Part 30
Kejutan Dari Tanah Melayu
Hari ini hari
pertama semester kedua dimulai. Sebuah sedan Honda City berwarna silver parkir
di depan sekolah saat pulang sekolah. Sepertinya mobil itu menunggu seseorang.
Saat aku pulang
sekolah, drama penculikanku pun dimulai. Seorang wanita menculikku dan memisahkanku
dari teman-temanku. Aku pun di bawah masuk ke dalam mobil ini tanpa bisa
berbuat apa-apa.
Alhasil kini aku
terjebak di sebuah café yang dulu pernah aku kunjungi bersama Arya. Winz café,
café milik kak Wina.
Yah, sebenarnya aku
nggak diculik. Kak Wina yang membawaku sendiri dan semua ini terjadi begitu
cepat. Jadi sekalian aja aku ngelamunin kalo aku nih sedang diculik. Hihihi!
Aku bahkan tak
sempat mengabari orang rumah dan Erni pun tadi terlihat heran dan bingung. Aku
masih mengenakan seragam putih abu-abu dengan rok panjang yang bawahannya sudah
mulai kotor akibat adegan penculikan tadi. Tapi tak apalah, aku senang banget
bisa bertemu kembali dengan Kak Wina.
“Kak Wina kapan
datang?” tanyaku dengan penuh semangat.
“Baru aja kok. Oh
ya ada seseorang yang ingin ketemu denganmu. Dikit lagi dia datang.” Ucap Kak
Wina.
“Siapa?” tanyaku
penasaran.
“Liat aja deh!” Kak
Wina lagi-lagi membuatku penasaran.
“Kak Wina mau bikin
kejutan yah?” tebakku.
Kak wina hanya
tertawa saja menanggapi pernyataanku tadi. “lihat saja deh!” Dengan sebuah
gelekan dan senyuman ekspresi wajahnya membuatku semakin penasaran menanti
kejutan.
Aku pun menunggu
dengan sabar dan menahan rasa penasaranku ini. Segelas es krim cokelat
traktiran Kak Wina ini menemaniku menanti sosok yang akan datang. Hebatnya lagi
es krim ini spesial banget karena Kak Wina sendiri yang buatin.
Aku sendiri mencoba
menebak, mungkin Kak Wina mau memperkenalkan Fani. Tapi sepertinya Kak Wina
tahu perasaanku ke Arya. Dia gak mungkin setega itu padaku. Atau mungkin yang
datang nanti malah Arya sendiri. Wah, itu sih bukan kejutan namanya. Siapa yah
kira-kira?
“Ren, bentar kalo
orang itu datang, bersikaplah yang manis yah?” pesan Kak Wina.
Aku memandangnya
dengan heran aku jadi cemas dengan nasibku di sini. Siapa yah orang yang mau
menemuiku itu?
“Atau… Rina jadi
diri sendiri aja.” Ucap Kak Wina setelah terlihat ragu dengan nasehat
pertamanya tadi.
“Iya kak!” ucapku
pasrah.
“Nah, itu dia udah
datang.” Kak wina menunjuk sebuah mobil sedan putih yang parkir di depan
cafenya.
Sosok wanita cantik
turun dari mobil itu. Kecantikannya nggak kalah daripada Kak Wina maupun Fani.
Hanya saja, dia terlihat lebih tua dan dewasa dibanding Kak Wina. Mungkin
Umurnya sekitar 30-an gitu.
Aku makin
berdebar-debar saat wanita itu mulai masuk ke dalam café. Dengan balutan jilbab
berwarna hijau tua, wanita itu terlihat sangat anggun. Kak Wina menyambutnya
dengan sebuah salam dan kecupan. Wanita itu pun tersenyum dan berbincang
sejenak dengan Kak Wina.
Akhirnya dia
menatapku sambil tersenyum. Aku hanya bisa menatapnya dengan senyum pula. Yah,
mau gimana lagi. Tadi kak Wina menyuruhku untuk bersikap manis. Tapi aku malah
berantakan begini. Badan bau keringat matahari. Mulut belepotan es krim. Aku
jadi malu sendiri deh.
Wanita itu menyapa
ku dan duduk di hadapanku.
“Oh ya Ren, kenalin
ini Ummi. Mama ku juga mamanya Aya.” Ucap Kak Wina.
APA? Aku jadi
kaget, Ini Mamanya Arya. Duh, muda banget. Aku hanya bisa tersenyum kaku
padanya.
Entah mengapa
badanku jadi terasa beku, apa karena es krim yang kumakan ini? Aku jadi bingung
mau bagaimana di hadapan Mamanya Arya. Trus aku manggilnya apa? Mama? Tante?
Bu’ de? Bu’ le? Ummi? Ibu? Bibi? Nyonya? Mertua?
Argh! Aku jadi
kesal deh sama Kak Wina. Coba bilang dong dari tadi kalau yang datang itu Mama
kalian. Aku jadi salah tingkah gini deh. Oh Tuhan, Tolonglah hamba… aku ingin
segera menghilang dari sini.
“Nama kamu Reni
yah?” tanya Mamanya Arya dengan logat melayu kental.
Yah, seminggu ini
aku mendapatkan dua buah kejutan dari Tanah Melayu. Yang pertama Fani, tunangan
Arya dan yang kedua adalah Mamanya Arya.
“I-I-Iya!” jawabku
dengan agak terbata-bata.
Dia pun tersenyum.
Entah apa arti senyumannya itu aku gak mau perduli. Aku ingin segera pergi dari
sini sebelum aku jadi salah tingkah karena tegang.
“Ummi mau pesan
apa?” tanya Kak Wina yang terlihat mencoba mencairkan suasana dan menenangkan
keteganganku ini.
“Tak usahlah repot.
Lepas nih saya nak balik ke Batam.” Ucapnya dengan logat melayunya.
Dia pun mendekat
padaku sambil membelai kepalaku. Aku jadi luluh dan kekakuanku tadi agak reda.
“Belajarlah yang rajin. Kapan-kapan kita kan berjumpa lagi.” Ucapnya lalu
berlalu.
Aku dan Kak Wina
menatap kepergiannya tanpa kata-kata. Aku juga masih bingung dengan ucapannya
tadi.
“Reni pasti heran
kan kenapa Ummi mau ketemu Reni?” Kak Wina seakan bisa membaca pikiranku saja.
Aku pun mengangguk
mengiyakan.
“Waktu Aya masuk di
rumah sakit, saat kondisinya kritis Ummi menemani Aya. Dan saat tak sadarkan
diri itulah, Aya terus aja memanggil namamu ‘Reni’. Setelah Ummi cerita, aku
jadi tahu kalo Reni yang disebut Aya itu kamu. Makanya Ummi penasaran ingin
ketemu kamu.” jelas Kak Wina.
“Apa?”
Entah aku mau
berkata apa. Antara bimbang, senang dan kecewa bercampur aduk di batin ini.
“Kak aku mau
pulang!” ucapku dengan nada datar.
“Biar supirku
anterin deh.” Tawar Kak Wina.
“Nggak usah Kak,
Makasih! Tapi Reni naik bis aja. Kebetulan tempat kerja pacar Reni dekat dari
sini.” Aku beralasan.
Kak Wina terlihat
agak kaget. Entah mengapa aku juga sengaja menyebut-nyebut nama Erwin. Yah,
karena Arya sudah punya Fani dan aku sudah punya Erwin. Aku tak mau merusak
hubungan siapa-siapa. Aku tidak mau lagi berharap pada Arya.
Aku tahu Kak Wina
senang bila aku jadian sama Arya, tapi jalan takdir kita sudah berbeda.
“Ya sudah,
hati-hati yah Ren!” ucap Kak Wina.
“Oh ya Kak, Makasih
traktirannya yah!” ucapku sekali lagi.
Kak Wina hanya
tersenyum menanggapiku. Aku pun membalas senyuman Kak Wina. Aku tahu dibalik
senyumnya itu ada nada kecewa.
Sepertinya Kak Wina
tahu isi hatiku yang kecewa dengan keberadaan Fani. Mungkin maksud kak Wina
mempertemukanku dengan Ibunya supaya membuatku berharap. Bahwa pertunangan itu
masih bisa dibatalkan dengan restu ibunya.
Aku
pun pergi meninggalkan Café ini dengan Bis. Aku masih syok dengan kejutan ini.
Satu persatu keluarga Arya dari Tanah Melayu sana datang membawa harapan dan
juga kebimbangan. Aku benar-benar bingung… Tapi aku nggak mau menyesali
keputusanku untuk kembali pada Erwin. Aku yakin ini hanya ujian yang menguji
hubungan ku dan Erwin. Aku tak boleh lemah dan semudah itu berpindah hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar