Part 32
Sahabat Yang Terlupakan
Aku duduk di sebuah
bangku dipinggir lapangan basket. Sekolah tampak mulai sunyi tapi aku masih
belum pulang. Kebetulan Ibu guru menyuruhku ikut merapikan perpustakaan.
Pekerjaan ini sudah selesai tapi entah mengapa aku belum pulang.
“Loh Reni?”
Sebuah suara
membuyarkan lamunanku. “Aldo?”
“Tumben nih kamu
sendirian. Biasanya bareng Erni atau Tuti.” Ledeknya.
Aku mendesah
menghela nafas panjang. “Sebenarnya kami lagi bertengkar.”
“Aku tahu dari
ekspresimu! Kamu kalau lagi sedih dan gundah suka menghela nafas panjang sambil
ngelamun. Memang kenapa Ren?”
“Kamu gak akan
mengerti.” Ucapku.
“Trus gimana dengan
Arya?” tanya Aldo.
Aku menoleh padanya
dan menatap tajam. Darimana dia tahu atau jangan-jangan Tuti juga sudah cerita
ke Aldo.
“Maksudmu?”
“Yah, aku tahu
akhir-akhir ini kamu sangat dekat dengan Arya. Aku emang gak tahu masalahmu
dengan Tuti dan Erni tapi mungkin kalian bentrok karena Arya.” Terka Aldo.
Aldo memang sudah
tahu sifatku. Kami bersahabat dari SMP namun setelah putusnya aku dengan Erwin,
kami mulai menjauh. Dia jadi lebih sering main basket dan tidak mau lagi
mendengarkan curhatanku. Yah dia terkesan menghindariku. Akhirnya kami pun
saling menjauh. Menjauh dari aku, Imel, Erni dan juga Tuti. Aldo pun menjadi
sahabat yang terlupakan… seperti diriku kini yang mulai terlupakan oleh Tuti
dan Erni.
Sebenarnya aku yang
salah, Aldo sudah terlalu banyak berkorban untukku. Dia selalu menghiburku
disaat aku sedih karena bertengkar dengan Erwin. Dan pengorbanan terakhir Aldo
adalah saat dia sampai ditonjok oleh Erwin. Setelah itu Aldo mulai menjauhiku.
“Darimana kamu tahu
itu? Dari Tuti ya?”
“Ren, meskipun kita
sudah tidak akrab lagi, meskipun aku sebenarnya sangat marah padamu. Tapi dalam
hatiku kamu tetap sahabatku kok. Aku selalu memperhatikan kalian. Aku pun
kadang cemas pada kalian. Jadi jangan heran kalau aku tahu masalahmu Ren! Kita
kan sahabat.” Jelas Aldo.
Ucapannya membuatku
terharu. Lagi-lagi air mataku menetes. Ingin rasanya memeluknya lagi tapi aku
tak mau melakukan kesalahan yang sama.
“Do! Aku pingin
curhat.”
“Silahkan Ren.
Sudah dua tahun aku tidak mendengar curhatanmu. Aku rindu masa-masa itu.”
Kenang Aldo.
Aku jadi tersenyum
dan ikut mengenang masa-masa itu.
“Saat aku pertama
kali duduk di samping Arya. Teman-teman banyak yang ngucapin kata-kata sirik.
Aku pun bilang kalau Arya itu bukan tipeku. Yah, dan memang aku jujur dan nggak
ikut-ikutan centil seperti yang lain. Aku bahkan ngeledekin Erni yang centil
seperti fansklubnya Arya. Tapi… “ aku menghela nafas sejenak.
Aldo masih diam dan
mendengarkanku dengan serius.
”Entah mengapa aku
jadi makin dekat sama Arya. Kami belajar bareng. Trus dia nggak sengaja nabrak
aku dengan sepedanya, kami juga kebetulan ketemu diluar. Trus waktu Arya di
rumah sakit. Aku memberinya catatan pelajaran dan saat Arya balikin catatan
aku. Ternyata ada kertas pesan di buku itu. Akhirnya kami saling komunikasi dan
jadi lebih dekat. Tiba-tiba saja Erwin datang lagi dan minta balikan. Saat itu
aku lagi sedih dan kamu tahu kan Do, gimana kondisiku saat sedih. Saat itu Arya
datang dan menghiburku. Kami nggak sengaja kencan dan Tuti tahu itu. Dia nuduh
aku munafik karena gak konsisten dengan perkataanku sebelumnya.” Curhatku.
Wajah Aldo tampak
kaget sejenak namun akhirnya dia tersenyum seakan sudah tahu inti masalahnya.
“Trus sekarang kamu
sama Erwin gimana?” tanya Aldo.
“Aku jadian dan
balik lagi sama Erwin.” Jawabku.
“Oh ya Ren. Kamu
suka nggak sama Arya?” tanya Aldo lagi.
Aku menatapnya
heran. Namun aku tahu Aldo, dia bukan tipe ngeledek dan salah paham seperti Tuti
atau Erni. Aku berpikir sejenak lalu aku mengangguk, “Iya!”
“Reni… Reni… Kamu
jadikan Erwin pelampiasan dong! Kamu mau tahu satu rahasia Tuti?”
Apa? Rahasia Tuti?
Kenapa Aldo tahu tapi aku nggak tahu? Aku juga protes tentang tanggapan Aldo.
Aku nggak jadiin Erwin pelampiasan karena Erwin itu kan cinta pertamaku jadi
itu bukan pelampiasan namanya.
“Ih, Aldo nih. Aku
terima karena suka kok. Bukan karena pelampiasan doang.” Protesku.
“Iya deh.” Ucap
Aldo pasrah.
“Trus rahasia Tuti
itu apaan?” tanyaku penasaran.
“Apa kamu bisa jaga
rahasia ini dan gak salah paham dengan Tuti?” Aldo mencoba memastikanku.
“Iya aku janji Do!”
ucapku.
“Tuti itu
sebenarnya suka sama Erwin.”
“APA? Serius nih
Do?” aku tersentak kaget.
“Dulu saat MOS,
Tuti pernah bilang itu padaku. Kalau diantara kakak-kakak OSIS yang dia suka
adalah Erwin. Aku nggak pernah membahasnya saat itu. Mungkin saat itu dia Cuma
kagum saja. Apalagi setelah kamu dan Erwin jadian. Tuti terlihat biasa-biasa
saja, jadi sampai saat ini aku berpikir Tuti Cuma kagum saja.” Jelas Aldo.
Aku kaget, jadi
selama ini Tuti menutupi rasanya dan selalu mendukungku dengan Erwin. Saat aku
jalan dengan Erwin dan ikut ngajak dia, pasti hatinya perih ngelihat kedekatan
kami ini.
“Rupanya selama ini
aku sahabat yang kejam karena hanya mementingkan diri sendiri.” Keluhku.
“Yah, kamu nyadar
juga Ren. Saat sedih, kamu ingin semua orang mendengarkan dan menghiburmu. Kamu
membuat orang-orang berkorban untukmu namun akhirnya pengorbanan mereka
disia-siakan kamu.”
Ucapan Aldo ini
seakan menusuk hatiku. Dan yang paling terkena dampak sikap ku ini memang Aldo.
Kenapa yah aku selalu seperti itu…
“Maaf yah Do!”
ucapku sambil menangis. Aku memang bersalah dan pantas kehilangan kalian yang
ku sayang.
“Ren, kamu tahu gak
apa gunanya sahabat?” tanya Aldo.
Aku hanya
menggeleng.
“Memaafkan. Itulah
gunanya sahabat. Aku yakin Tuti juga Erni akan memaafkanmu.”
“Tapi kamu pasti
belum bisa maafin aku kan Do? Makanya kamu jauhin aku kan?” tanyaku.
“Gimana mau minta
maaf, kamu aja gak pernah minta maaf atau menyesal udah buat aku jadi begini.”
Tegas Aldo.
“Yah, maafin aku
yah Do. Aku bingung gimana cara membalas semua kebaikanmu.”
“Ren, sebenarnya
sudah lama aku sudah maafin kamu kok. Kamu gak perlu membalas kebaikanku karena
aku lakukan semua dengan ikhlas. Aku hanya mau kamu respek aja. Atau
tunjukin penyesalan. Aku juga takut
bakalan dikecewain lagi sama kamu makanya aku mutusin untuk menjauhimu.” Jelas
Aldo.
Aku tak bisa
berkata apa-apa. Aku cuma bisa nangis.
“Ya ampun Ren.
Jangan nangis gitu dong. Ntar mereka mikirnya aku udah jahatin kamu deh.”
Aku jadi teringat
kejadian kemarin dengan Arya, saat aku nangis di taman dan orang-orang mulai
berpikir Arya sudah jahatin aku. Tiba-tiba saja aku jadi teringat Arya.
“Aku harus gimana
Do? Tuti marah padaku bukan karena Arya kan? Tapi karena kecewa aku sudah
jadikan Erwin sebagai pelampiasan. Karena sebenarnya yang aku suka tuh Arya.
Aku harus gimana? Harus gimana Do?”
“Tenang Ren. Memang
kenapa kamu jadian sama Erwin dan bukan dengan Arya?” tanya Aldo.
“Karena aku jaim, aku malu sudah bilang gak
suka sama Arya tapi malah jadi suka sama dia. Aku nggak mau dibilang munafik.
Dan saat aku sudah ikhlas dibilang munafik atau jadi musuh cewek-cewek fansklub
Arya seantero sekolah, Arya malah sudah punya tunangan. Namanya Fani. Aku juga
nggak tahu sebenarnya Arya tuh suka sama aku atau nggak. Jangan sampai aku
hanya sebagai bayang-bayang pelampiasannya. Aku hanya dianggap sebagai
pengganti kakaknya yang Cuma bisa dengar ceritanya. Aku jadi patah semangat dan
terima Erwin. Dia juga sudah berkorban padaku. Aku nggak mau sia-siakan
pengorbanannya selama ini. Erwin bahkan berhenti kuliah Cuma demi aku. Aku
harus gimana Do?” segala luapan emosi dan unek-unekku kulimpahkan semuanya pada
Aldo.
“Ren…!”
Aku tertunduk
sambil menutup mukaku dengan telapak tanganku. Aku hanya bisa menangis. Mengapa
aku jadi begini sih?
“Ren?” Aldo
memegang pundakku.
“Iya!”
“Aku nggak tahu
kamu harus apa. Tuhan memberikan cobaan kepadamu supaya kamu sendiri yang
menghadapi dan melewatinya. Supaya kamu bisa lebih dewasa.” Nasehat Aldo.
Aku mencoba
menenangkan hatiku dan mengangguk. “Iya,”
“Nah, sekarang aku
mau cerita sesuatu. Mungkin setelah mendengar ini, kamu bisa tahu apa yang
harus kamu lakukan.” Ucap Aldo.
Aku pun bangkit dan
membuka mataku. “Apa itu Do?”
“Ini tentang
sahabatku. Dia pemain basket yang hebat. Aku dekat dan bersahabat dengannya
sejak kelas 2. Bukan hanya kamu aja Ren yang punya Tuti dan Erni. Tapi aku juga
punya sahabat dekat.” Jelas Aldo.
“Siapa tuh?”
tanyaku penasaran.
“Namanya Arya Ozman.
Hehehe… kamu pasti kaget kan? Yah, kami sangat akrab dan semua rahasianya dan
wujud diluar sekolah sudah aku tahu. kami sering main basket bersama sih. Aku
akan menceritakan rahasianya padamu. Karena kamu juga sahabatku.”
“Tentang masa
lalunya?” tanyaku.
“Bukan Ren, tentang
masa depannya. Tentang masa sekarang. Tentang dilema yang dia hadapi. Tentang
sakit hati yang dia rasakan. Dan tentang gadis misterius yang sangat dia sukai.
Yah tentang cinta pertamanya… “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar