Part 38
Ungkapan Hati
Kata Pak No,
penjaga sekolah kami, pohon ini ditanam siswa angkatan pertama saat kelulusan.
Usia pohon ini sudah 15 tahun dan banyak kenangan telah terjadi di bawah pohon
ini. Pohon akasia setinggi 5 meter dengan dahan pohon menjulang keluar sehingga
terlihat seperti payung dari kejauhan.
Banyak orang yang
menyatakan cintanya di bawah pohon ini loh. Emang suasana di sini sangat
romantis banget. Tapi, apa Arya akan melakukan tradisi penembakan di bawah
pohon akasia ini yah?
Siang ini aku duduk
di sebuah bangku panjang yang sengaja diletakkan di bawah pohon ini. Teriknya
mentari terhalangi oleh rindangnya dedaunan pohon ini. Suara daun yang bergesek tertiup angin bagai
nyanyian alam yang membuatku terkantuk.
Sosok Arya muncul
di hadapanku. Wajahnya tersamarkan karena sinar matahari yang menyilaukan
mataku berpendar dari balik tubuhnya.
“Ren, aku cinta
kamu. Mau gak jadi pacarku?” ucapnya dengan wajah tegang.
“Iya Mau!” aku
sumringah.
Arya pun
mendekapku. Rasanya bahagia banget deh…
“REEN?”
Tiba-tiba
pandanganku kabur, sosok Arya menghilang seperti asap yang menguap lalu hilang.
“RENI?”
Akhirnya aku
tersadar dari lamunanku. Rupanya tadi aku hanya bermimpi. Koq bisa yah aku
tertidur sambil duduk begini.
“Arya?”
Sosok Arya berdiri
di hadapanku. Wajahnya tampak heran dan takjub.
“Kamu kecapean yah?
Sampai ketiduran disini.” tanya Arya cemas.
“Lumayan lah Ya.”
Jawabku.
“Maaf yah kelamaan
nunggunya. Aku harus menghindar dari kejaran para fansklubku yang pingin minta
tanda tangan.” Jelas Arya.
“Nggak apa-apa Ya.
Aku ngerti kok.” Ucapku.
“Tadi harus
sembunyi dulu di Toilet sekitar sejaman lah. Pasti kamu capek nunggunya sampai
ketiduran gitu.”
“Aku sudah bilang
kan kalo nggak apa-apa. Dan memang Aya
mau bicara apa sama Reni?” tanyaku.
“Itu…” Arya terdiam
sejenak sambil menelan ludahnya. Wajahnya tampak tegang bahkan lebih tegang
daripada saat menghadapi Ujian tadi.
“Itu apa Ya?”
desakku.
“Oh ya, nih ada jus
mangga. Pasti haus kan?” Arya menyodorkanku minuman kesukaanku itu.
“Makasih!”
Aku jadi teringat
kejadian dulu saat Erni menuduh kami ciuman gak langsung melalui sedotan jus
mangga saat itu. Saat itu wajahku memerah gara-gara membayangkan yang
nggak-nggak. Dan Arya pun lebih salah tingkah lagi saat itu.
Waduh, perhatianku
teralihkan nih. Aku harus kembali ke tujuan semula. Yaitu menagih apa yang
ingin Arya sampaikan padaku.
“Ya, emang nyuruh
Reni ke sini buat apa sih?” ucapku.
“Itu… anu… A… ak…
aku…” Arya jadi tergagap.
“Hmm?” aku
menatapnya penasaran.
“Aku… Aku mau kasih
sesuatu. Bukunya Reni yang belum sempat Aya kembalikan.” Ucapnya.
Arya pun membuka
tasnya dan memeriksanya namun sepertinya dia gak menemukan buku itu. Yah,
soalnya buku itu sudah diculik duluan sama Fani. Aku tersenyum jahil dikit
melihat kepanikannya itu.
“Loh, kok gak ada?”
ucapnya heran sambil terus membongkar isi tasnya.
“Ya sudah Ya, gak
apa-apa kok. Lagian ujiannya kan sudah selesai, jadi aku udah gak butuh buku
itu.”
“Tapi di buku itu
ada…” Arya tiba-tiba menutup mulutnya dan menghentikan kata-katanya.
“Ada apa Ya?”
pancingku.
Sebenarnya aku sih
sudah tahu ada apa. Rupanya benar instingku semalam. Arya ingin mengungkapkan
isi hatinya. Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya itu. Salah tingkah
banget.
“Gak ada apa-apa
kok!” ucapnya.
“Jangan-jangan kamu
coret-coret sesuatu di buku ku yah?” godaku.
“coret-coret apa Ren?”
Tanyanya berlagak blo’on.
“Yah, gak tahu.
Mungkin makian, kata-kata gombal atau ungkapan hati.”
“Ah! Nggak ada
apa-apa kok Ren!” ucap Arya mencoba santai namun jelas sekali terlihat wajah
paniknya tanda dia sedang berbohong.
Kami jadi saling
diam karena bingung mau ngomong apa lagi.
“Oh ya, katanya
pertunangan mu dengan Fani batal yah?” tanyaku mencoba memecah keheningan
singkat ini.
“Iya. Trus kamu
juga udah putus dengan Erwin yah?”
“Kenapa bisa batal
pertunangannya?” tanyaku lagi.
“Aku mau serius
kuliah nanti. Takutnya Fani terlalu lama menunggu.” Jawab Arya.
Aku Cuma bisa
ber-Oh saja menanggapinya.
“Trus kenapa kamu
putus dengan Erwin?” tanya Arya.
“Reni… merasa
hubungan ini terlalu hambar aja. Terlalu dipaksakan dan terlalu hati-hati. Aku
yang egois.” Jawabku.
“Oh. Sorry to hear
that!” ucap Arya.
“Aya. Kamu bohong
kan?”
“Bohong mananya
Ren?” Arya tampak bingung.
“Soal buku itu.
Pasti ada sesuatu kan?” desakku.
“Itu…” Arya tampak
panik.
“Itu apa?” desakku
lagi.
“Gak ada apa-apa
kok Ren.” Ucapnya sambil nyengir.
Kenapa masih jaim
juga sih nih anak. Aku menatap matanya lekat-lekat dengan tatapan kecewa dan
ekspresi agak sedikit ngambek plus memelas.
Arya terlihat makin
salah tingkah dan gugup dengan pandangan curigaku ini.
“Ah, gawat. Ada
Fansklubku di sana. Aya jalan duluan yah Ren?” ucapnya lalu kabur tanpa
mendengar penjelasanku.
Arya... Apa begitu
susah yah untuk ungkapin isi hatimu? Aku agak kecewa tapi rasa kecewaku
tertutupi dengan bertemu denganmu. Membayangkan wajahnya yang polos dan lugu
tadi sungguh membuat bibirku selalu ingin tersenyum. Sosoknya yang berdiri
dengan gugup dan salah tingkah saat kutatap membuatku semakin geregetan.
Aku kembali
membayangkan dia berdiri di hadapanku lagi. Dan sosok Arya yang mengatakan apa
yang dia tulis di buku itu dengan mulutnya sendiri. Yah, dia mengatakan dengan
tegas sehingga membuatku luluh. Dan aku pasti akan berkata…
“Reni juga, suka
kok sama Aya. Akhirnya Reni sadar Ya. Bukan hanya wajah kedua Arya yang Reni
suka… Reni suka Arya seutuhnya. Reni suka kekurangan dan kelebihan Aya. Reni
ingin selalu bersama dengan Aya. Reni… sayang banget. Reni juga cinta sama kamu
Ya.”
Air mataku jatuh.
Seandainya aku juga bisa mengatakan ini pada Arya. Kenapa yah tadi aku juga
jaim. Aya itu kan pemalu dan gak bisa ungkapkan perasaannya. Harusnya aku yang
tegas ungkapkan isi hatiku.
“Kata-kata yang
indah Ren. Erni jadi terharu.”
Tiba-tiba saja Erni
muncul di belakangku dengan mata yang berkaca-kaca.
“Sayang banget yah
Ren. Aryanya sudah pergi begitu aja.” Aldo pun keluar dari balik semak-semak.
“Tuh anak jaim
banget sih jadi orang. Biar aku ancam deh supaya dia mau ngaku kalo suka sama
Reni.” Tuti pun ikutan muncul dari balik semak-semak.
Aku menyeka air
mataku. “Kalian… sejak kapan kalian ada di sini? Mau tahu urusannya orang aja?”
ucapku dengan nada ngambek.
“Tadi aku curiga
lihat gerak-gerik kamu setelah ujian selesai bukannya gabung sama kita-kita
ngerayain hari kemerdekaan. Eh malah ngendap-ngendap ke kantin kayak maling
ayam aja.” Jelas Tuti.
“Trus Arya juga
aneh. Biasanya kalo didekatin cewek-cewek Arya hanya diam dan gak ngegubris
hingga cewek-cewek itu pergi sendiri. Tapi kali ini Arya malah kabur saat
didekatin. Aneh kan?” Jelas Erni yang emang udah jadi pakar pemerhati Arya.
“Dan akhirnya kami
menyimpulkan kalau kalian berdua janjian di sini.” Jelas Aldo yang langsung
mendapatkan anggukan dari Tuti dan Erni.
“Jadi kalian
diam-diam ikutin aku?” tanyaku dengan kesal.
“Tapi berkat kami
kamu bisa dapat suasana tenang kan Ren?” ucap Aldo.
“Maksudnya?”
“Kamu tahu gak,
selama kamu ketiduran. Erni jagain kamu loh. Kalo ada orang mendekat atau mau
duduk. Erni yang ngusir. Dan Tuti sejak tadi mencegat orang-orang supaya gak
kemari. Sedangkan aku, yah mengalihkan perhatian cewek-cewek yang mengejar Arya
dengan pesonaku tentu saja.” Jelas Aldo dengan gaya sok kerennya.
“Huuu!” aku, Erni
dan Tuti kompak berseru.
Yah, hari ini
sepertinya bukan hari mujurku. Ini salah Fani juga sih yang sudah menculik buku
ini. Tapi Fani ingin agar Arya mengatakan sendiri dengan mulutnya. Semoga saja
kamu punya keberanian kelak Ya. Atau, harus aku yang ungkapin isi hati dulu?
Ujian hari ini
telah selesai, segala kelegahan memenuhi rongga jiwa kami. Aku pun lega
mengetahui isi hati Arya yang sebenarnya meskipun tak pernah terucapkan sendiri
olehnya.
“Hey! Ke family
Café yuk? Aku yang traktir deh. Sudah lama kita berempat gak ke sana bareng
kan?” seruku.
Ketiga sohibku ini
pun kompak mengiyakan.



Hari-hari telah
berlalu begitu cepatnya. Sejak peristiwa pernyataan cinta Arya yang hampir saja
terjadi, kami jadi jarang bertemu bahkan saling menelepon. Arya kesannya
menjauhiku. Aku jadi bingung, bimbang dan sedih.
Kalo diingat-ingat,
ada dua kesempatan kami bertemu secara gak sengaja. Yang pertama saat aku ke
sekolah untuk membantu petugas perpustakaan. Saat pulang aku bertemu Arya dan
saat itu adalah kesempatan emas bagi kami berdua untuk ungkapkan isi hati kami.
Entah siapa yang harus memulainya dulu.
“Ya, aku mau
bicara.” Tegasku hingga raut wajah Arya berubah serius.
“Ada apa Ren?”
tanyanya.
“Aku ngerasa…
pertemanan kita ini beda.” Ucapku supaya kesannya gak nembak langsung. Dalam
hatiku aku masih berharap Arya yang mengucapkannya lebih dulu.
“Aku juga begitu
Ren…” ucap Arya.
Yess. Sepertinya
sinyal untuk membuka isi hati kami telah terjadi.
“Menurut Aya apa
bedanya?” tanyaku mencoba memancingnya.
“Entahlah, susah
dijelasin dengan kata-kata.” Ucapnya bijak.
Dia masih hati-hati
rupanya. Masih ada kejaiman ala Wajah pertama Arya yang masih membelenggu
dirinya. Sebenarnya gak susah dijelasin dengan kata-kata loh Ya? Kamu itu yang
terlalu tertutup dan jaim. Penjelasan atas perasaan dan hubungan kita ini hanya
cukup dijelasin dengan tiga kata saja. Aku cinta kamu.
“Iyah, aku juga
bingung mau jelasinnya gimana.” Ucapku.
Tiba-tiba Arya
mendekatiku menatap aku dengan tegang. Aku pun jadi tegang. Apakah dia akan
mengatakannya.
“ARYAAAA!!!”
Tiba-tiba saja
suara jeritan cewek-cewek penggemarnya bergema dan membuat wajah tegang Arya
kembali ke wajah cuek dan dingin.
Setelah itu aku
curhat pada Tuti dan kali ini Tuti menyarankan sesuatu yang lebih nekat. Talk
less do more…
Sedikit bicara
banyak bertindak. Yah, saatnya beraksi bukan mengucapkan kata-kata. Cinta itu
harus dibuktikan dengan tindakan, bukan dengan kata-kata. Bahkan bila perlu aku
harus menciumnya supaya dia nyadar.
Tapi, aku gak akan
ambil tindakan senekat itu. Aku tahu batas norma juga. Dan ada cara halus dan
lebih sopan untuk mewujudkan itu dalam tindakan.
Kesempatan kedua
itu pun datang. Kali ini aku harus berperan seperti Erni yang manja. Hari itu
kami dikumpulkan di Aula untuk membersihkan gedung ini. Acara perpisahan kami
akan dilaksanakan seminggu lagi.
Pokoknya seharian
aku nempel terus dengan Arya.
“Duh, Ya. Tolong
dong tanganku gak sampai.”
“Ya, bisa bukain
ini gak? Aku gak kuat bukanya.”
“Ya, Reni haus nih.
Boleh minta minumnya?”
“Aya. Reni bantuin
yah?”
Pokoknya seharian
itu aku kecentilan. Ini tips dari Erni yang katanya ampuh meluluhkan hati
cowok-cowok. Katanya cowok mudah luluh dengan manjanya cewek.
Tapi ternyata hal
itu gak berlaku untuk Arya. Aku gak tahu lagi mau gimana caranya untuk membuat
Arya luluh dan berani mengatakannya.
Cara ini selain
gagal, ternyata ada dampak negatifnya juga. Setelah acara beres-beresin Aula
selesai, aku dijudesin cewek-cewek fansklubnya.
Cacian dan tekanan
seperti saat tragedi jus mangga dulu terjadi lagi. Dan aku harus menjadi gadis
rumput liar yang tegar dan tahan banting atas segala hinaan dan olok-olokkan
mereka. Kali ini tidak ada pendamai lagi seperti Helen. Dan mungkin Arya pun
jadi berpikir aku ini cewek centil. Seperti apa yang dikatakan para fansklubnya
itu.
Buktinya, setelah
itu dia terkesan menjauhiku. Tidak pernah meneleponku. Jika melihatku dari
jauh, dia pun pergi seakan tidak ingin bertemu secara wajar denganku.
Hari-hari itu
kulalui hingga acara perpisahan hari ini. Yah, acara perpisahan sekolah dimana
kita semua akan lulus dan menjalani kehidupan kita masing-masing. Aku pasti
bakalan jarang bertemu bahkan tidak bisa bertemu lagi dengan Arya. Malam pesta
perpisahan ini rasanya aku pingin nangis saja di rumah dan bukannya di sini
melihat kegembiraan teman-temanku.
Saat ini entah
dimana Erni, Tuti dan Aldo di saat aku butuh sandaran air mata. Aku hanya bisa
duduk di pojok Aula ini menyaksikan pertunjukkan-pertunjukkan yang digelar di
panggung aula. Namun pertunjukkan itu tak bisa menghibur suasana hatiku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar