Rabu, 08 Mei 2013

Novel | Wajah Kedua (Part 27)


Part 27
Arya dan Gadis Melayu


Aku masih merasa jengkel karena ditinggal Erni. Sepertinya Erni dan Tuti sengaja mengerjai aku supaya bisa berduaan aja dengan Erwin. Rupanya mereka mau comblangin aku supaya balik lagi dengan Erwin. Dan Erwin pasti juga terlibat dalam persekongkolan ini. Pantasan Tuti jadi agak aneh sejak tadi. Awas yah kalian, Tuti dan Erni.
Sesampainya di salon, Kak Desi langsung duduk di kursi salon. Sementara itu Kak Ruslan dan Erwin menunggu di luar sambil bercerita. Aku diajak kak Desi tapi aku gak mood dan memang nggak pingin merubah penampilan.

Lama-lama aku jadi bosan berdiri di sini sambil nungguin Kak Desi yang sedang Rebounding. Sementara Kak Ruslan dan Erwin sedang asyik bercerita tentang pertandingan sepak bola. Aku tak bisa masuk dalam pembicaraan mereka dan hanya bisa senyum sambil manggut-manggut saja.
“Macam mana penampilanku?”
Sebuah suara membuatku menoleh. Seorang cewek cantik keluar dari salon dengan logat melayu kental. Ada seorang wanita setengah baya menemaninya. Aku jadi memperhatikan cewek ini. Dia sangat manis dan juga imut. Mungkin masih SMP kelas satu. Jika sudah SMA, aku yakin cewek ini pasti akan sangat cantik.
“Cantik Non, Den Arya pasti kagum.” Jawab wanita paruh baya itu pada si cewek imut tadi.
Sepertinya mereka buka keluarga karena wanita ini berlogat jawa dan sikapnya sopan sekali pada cewek itu. Wanita ini terlihat agak membungkuk saat berbicara dengan cewek itu. Sepertinya dia pelayan cewek melayu ini.
Den Arya? Apakah dia Arya yang aku kenal? Hmm… Dan saat di rumah Arya dulu, Arya juga di panggil dengan panggilan Den Arya.
“Aku nak buat kejutan untuknya Bi! Bila melihat ku, Aya mesti bisa lekas sembuh. Kakinya mesti segera sembuh dan bisa berlari lagi.” Ucapnya dengan logat melayu.
Yah, ternyata memang benar yang dibicarakan oleh mereka adalah Arya. Cewek melayu tadi pun memanggilnya dengan nama kecilnya, yaitu Aya. Ternyata selain aku dan Kak Wina ada juga orang lain yang memanggilnya dengan panggilan Aya. Siapakah dia?
Aku jadi penasaran dengan cewek ini. Kok Arya gak pernah cerita sih kalau punya adik yang imut-imut sepertinya. Cewek tadi pasti sepupunya dari kampung halamannya, karena Arya bilang dia Cuma dua bersaudara aja. Aku jadi ingin menyapanya.
Aku pun mohon diri pada Kak Ruslan dan Erwin dengan alasan mau ke toilet. Aku pun membututi cewek tadi dan mencari tempat yang aman dari pandangan Erwin untuk bicara padanya.
Akhirnya cewek itupun berhenti di sebuah butik. Dia pun masuk ke dalam butik itu di temani dengan wanita tadi yang seakan menjadi ajudannya.
“Hey Dik!” sapa ku pada cewek tadi.
Dia menoleh sejenak padaku dan menatapku heran. “Iya! Siapa yah?”
“Aku Reni.” Ucapku sambil mengulurkan tanganku.
Kami berjabat tangan dan aku agak sedikit membungkuk saat menjabat tangannya. Tinggi cewek ini hanya sebahuku. Dan ternyata kalau dilihat dekat begini dia sangat manis dan juga imut. Jadi pingin sekali mencubit pipinya. Tangannya juga sangat halus dan kulitnya pun putih.
“Fani!” jawabnya dengan agak sungkan.
“Oh, Fani yah. Nama kita agak mirip yah dek? Fani dan Reni.” Aku mencoba mencairkan suasana tapi dia masih terlihat bingung. “Kakak ini temannya Arya loh. Tadi kakak dengar Fani bicara tentang Arya.” Jelasku padanya.
“Oh Yah! Fani baru saja datang dari KL Kak Reni. Fani sepupunya.” Jelasnya sambil tersenyum sumringah.
Ada dua buah lesung pipi yang menambah manis senyumannya. Ternyata betul dugaanku, dia sepupunya. Duh senangnya kalo punya adik yang cantik, imut dan manis sepertinya. Pasti bangga deh dan akan aku ajak main dan jalan bareng setiap hari.
“Wah, selamat datang yah dek. Arya nggak pernah cerita tuh kalo dia punya adik yang ngegemesin kayak Fani.” Puji ku.
Fani tak berkomentar apa-apa dan dia hanya bisa tersenyum sambil tersipu malu. Wajahnya jadi memerah gitu jadi kelihatan manis.
“Oh ya Fani liburan ke sini yah?” tanyaku mencoba mengakrabkan diri.
“He em!” jawabnya masih dengan senyuman manisnya.
“Emang anak SMP di sana udah libur duluan yah?” tanyaku lagi.
“Hah? Fani bukan anak SMP lah Kak!” jawabnya.
“Apa? Wah, ketuaan yah? Rupanya Fani masih SD ya!” ucapku. Yah wajar aja lah anak SD sekarang terlihat lebih besar dikit.
“Bukan Kak! Fani sudah kelas 1 SMA. Umur Fani sudah 15 tahun.” Jelasnya.
“HAH?” kali ini aku tersentak kaget. prediksiku melesat jauh dan ternyata dia hanya dua tahun lebih muda dariku.
“Memang orang-orang sering mengira Fani masih anak kecil. Kak Reni bukan orang pertama yang salah kira.” Ucapnya.
“Maaf yah!” ucapku sambil nyengir karena merasa bersalah sekaligus takjub padanya.
“Tak apalah.” Ucapnya sabil tetap tersenyum ramah.
“Tapi kalo Kakak jadi Arya, pasti senang punya adik seperti Fani. Kakak pasti manjain Fani seperti anak kecil. Meski Cuma adik sepupu saja sih. Soalnya Kakak gak punya adik perempuan sih.” Seruku dengan menggebu-gebu.
Fani hanya tertawa saja. “Kakak nih lucu juga yah? Tapi Arya itu kan tunangan Fani jadi tak sopan bila Fani harus bermanja-manja.” Jelasnya.
“Hah Tunangan?” aku jadi terheran.
“Iya. Jika Arya sudah lulus SMA, mungkin pesta pertunangan kami segera dilaksanakan. Kak Reni jangan lupa datang yah?” serunya dengan gembira.
Tunangan? Serius nih?
“Wah selamat yah. Aku pasti datang kok.” Ucapku dengan senyuman yang agak dipaksakan.
“Janji yah!” ucapnya dengan gaya imutnya itu.
Aku hanya mengangguk. “Oh ya, teman kakak ada di lantai atas. Duluan yah?” Aku pun berlalu dengan perasaan yang masih shock.
Aku tidak kembali ke tempat Erwin dan temannya. Aku duduk di sebuah taman kecil di luar mall. Langit tampak mendung dan mungkin cuma aku aja orang aneh yang duduk di taman ini di bawah mendungnya langit.
Setelah lulus kan tinggal beberapa bulan lagi. Jadi setelah lulus Arya akan tunangan dengan cewek cantik itu. Fani… dia manis, cantik, baby face seperti Arya, keluarganya juga tajir dan bangsawan. Pasangan sepadan untuk Arya. Kalo ngebayangin mereka berdua bersanding rasanya pas banget deh. Seperti sosok pangeran dan putri.
Kenapa yah aku berharap padanya? Memang benar moto Fansklub Arya. Dia itu gak bisa dimiliki dan hanya bisa dikagumi. Aku yang bodoh dan terlalu ge-er. Yah, aku akan belajar untuk ikhlas merelakannya bersama wanita yang pantas untuknya.
Kak Farid pernah bilang jika tingkatan cinta yang paling tertinggi adalah ikhlas membiarkannya bahagia dengan orang lain yang dicintainya. Yah, cinta adalah keikhlasan. Bukankah sejak awal aku ingin menjadi sosok apapun yang Arya inginkan?
Tapi kenapa? Kenapa air mataku jatuh? Kenapa aku nangis? Di saat seperti ini aku butuh seseorang. Seseorang yang bisa mendengarkan keluhku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar