dia pun terkejut plus sumringah melihat isi kotak itu. Sebuah jam tangan.
“Kamu kan sering telat dan lupa waktu kalo janjian. Jadi, hadiah ini buat ingatin Aldo biar gak telat lagi.” Jelas Imel sambil tersenyum usil.
“Oke deh. Sip bos, makasih hadiahnya yah!” ucap Aldo sambil mengacak-ngacakin rambut Imel.
Imel terlihat kesal namun dalam hatinya ada perasaan tentram saat Aldo membelai kepalanya. “Aldo…” Ucap Imel agak meragu.
“Ya?” Wajah Aldo kini menatap serius pada Imel.
“Itu…”
“Itu apa Mel?” Aldo terlihat penasaran. Wajahnya pun makin mendekat ke Imel sehingga membuat Imel makin gugup.
“Itu… aku… aku mau tidur.” Ucap Imel terbata-bata sambil menundukkan pandangannya ke bawah karena wajah Aldo sudah sangat dekat.
“Selamat tidur Mel!” ucap Aldo dan… sebuah kecupan pun mendarat di kening Imel.
Imel kaget dan mengangkat kepalanya memandang Aldo dengan tatapan heran plus kaget. Aldo membalas tatapan Imel dengan sebuah senyuman kecil. Dia tak berkata apa-apa dan hanya berjalan keluar pagar. Sebuah senyuman dan lambaian tangan Aldo sesaat setelah melaju dengan motor maticnya itu tak direspon Imel.
Imel hanya diam mematung sambil ternganga menatap ke luar pagar. Namun beberapa saat setelah kepergian Aldo, sebuah senyuman pun terkembang di bibir Imel.
“Selamat malam Do!”

***

Aldo pun tiba di rumahnya. Dia merebahkan tubuh lelahnya di kasur empuk kamarnya. Dipandanginya sebuah foto dalam bingkai berwarna hitam itu dengan penuh senyuman. Dalam foto itu ada 4 orang berdiri berderet dengan seragam putih abu-abu. Tiga orang cewek dan seorang cowok yang tidak lain adalah Aldo sendiri. Ketiga cewek itu mulai dari ujung kanan adalah Reni, Erni dan Imel. Erni adalah sahabat Aldo dan Reni sejak SMP sedangkan Imel mulai akrab setelah Masa Orientasi Sekolah.
Aldo berdiri di samping Imel dengan wajah cuek sambil membuang muka. Begitupun dengan Imel yang berpose dengan gaya cuek yang sama. Sementara Reni dan Erni saling menempelkan kedua tangannya membentuk hati. Saat itu Aldo dan Imel emang langsung akrab sehingga mereka berdua tidak pernah canggung saat bersama. Foto ini diambil oleh Tuti saat awal semester kedua di kelas satu SMA lima tahun yang lalu.
Perjalanan persahabatan mereka lumayan berliku. Kepindahan Imel saat kenaikan kelas dua serta gosip kedekatannya dengan Reni membuat persahabatan mereka retak. Sempat saling diam selama satu tahun lebih, akhirnya mereka menemukan ikatan persahabatan mereka kembali. Dan semua itu berkat seseorang bernama Arya. Karena Arya yang jatuh cinta berat dengan Reni, dan kebetulan Arya pun akrab dengan Aldo di tim Basket SMA. Akhirnya Aldo, Erni dan Tuti pun kompak membantu hubungan mereka berdua. Dan saat kelulusan, Imel pun kembali dan semakin mempererat hubungan persahabatan ini.
Namun Aldo merasa ada yang berubah. Aldo merasa ada yang berbeda dibanding hubungan saat kelas satu SMA dulu. Dan Aldo tahu bahwa perasaan yang dulu dia jaga telah berubah. Dari sahabat… menjadi cinta.
Aldo duduk sambil menggenggam foto itu. Matanya terfokus pada satu sosok di foto itu. Cewek yang sedang bersandar punggung padanya sambil menatap ke atas dengan pandangan cuek. Sebuah senyuman menghiasi wajah Aldo yang serius menatap foto itu.
“Imelda… aku juga suka kamu.” ucap Aldo kepada foto itu.

***

Seminggu telah berlalu sejak Aldo merayakan ulang tahunnya itu. Sejak peristiwa kecupan Aldo malam itu, mereka berdua jadi agak canggung saat bertemu berdua saja. kecuali jika ada Reni barulah mereka berdua bersikap biasa seperti nggak terjadi apa-apa.
Pagi itu suasana sangat riuh setelah latihan basket selesai. Aldo lagi-lagi dikelilingi oleh cewek-cewek yang mencari muka dengannya. Aldo hanya menebar senyum dan sesekali merespon gombalan cewek-cewek itu.
Dari jauh tampak Imel memandangnya dengan tampang kesal. Imel pun menjauh menuju kantin. Di sana dia duduk seorang diri sambil mengetik sesuatu pada netbook mungil berwarna pink itu. Beberapa cowok datang mencoba menyapa dan sepertinya ingin pendekatan padanya, namun ditanggapin Imel dengan judes. Akhirnya cowok-cowok itu pun menjauh dengan perasaan kecewa.
Reni pun datang menghampiri Imel bersama dengan Aldo.
“Hey Mel, kamu masih ada jadwal kuliah gak?” tanya Reni.
Imel menggeleng sambil tetap fokus mengetik.
“Bagus deh, kebetulan Tuti ngajakin jalan tuh. Ikut gak say?”
“Hmm…?” Imel berpikir sejenak.
“Ikut yah? Udah lama kita nggak jalan bareng.” Bujuk Reni.
Matanya melirik ke arah Aldo dan tiba-tiba saja api cemburu membakar Imel. Aldo sedang asyik melambai dan berbicara dengan bahasa tubuh pada cewek-cewek yang melihatnya dari luar kantin. Bahkan ada yang melempar sebuah ciuman jauh pada Aldo.
“Oke deh, aku juga pingin menenangkan hatiku. Capek ngurusin cowok playboy.” Ucap Imel ketus.
Aldo yang merasa disindir itu pun mulai angkat bicara. “Maksudnya aku ya? Siapa juga yang mau diurus sama cewek jutek.”
“Apa kamu bilang?” Imel sudah bersiap untuk berperang dengan Aldo.
Aldo pun membusungkan dada tanda tidak takut. Bendera perang pun berkibar namun Reni segera berdiri di tengah kedua orang itu.
“Kalian ini kenapa sih suka berantem melulu!”
“Aldo tuh suka cari masalah!” keluh Imel.
“Idih, emang tadi siapa yang duluan.” Aldo pun gak mau kalah soal membela diri.
“Sudah! Sudah! Kalo berantem terus ntar kualat loh. Saling jatuh cinta baru tahu rasa deh kalian.” Ucap Reni jengkel.
Aldo dan Imel terdiam sejenak lalu saling menatap. “NGGAK BAKAL!” ucap keduanya serempak.
Aldo pun pergi meninggalkan Reni dan Imel. Sementara Imel hanya duduk dengan tampang bete sambil melanjutkan ketikannya tadi.

***

Satu jam kemudian di Mall…
“Do! Kenapa kamu nggak coba serius dengan salah satu cewek yang ngejar-ngejar kamu itu. Supaya kesan playboy mu itu hilang. Kasihan kan cewek-cewek pada berharap sama kamu.” nasehat Tuti.
“Hmm… gimana yah. Nggak ada yang buat aku tertarik.” Jawab Aldo simpel.
“Lha trus ngapain kamu baikin mereka semua. Masih mending Arya yang pasang tampang cuek biar cewek-cewek nggak terlalu berharap padanya.” Gerutu Tuti.
“Kamu nggak ngerti sih. Aku bukan tipe orang yang suka make topeng kayak Arya.”
“Tapi, pasti diantara cewek-cewek yang dekat sama kamu pasti ada yang menarik hatimu kan Do?”
Aldo terdiam sejenak sambil berpikir. Serangan pertanyaan Tuti membuat Aldo yang kalo bicara blak-blakan harus ekstra hati-hati. Tuti emang seorang wartawan majalah gosip, jadi pertanyaannya sering menjebak.
“Sebenarnya ada sih satu orang.” Aku Aldo.
“Siapa tuh kalo boleh tahu?” tanya Tuti.
“ada deh!”
“Kasih tahu dong!” desak Tuti.
“Nggak!” tegas Aldo.
Tuti pun tak bisa berkata apa-apa lagi dia hanya bisa mendaratkan sebuah pukulan di bahu Aldo.
“Trus gimana hubunganmu dengan Asep?” tanya Aldo.
“Yah, baik-baik aja. Yang sedang gawat tuh si Erni. Dia lagi nyari selingkuhan tuh gara-gara si Heru gak pernah hubungin dia.” Jelas Tuti.
Aldo hanya bisa tertawa sambil geleng-geleng kepala. “Trus hari ini Erni jadi datang?”
“Nggak tahu juga. Oh ya Do, kamu masih ingat Kak Fandi yang jadi pendamping kita waktu MOS dulu?” tanya Tuti.
“Ingat, emang kenapa dengan Kakak Kelas itu?”
“Dia kan tetanggaku dan akhir-akhir ini dia sering nanyain tentang Imel. Kamu kan satu jurusan dengan Imel. Kira-kira dia ada naksir seseorang nggak?”
Aldo tampak kaget. “Nggak tahu. Dia nggak pernah cerita masalah cowok ke aku. Coba tanya Reni.”
“Oke deh, mereka berdua lama banget yah?” Tuti tampak suntuk menunggu Reni dan Imel yang sejak tadi ke toilet.
Tak beberapa lama kemudian Asep datang bersamaan dengan Heru dan Erni.
“Hai Aldo, lama gak ketemu nih.” Sapa Heru pada Aldo. Tampaknya Heru dan Erni mulai rukun lagi.
“Yo ah!” ucap Aldo sambil bersalaman.
Reni dan Imel pun bergabung.
“Wah lengkap banget nih.” Seru Erni.
“He-em! Seandainya ada Arya, kita jadi punya pasangan masing-masing nih. Aku sama Arya, Tuti sama Asep, Erni sama Heru dan Imel sama Aldo.” Ucap Reni.
“NGGAK!”
Ucap Aldo dan Imel kompak.
“Hahaha! Kalau dipikir-pikir kalian berdua itu sejak dulu kayak Tom dan Jerry aja.” Ledek Reni.
“Biarin!” Imel jadi jutek.
Semuanya tertawa melihat wajah Imel dan Aldo yang memerah itu. Hari itu mereka reuni sekaligus jalan-jalan.
Aldo terlihat murung saat melihat Imel dan Tuti berbicara sesuatu. Yah, sepertinya mereka membicarakan Farid. Pikir Aldo. Aldo makin terlihat kesal saat mereka berdua tertawa centil.

***

“Mel, kamu nggak ikut MID mata kuliah Pemodelan Pak Hasyim?” tanya Aldo.
“Nggak, aku kan bebas MID karena udah respon tugas sama asdos.” Jelas Imel.
“Wah enak banget, pinjem catatanmu dong. Aku nggak punya catatan nih.” Aldo memelas.
“Lagi nggak bawa.”
“Yah, kalo gitu kamu gantiin aku MID yah? Please!” pinta Aldo.
“Nggak bisa Do, aku ada janji sama Tuti sekarang.” Jelas Imel.
“Hah? Sama Tuti? Jangan bilang kalo kalian mau ketemu seseorang.” Aldo tampak curiga.
“Loh Kok tahu sih.”
“Lebih baik nggak usah Mel.” Bujuk Aldo.
“Emang kenapa?”
“Yah, masa’ kamu nggak kasihan sama aku sih?” Aldo memelas dengan tampang sedihnya.
“Nggak! Pergi dulu yah Do!”
“MEL!”
Imel tidak perduli dan terus berjalan keluar gerbang kampus. Aldo tampak pasrah dan sedih.
Sementara itu di luar gerbang Tuti sudah menunggunya.
“Maaf lama Ti!”
“Aku juga baru nyampe kok.” Jelas Tuti.
Mereka berdua pun naik ke bis menuju sebuah café. Di café itu tengah duduk seorang cowok. Yah, cowok itu adalah Fandi.
Sesaat sebelum memasuki café, tiba-tiba saja Aldo muncul.
“Aldo? Bukannya kamu ada MID?” tanya Imel.
“Aku mau bicara berdua. Penting banget.” Ucap Aldo.
“Hmm. Ya udah Ti, kamu duluan aja. Aku mau bicara dulu sama Aldo.”
Tuti pun memandang aneh ke arah Aldo yang terlihat gelisah itu. Aldo hanya tersenyum pada Tuti untuk menghilangkan rasa canggungnya. Tuti pun masuk ke dalam café menemani Fandi.
Aldo memandang Imel dengan cemas, jantungnya berdebar-debar.
“Kenapa Do?” tanya Imel.
“Itu… kamu, janjian sama siapa?” Aldo balik nanya.
“Kakak kelas waktu SMA dulu.” Jawab Imel.
“Kok kamu mau aja sih dicomblangin sama cowok yang gak dikenal itu?” Aldo tampak panik dan kesal.
“Kamu kenapa sih Do? Lagian siapa juga yang dicomblangin kita Cuma makan-makan aja.” Imel tampak bingung dengan perubahan sikap Aldo itu.
“Itu namanya pedekate bego.”
“Loh, kenapa kamu tiba-tiba sewot gitu sih Do! Lagian kalo ada yang mau pedekate sama aku yah aku gak harus langsung nolak kan?”
“Tapi kan kamu belum kenal sama orang itu Mel. Aku kan sahabatmu jadi wajarlah kalo aku cemas.” Aldo beralasan.
“Di dalam kan ada Tuti juga, dan Tuti lebih bisa diandalkan dibanding kamu. Dia lebih bisa menilai sifat seseorang dan aku yakin penilaian Tuti tentang cowok itu pasti benar.” Tegas Imel.
“Belum tentu juga Tuti selalu benar Mel!”
“Eh, Aldo. Kenapa kamu sewot gitu sih. Sebaiknya kamu kembali ke Kampus ikut MID daripada cemasin aku.” kesal Imel.
“Aku cemas karena aku suka sama kamu Mel!”
Imel kaget mendengar pernyataan Aldo itu. Aldo pun tak bisa berkata apa-apa lagi dan hanya bisa tertunduk malu.
“Do, kamu balik aja ke kampus yah?” pinta Imel.
“Mel, apa kamu juga suka sama aku?”
Imel tak menjawab apa-apa dan langsung masuk ke dalam café dengan wajah murung. Aldo pun tertunduk lesu dan meninggalkan café.
Di dalam café, Tuti sedang berbincang-bincang dengan Fandi. Imel pun datang dan duduk di sebelah Tuti.
“Aldo ngomong apaan Mel?” tanya Tuti.
“Bukan apa-apa kok. Dia mau pinjem catatan untuk MID bentar.” Jawab Imel dengan sebuah senyum yang dipaksakan.
Tuti hanya ber’oh’ menanggapinya. Tapi dalam hatinya dia tahu ada sesuatu yang nggak beres dengan Imel.
Mereka pun memesan makanan, Tuti dan Fandi asyik bercerita sementara Imel pikirannya tak berada di café. Pikiran Imel hanya terbayang Aldo. Dalam hatinya ada perasaan suka pada Aldo namun entah mengapa tadi dia tidak menjawabnya.
Fandi terus mengeluarkan lelucon-lelucon lucu untuk mengakrabkan suasana. Fandi juga sadar sejak tadi Imel tak tertawa mendengar leluconnya sehingga dia pun jadi bingung dan salah tingkah.
“Oh ya Mel, hobi kamu apa nih?” tanya Fandi.
“Hah? Hobi yah Kak? Aku suka menyanyi.” Jawab Imel.
“Wah, jadi pingin dengar suaranya nih. Pasti suaranya merdu banget.” Puji Fandi.
“Nggak juga kak!” Imel mencoba merendah.
“Imel nih waktu hari terakhir MOS dulu dia kan nyanyi Kak. Masa lupa sih?” tambah Tuti.
“Oh iya yah! Beneren loh suara kamu bagus.” Puji Fandi lagi.
Imel terdiam sejenak, waktu itu dia nyanyi gara-gara di dorong Aldo. Dan kebetulan saat itu Ketua OSIS meminta salah satu peserta MOS yang berani maju ke depan untuk menyanyi. Jadi karena terdorong oleh Aldo terpaksa deh dia harus maju.
Saat itu Imel pun menyanyikan lagu kesukaannya, yaitu lagunya Blink yang berjudul Cinta Pertama. Yah, saat itu Imel sudah mulai suka dengan Aldo yang baru dua minggu di kenalnya. Awalnya Imel jatuh hati pada wajah tampan Aldo namun karena Aldo yang terlalu terbuka dan terlalu dekat padanya sehingga membuatnya berpikir bahwa Aldo hanya menganggapnya sahabat. Imel pun mengubur perasaannya itu.
Saat kau ada di dekatku Hatiku berdegup kencang
Cukup buatku melayang layang Ini baru benar ku rasakan
Terpesona aku saat pertama melihatmu 

Dan kini setelah lima tahun berlalu Aldo pun menyatakan isi hatinya padanya. Imel pun akhirnya tersadar bahwa sebenarnya selama ini yang membuatnya tidak menghiraukan rayuan cowok-cowok adalah karena satu sosok itu. Renaldo!
“Ti! Kak Fandi! Maaf aku harus segera pergi.” Ucap Imel tiba-tiba.
“Kenapa Mel? Apa aku ada salah ngomong?” tanya Fandi.
“Nggak kok Kak!”
“Oh ya Mel, Kak Fandi mau ngomong sesuatu dulu!” cegah Tuti.
“Aku tahu apa itu Ti! Maaf yah Kak! Sejak dulu aku hanya suka sama satu orang aja. Dan karena cowok itulah aku sampai harus nyanyi saat MOS dulu.” Jelas Imel.
“Maksud kamu Mel?” tanya Fandi.
“Harusnya aku yang minta maaf Mel. Maaf juga yah Kak.” Tuti kini sadar perasaan Imel.
“Terima kasih atas traktirannya Kak!” ucap Imel lalu pergi meninggalkan café.
“Maaf yah Kak! Aku harus menyusul Imel.” Tuti pun undur diri.

***

“Gimana nih Ti? HP nya nggak aktif.” Imel terlihat panik.
“Mungkin dia masih ujian MID.” Tuti mencoba menenangkan Imel.
“Tapi udah dua jam nih. Lagian tadi aku udah nanya sama Pak Hasyim dan Aldo nggak ikut MID. Jangan sampai dia negatif thinking dan berbuat yang nggak-nggak deh!”
“Tenga dulu Mel. Coba hubungi Reni. Siapa tahu dia ketemu tadi di kampus!” Usul Tuti.
Imel pun menelepon Reni.
“Halo Ren?”
“Halo Mel. Wah umur panjang kamu Mel baru aja diomongin langsung nelpon.”
“Ren, kamu lihat Aldo nggak?” tanya Imel.
“Aldo? Dia di sini nih. Di tempat kerjaku.”
“Oh syukurlah. Aku kesana sekarang yah Ren!”
“Oke say!”

Tak lama kemudian Imel dan Tuti pun tiba di tempat kerja Reni. Sebuah café dengan nuansa orang bernama WINZ café. Reni kerja sambilan di café ini, tapi boleh dibilang sebagai pemilik café ini karena café ini milik Kakaknya Arya, pacarnya Reni.
Reni menyambut Imel dan Tuti di pintu masuk. Di dalam Café terlihat Aldo sedang duduk membelakangi pintu. Dia ditemani oleh Erni yang duduk di depannya.
“Dia habis curhat tuh Mel. Tentang kamu.” ucap Reni.
Imel pun mencoba mendekat. Erni yang melihat kedatangan Reni, Tuti dan Imel pun tersenyum dan berdiri meninggalkan meja. Aldo masih tertunduk lesu sambil memandangi Banana Ice cone di depannya.
Imel pun duduk di depan Aldo menggantikan Erni. Tapi Aldo masih menatap kosong sambil tertunduk. Dia tak menyadari kehadiran Imel.
“Es krimnya udah mencair tuh!” tegur Imel sehingga membuat Aldo terkejut dan menatap heran pada Imel.
Aldo tak berkata apa-apa. Dia kembali tertunduk murung.
“Kenapa tadi gak ikut MID Do?” tanya Imel.
“Nggak bisa berpikir. Nggak bisa konsentrasi.” Jawab Aldo dengan nada agak jutek.
“Duh segitunya.”
“Trus kenapa di sini? Gimana Kakak kelas tadi?” tanya Aldo dengan ketus.
“Kak Fandi yah? Dia itu baik, humoris lagi, udah gitu ganteng dan perhatian.” Jelas Imel.
Wajah Aldo terlihat kecewa dan makin murung. “oh, jadi kalian udah jadian yah!”
Imel menggeleng sambil tersenyum. “Sejak dulu aku tuh suka sama seseorang.” Imel pun menerawang ke masa-masa saat MOS dulu.
 “Siapa?” tanya Aldo dan dalam hati ia berharap jika itu adalah dirinya.
“Sebenarnya dia cinta pertamaku. Karena dia aku harus maju menyanyi di muka umum saat MOS dulu.”
Aldo pun tersenyum lebar. Yah, dia dapat menerkanya dan dia pun turut mengingat masa-masa itu.
Saat kau ada di dekatku Hatiku berdegup kencang
Cukup buatku melayang layang Ini baru benar ku rasakan
Terpesona aku saat pertama melihatmu 

Imel menyanyikan lagu yang dulu dia nyanyikan itu. Saat itu Imel pun terpesona pada pertemuan pertamanya dengan Aldo. Perasaan kagum dan berharap namun seiring berjalannya waktu, perasaan itu terbawa arus persahabatan sehingga rasa cinta yang sebenarnya ada tertutupi oleh hubungan persahabatan ini.
“Aku ingat Mel.” Ucap Aldo sambil tersenyum.
“Cieh, yang baru jadian nih.” Goda Erni.
Reni pun membalikan tulisan OPEN yang tertera di pintu masuk café itu menjadi tulisan CLOSED. “hari ini momen spesial jadi tidak apa-apa kalo aku tutup cepat.” Ucapnya.
“Oh ya Ren, buatin es krim untuk Imel dong. Aku yang traktir.” Seru Aldo.
“Trus kita-kita gimana?” protes Tuti.
“Sudah kita diluar aja.” Ucap Reni yang langsung diiyakan oleh Aldo.
Imel tampak tertunduk malu. Yah, perasaan yang telah lama dia pendam ternyata terbalaskan. Perasaan dari sahabat menjadi cinta…

 TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar