Kamis, 09 Mei 2013

Novel | Wajah Kedua (Part 32)


Part 32
Sahabat Yang Terlupakan


Aku duduk di sebuah bangku dipinggir lapangan basket. Sekolah tampak mulai sunyi tapi aku masih belum pulang. Kebetulan Ibu guru menyuruhku ikut merapikan perpustakaan. Pekerjaan ini sudah selesai tapi entah mengapa aku belum pulang.
“Loh Reni?”
Sebuah suara membuyarkan lamunanku. “Aldo?”
“Tumben nih kamu sendirian. Biasanya bareng Erni atau Tuti.” Ledeknya.
Aku mendesah menghela nafas panjang. “Sebenarnya kami lagi bertengkar.”

“Aku tahu dari ekspresimu! Kamu kalau lagi sedih dan gundah suka menghela nafas panjang sambil ngelamun. Memang kenapa Ren?”
“Kamu gak akan mengerti.” Ucapku.
“Trus gimana dengan Arya?” tanya Aldo.
Aku menoleh padanya dan menatap tajam. Darimana dia tahu atau jangan-jangan Tuti juga sudah cerita ke Aldo.
“Maksudmu?”
“Yah, aku tahu akhir-akhir ini kamu sangat dekat dengan Arya. Aku emang gak tahu masalahmu dengan Tuti dan Erni tapi mungkin kalian bentrok karena Arya.” Terka Aldo.
Aldo memang sudah tahu sifatku. Kami bersahabat dari SMP namun setelah putusnya aku dengan Erwin, kami mulai menjauh. Dia jadi lebih sering main basket dan tidak mau lagi mendengarkan curhatanku. Yah dia terkesan menghindariku. Akhirnya kami pun saling menjauh. Menjauh dari aku, Imel, Erni dan juga Tuti. Aldo pun menjadi sahabat yang terlupakan… seperti diriku kini yang mulai terlupakan oleh Tuti dan Erni.
Sebenarnya aku yang salah, Aldo sudah terlalu banyak berkorban untukku. Dia selalu menghiburku disaat aku sedih karena bertengkar dengan Erwin. Dan pengorbanan terakhir Aldo adalah saat dia sampai ditonjok oleh Erwin. Setelah itu Aldo mulai menjauhiku.
“Darimana kamu tahu itu? Dari Tuti ya?”
“Ren, meskipun kita sudah tidak akrab lagi, meskipun aku sebenarnya sangat marah padamu. Tapi dalam hatiku kamu tetap sahabatku kok. Aku selalu memperhatikan kalian. Aku pun kadang cemas pada kalian. Jadi jangan heran kalau aku tahu masalahmu Ren! Kita kan sahabat.” Jelas Aldo.
Ucapannya membuatku terharu. Lagi-lagi air mataku menetes. Ingin rasanya memeluknya lagi tapi aku tak mau melakukan kesalahan yang sama.
“Do! Aku pingin curhat.”
“Silahkan Ren. Sudah dua tahun aku tidak mendengar curhatanmu. Aku rindu masa-masa itu.” Kenang Aldo.
Aku jadi tersenyum dan ikut mengenang masa-masa itu.
“Saat aku pertama kali duduk di samping Arya. Teman-teman banyak yang ngucapin kata-kata sirik. Aku pun bilang kalau Arya itu bukan tipeku. Yah, dan memang aku jujur dan nggak ikut-ikutan centil seperti yang lain. Aku bahkan ngeledekin Erni yang centil seperti fansklubnya Arya. Tapi… “ aku menghela nafas sejenak.
Aldo masih diam dan mendengarkanku dengan serius.
”Entah mengapa aku jadi makin dekat sama Arya. Kami belajar bareng. Trus dia nggak sengaja nabrak aku dengan sepedanya, kami juga kebetulan ketemu diluar. Trus waktu Arya di rumah sakit. Aku memberinya catatan pelajaran dan saat Arya balikin catatan aku. Ternyata ada kertas pesan di buku itu. Akhirnya kami saling komunikasi dan jadi lebih dekat. Tiba-tiba saja Erwin datang lagi dan minta balikan. Saat itu aku lagi sedih dan kamu tahu kan Do, gimana kondisiku saat sedih. Saat itu Arya datang dan menghiburku. Kami nggak sengaja kencan dan Tuti tahu itu. Dia nuduh aku munafik karena gak konsisten dengan perkataanku sebelumnya.” Curhatku.
Wajah Aldo tampak kaget sejenak namun akhirnya dia tersenyum seakan sudah tahu inti masalahnya.
“Trus sekarang kamu sama Erwin gimana?” tanya Aldo.
“Aku jadian dan balik lagi sama Erwin.” Jawabku.
“Oh ya Ren. Kamu suka nggak sama Arya?” tanya Aldo lagi.
Aku menatapnya heran. Namun aku tahu Aldo, dia bukan tipe ngeledek dan salah paham seperti Tuti atau Erni. Aku berpikir sejenak lalu aku mengangguk, “Iya!”
“Reni… Reni… Kamu jadikan Erwin pelampiasan dong! Kamu mau tahu satu rahasia Tuti?”
Apa? Rahasia Tuti? Kenapa Aldo tahu tapi aku nggak tahu? Aku juga protes tentang tanggapan Aldo. Aku nggak jadiin Erwin pelampiasan karena Erwin itu kan cinta pertamaku jadi itu bukan pelampiasan namanya.
“Ih, Aldo nih. Aku terima karena suka kok. Bukan karena pelampiasan doang.” Protesku.
“Iya deh.” Ucap Aldo pasrah.
“Trus rahasia Tuti itu apaan?” tanyaku penasaran.
“Apa kamu bisa jaga rahasia ini dan gak salah paham dengan Tuti?” Aldo mencoba memastikanku.
“Iya aku janji Do!” ucapku.
“Tuti itu sebenarnya suka sama Erwin.”
“APA? Serius nih Do?” aku tersentak kaget.
“Dulu saat MOS, Tuti pernah bilang itu padaku. Kalau diantara kakak-kakak OSIS yang dia suka adalah Erwin. Aku nggak pernah membahasnya saat itu. Mungkin saat itu dia Cuma kagum saja. Apalagi setelah kamu dan Erwin jadian. Tuti terlihat biasa-biasa saja, jadi sampai saat ini aku berpikir Tuti Cuma kagum saja.” Jelas Aldo.
Aku kaget, jadi selama ini Tuti menutupi rasanya dan selalu mendukungku dengan Erwin. Saat aku jalan dengan Erwin dan ikut ngajak dia, pasti hatinya perih ngelihat kedekatan kami ini.
“Rupanya selama ini aku sahabat yang kejam karena hanya mementingkan diri sendiri.” Keluhku.
“Yah, kamu nyadar juga Ren. Saat sedih, kamu ingin semua orang mendengarkan dan menghiburmu. Kamu membuat orang-orang berkorban untukmu namun akhirnya pengorbanan mereka disia-siakan kamu.”
Ucapan Aldo ini seakan menusuk hatiku. Dan yang paling terkena dampak sikap ku ini memang Aldo. Kenapa yah aku selalu seperti itu…
“Maaf yah Do!” ucapku sambil menangis. Aku memang bersalah dan pantas kehilangan kalian yang ku sayang.
“Ren, kamu tahu gak apa gunanya sahabat?” tanya Aldo.
Aku hanya menggeleng.
“Memaafkan. Itulah gunanya sahabat. Aku yakin Tuti juga Erni akan memaafkanmu.”
“Tapi kamu pasti belum bisa maafin aku kan Do? Makanya kamu jauhin aku kan?” tanyaku.
“Gimana mau minta maaf, kamu aja gak pernah minta maaf atau menyesal udah buat aku jadi begini.” Tegas Aldo.
“Yah, maafin aku yah Do. Aku bingung gimana cara membalas semua kebaikanmu.”
“Ren, sebenarnya sudah lama aku sudah maafin kamu kok. Kamu gak perlu membalas kebaikanku karena aku lakukan semua dengan ikhlas. Aku hanya mau kamu respek aja. Atau tunjukin  penyesalan. Aku juga takut bakalan dikecewain lagi sama kamu makanya aku mutusin untuk menjauhimu.” Jelas Aldo.
Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku cuma bisa nangis.
“Ya ampun Ren. Jangan nangis gitu dong. Ntar mereka mikirnya aku udah jahatin kamu deh.”
Aku jadi teringat kejadian kemarin dengan Arya, saat aku nangis di taman dan orang-orang mulai berpikir Arya sudah jahatin aku. Tiba-tiba saja aku jadi teringat Arya.
“Aku harus gimana Do? Tuti marah padaku bukan karena Arya kan? Tapi karena kecewa aku sudah jadikan Erwin sebagai pelampiasan. Karena sebenarnya yang aku suka tuh Arya. Aku harus gimana? Harus gimana Do?”
“Tenang Ren. Memang kenapa kamu jadian sama Erwin dan bukan dengan Arya?” tanya Aldo.
 “Karena aku jaim, aku malu sudah bilang gak suka sama Arya tapi malah jadi suka sama dia. Aku nggak mau dibilang munafik. Dan saat aku sudah ikhlas dibilang munafik atau jadi musuh cewek-cewek fansklub Arya seantero sekolah, Arya malah sudah punya tunangan. Namanya Fani. Aku juga nggak tahu sebenarnya Arya tuh suka sama aku atau nggak. Jangan sampai aku hanya sebagai bayang-bayang pelampiasannya. Aku hanya dianggap sebagai pengganti kakaknya yang Cuma bisa dengar ceritanya. Aku jadi patah semangat dan terima Erwin. Dia juga sudah berkorban padaku. Aku nggak mau sia-siakan pengorbanannya selama ini. Erwin bahkan berhenti kuliah Cuma demi aku. Aku harus gimana Do?” segala luapan emosi dan unek-unekku kulimpahkan semuanya pada Aldo.
“Ren…!”
Aku tertunduk sambil menutup mukaku dengan telapak tanganku. Aku hanya bisa menangis. Mengapa aku jadi begini sih?
“Ren?” Aldo memegang pundakku.
“Iya!”
“Aku nggak tahu kamu harus apa. Tuhan memberikan cobaan kepadamu supaya kamu sendiri yang menghadapi dan melewatinya. Supaya kamu bisa lebih dewasa.” Nasehat Aldo.
Aku mencoba menenangkan hatiku dan mengangguk. “Iya,”
“Nah, sekarang aku mau cerita sesuatu. Mungkin setelah mendengar ini, kamu bisa tahu apa yang harus kamu lakukan.” Ucap Aldo.
Aku pun bangkit dan membuka mataku. “Apa itu Do?”
“Ini tentang sahabatku. Dia pemain basket yang hebat. Aku dekat dan bersahabat dengannya sejak kelas 2. Bukan hanya kamu aja Ren yang punya Tuti dan Erni. Tapi aku juga punya sahabat dekat.” Jelas Aldo.
“Siapa tuh?” tanyaku penasaran.
“Namanya Arya Ozman. Hehehe… kamu pasti kaget kan? Yah, kami sangat akrab dan semua rahasianya dan wujud diluar sekolah sudah aku tahu. kami sering main basket bersama sih. Aku akan menceritakan rahasianya padamu. Karena kamu juga sahabatku.”
“Tentang masa lalunya?” tanyaku.
“Bukan Ren, tentang masa depannya. Tentang masa sekarang. Tentang dilema yang dia hadapi. Tentang sakit hati yang dia rasakan. Dan tentang gadis misterius yang sangat dia sukai. Yah  tentang cinta pertamanya… “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar