Sabtu, 25 Mei 2013

Novel | Wajah Kedua (Part 38)

Part 38
Ungkapan Hati

Kata Pak No, penjaga sekolah kami, pohon ini ditanam siswa angkatan pertama saat kelulusan. Usia pohon ini sudah 15 tahun dan banyak kenangan telah terjadi di bawah pohon ini. Pohon akasia setinggi 5 meter dengan dahan pohon menjulang keluar sehingga terlihat seperti payung dari kejauhan.
Banyak orang yang menyatakan cintanya di bawah pohon ini loh. Emang suasana di sini sangat romantis banget. Tapi, apa Arya akan melakukan tradisi penembakan di bawah pohon akasia ini yah?
Siang ini aku duduk di sebuah bangku panjang yang sengaja diletakkan di bawah pohon ini. Teriknya mentari terhalangi oleh rindangnya dedaunan pohon ini.  Suara daun yang bergesek tertiup angin bagai nyanyian alam yang membuatku terkantuk.
Sosok Arya muncul di hadapanku. Wajahnya tersamarkan karena sinar matahari yang menyilaukan mataku berpendar dari balik tubuhnya.

“Ren, aku cinta kamu. Mau gak jadi pacarku?” ucapnya dengan wajah tegang.
“Iya Mau!” aku sumringah.
Arya pun mendekapku. Rasanya bahagia banget deh…
“REEN?”
Tiba-tiba pandanganku kabur, sosok Arya menghilang seperti asap yang menguap lalu hilang.
“RENI?”
Akhirnya aku tersadar dari lamunanku. Rupanya tadi aku hanya bermimpi. Koq bisa yah aku tertidur sambil duduk begini.
“Arya?”
Sosok Arya berdiri di hadapanku. Wajahnya tampak heran dan takjub.
“Kamu kecapean yah? Sampai ketiduran disini.” tanya Arya cemas.
“Lumayan lah Ya.” Jawabku.
“Maaf yah kelamaan nunggunya. Aku harus menghindar dari kejaran para fansklubku yang pingin minta tanda tangan.” Jelas Arya.
“Nggak apa-apa Ya. Aku ngerti kok.” Ucapku.
“Tadi harus sembunyi dulu di Toilet sekitar sejaman lah. Pasti kamu capek nunggunya sampai ketiduran gitu.”
“Aku sudah bilang kan kalo nggak apa-apa.  Dan memang Aya mau bicara apa sama Reni?” tanyaku.
“Itu…” Arya terdiam sejenak sambil menelan ludahnya. Wajahnya tampak tegang bahkan lebih tegang daripada saat menghadapi Ujian tadi.
“Itu apa Ya?” desakku.
“Oh ya, nih ada jus mangga. Pasti haus kan?” Arya menyodorkanku minuman kesukaanku itu.
“Makasih!”
Aku jadi teringat kejadian dulu saat Erni menuduh kami ciuman gak langsung melalui sedotan jus mangga saat itu. Saat itu wajahku memerah gara-gara membayangkan yang nggak-nggak. Dan Arya pun lebih salah tingkah lagi saat itu.
Waduh, perhatianku teralihkan nih. Aku harus kembali ke tujuan semula. Yaitu menagih apa yang ingin Arya sampaikan padaku.
“Ya, emang nyuruh Reni ke sini buat apa sih?” ucapku.
“Itu… anu… A… ak… aku…” Arya jadi tergagap.
“Hmm?” aku menatapnya penasaran.
“Aku… Aku mau kasih sesuatu. Bukunya Reni yang belum sempat Aya kembalikan.” Ucapnya.
Arya pun membuka tasnya dan memeriksanya namun sepertinya dia gak menemukan buku itu. Yah, soalnya buku itu sudah diculik duluan sama Fani. Aku tersenyum jahil dikit melihat kepanikannya itu.
“Loh, kok gak ada?” ucapnya heran sambil terus membongkar isi tasnya.
“Ya sudah Ya, gak apa-apa kok. Lagian ujiannya kan sudah selesai, jadi aku udah gak butuh buku itu.”
“Tapi di buku itu ada…” Arya tiba-tiba menutup mulutnya dan menghentikan kata-katanya.
“Ada apa Ya?” pancingku.
Sebenarnya aku sih sudah tahu ada apa. Rupanya benar instingku semalam. Arya ingin mengungkapkan isi hatinya. Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya itu. Salah tingkah banget.
“Gak ada apa-apa kok!” ucapnya.
“Jangan-jangan kamu coret-coret sesuatu di buku ku yah?” godaku.
“coret-coret apa Ren?” Tanyanya berlagak blo’on.
“Yah, gak tahu. Mungkin makian, kata-kata gombal atau ungkapan hati.”
“Ah! Nggak ada apa-apa kok Ren!” ucap Arya mencoba santai namun jelas sekali terlihat wajah paniknya tanda dia sedang berbohong.
Kami jadi saling diam karena bingung mau ngomong apa lagi.
“Oh ya, katanya pertunangan mu dengan Fani batal yah?” tanyaku mencoba memecah keheningan singkat ini.
“Iya. Trus kamu juga udah putus dengan Erwin yah?”
“Kenapa bisa batal pertunangannya?” tanyaku lagi.
“Aku mau serius kuliah nanti. Takutnya Fani terlalu lama menunggu.” Jawab Arya.
Aku Cuma bisa ber-Oh saja menanggapinya.
“Trus kenapa kamu putus dengan Erwin?” tanya Arya.
“Reni… merasa hubungan ini terlalu hambar aja. Terlalu dipaksakan dan terlalu hati-hati. Aku yang egois.” Jawabku.
“Oh. Sorry to hear that!” ucap Arya.
“Aya. Kamu bohong kan?”
“Bohong mananya Ren?” Arya tampak bingung.
“Soal buku itu. Pasti ada sesuatu kan?” desakku.
“Itu…” Arya tampak panik.
“Itu apa?” desakku lagi.
“Gak ada apa-apa kok Ren.” Ucapnya sambil nyengir.
Kenapa masih jaim juga sih nih anak. Aku menatap matanya lekat-lekat dengan tatapan kecewa dan ekspresi agak sedikit ngambek plus memelas.
Arya terlihat makin salah tingkah dan gugup dengan pandangan curigaku ini.
“Ah, gawat. Ada Fansklubku di sana. Aya jalan duluan yah Ren?” ucapnya lalu kabur tanpa mendengar penjelasanku.
Arya... Apa begitu susah yah untuk ungkapin isi hatimu? Aku agak kecewa tapi rasa kecewaku tertutupi dengan bertemu denganmu. Membayangkan wajahnya yang polos dan lugu tadi sungguh membuat bibirku selalu ingin tersenyum. Sosoknya yang berdiri dengan gugup dan salah tingkah saat kutatap membuatku semakin geregetan.
Aku kembali membayangkan dia berdiri di hadapanku lagi. Dan sosok Arya yang mengatakan apa yang dia tulis di buku itu dengan mulutnya sendiri. Yah, dia mengatakan dengan tegas sehingga membuatku luluh. Dan aku pasti akan berkata…
“Reni juga, suka kok sama Aya. Akhirnya Reni sadar Ya. Bukan hanya wajah kedua Arya yang Reni suka… Reni suka Arya seutuhnya. Reni suka kekurangan dan kelebihan Aya. Reni ingin selalu bersama dengan Aya. Reni… sayang banget. Reni juga cinta sama kamu Ya.”
Air mataku jatuh. Seandainya aku juga bisa mengatakan ini pada Arya. Kenapa yah tadi aku juga jaim. Aya itu kan pemalu dan gak bisa ungkapkan perasaannya. Harusnya aku yang tegas ungkapkan isi hatiku.
“Kata-kata yang indah Ren. Erni jadi terharu.”
Tiba-tiba saja Erni muncul di belakangku dengan mata yang berkaca-kaca.
“Sayang banget yah Ren. Aryanya sudah pergi begitu aja.” Aldo pun keluar dari balik semak-semak.
“Tuh anak jaim banget sih jadi orang. Biar aku ancam deh supaya dia mau ngaku kalo suka sama Reni.” Tuti pun ikutan muncul dari balik semak-semak.
Aku menyeka air mataku. “Kalian… sejak kapan kalian ada di sini? Mau tahu urusannya orang aja?” ucapku dengan nada ngambek.
“Tadi aku curiga lihat gerak-gerik kamu setelah ujian selesai bukannya gabung sama kita-kita ngerayain hari kemerdekaan. Eh malah ngendap-ngendap ke kantin kayak maling ayam aja.” Jelas Tuti.
“Trus Arya juga aneh. Biasanya kalo didekatin cewek-cewek Arya hanya diam dan gak ngegubris hingga cewek-cewek itu pergi sendiri. Tapi kali ini Arya malah kabur saat didekatin. Aneh kan?” Jelas Erni yang emang udah jadi pakar pemerhati Arya.
“Dan akhirnya kami menyimpulkan kalau kalian berdua janjian di sini.” Jelas Aldo yang langsung mendapatkan anggukan dari Tuti dan Erni.
“Jadi kalian diam-diam ikutin aku?” tanyaku dengan kesal.
“Tapi berkat kami kamu bisa dapat suasana tenang kan Ren?” ucap Aldo.
“Maksudnya?”
“Kamu tahu gak, selama kamu ketiduran. Erni jagain kamu loh. Kalo ada orang mendekat atau mau duduk. Erni yang ngusir. Dan Tuti sejak tadi mencegat orang-orang supaya gak kemari. Sedangkan aku, yah mengalihkan perhatian cewek-cewek yang mengejar Arya dengan pesonaku tentu saja.” Jelas Aldo dengan gaya sok kerennya.
“Huuu!” aku, Erni dan Tuti kompak berseru.
Yah, hari ini sepertinya bukan hari mujurku. Ini salah Fani juga sih yang sudah menculik buku ini. Tapi Fani ingin agar Arya mengatakan sendiri dengan mulutnya. Semoga saja kamu punya keberanian kelak Ya. Atau, harus aku yang ungkapin isi hati dulu?
Ujian hari ini telah selesai, segala kelegahan memenuhi rongga jiwa kami. Aku pun lega mengetahui isi hati Arya yang sebenarnya meskipun tak pernah terucapkan sendiri olehnya.
“Hey! Ke family Café yuk? Aku yang traktir deh. Sudah lama kita berempat gak ke sana bareng kan?” seruku.
Ketiga sohibku ini pun kompak mengiyakan.

  

Hari-hari telah berlalu begitu cepatnya. Sejak peristiwa pernyataan cinta Arya yang hampir saja terjadi, kami jadi jarang bertemu bahkan saling menelepon. Arya kesannya menjauhiku. Aku jadi bingung, bimbang dan sedih.
Kalo diingat-ingat, ada dua kesempatan kami bertemu secara gak sengaja. Yang pertama saat aku ke sekolah untuk membantu petugas perpustakaan. Saat pulang aku bertemu Arya dan saat itu adalah kesempatan emas bagi kami berdua untuk ungkapkan isi hati kami. Entah siapa yang harus memulainya dulu.
“Ya, aku mau bicara.” Tegasku hingga raut wajah Arya berubah serius.
“Ada apa Ren?” tanyanya.
“Aku ngerasa… pertemanan kita ini beda.” Ucapku supaya kesannya gak nembak langsung. Dalam hatiku aku masih berharap Arya yang mengucapkannya lebih dulu.
“Aku juga begitu Ren…” ucap Arya.
Yess. Sepertinya sinyal untuk membuka isi hati kami telah terjadi.
“Menurut Aya apa bedanya?” tanyaku mencoba memancingnya.
“Entahlah, susah dijelasin dengan kata-kata.” Ucapnya bijak.
Dia masih hati-hati rupanya. Masih ada kejaiman ala Wajah pertama Arya yang masih membelenggu dirinya. Sebenarnya gak susah dijelasin dengan kata-kata loh Ya? Kamu itu yang terlalu tertutup dan jaim. Penjelasan atas perasaan dan hubungan kita ini hanya cukup dijelasin dengan tiga kata saja. Aku cinta kamu.
“Iyah, aku juga bingung mau jelasinnya gimana.” Ucapku.
Tiba-tiba Arya mendekatiku menatap aku dengan tegang. Aku pun jadi tegang. Apakah dia akan mengatakannya.
“ARYAAAA!!!”
Tiba-tiba saja suara jeritan cewek-cewek penggemarnya bergema dan membuat wajah tegang Arya kembali ke wajah cuek dan dingin.
Setelah itu aku curhat pada Tuti dan kali ini Tuti menyarankan sesuatu yang lebih nekat. Talk less do more…
Sedikit bicara banyak bertindak. Yah, saatnya beraksi bukan mengucapkan kata-kata. Cinta itu harus dibuktikan dengan tindakan, bukan dengan kata-kata. Bahkan bila perlu aku harus menciumnya supaya dia nyadar.
Tapi, aku gak akan ambil tindakan senekat itu. Aku tahu batas norma juga. Dan ada cara halus dan lebih sopan untuk mewujudkan itu dalam tindakan.
Kesempatan kedua itu pun datang. Kali ini aku harus berperan seperti Erni yang manja. Hari itu kami dikumpulkan di Aula untuk membersihkan gedung ini. Acara perpisahan kami akan dilaksanakan seminggu lagi.
Pokoknya seharian aku nempel terus dengan Arya.
“Duh, Ya. Tolong dong tanganku gak sampai.”
“Ya, bisa bukain ini gak? Aku gak kuat bukanya.”
“Ya, Reni haus nih. Boleh minta minumnya?”
“Aya. Reni bantuin yah?”
Pokoknya seharian itu aku kecentilan. Ini tips dari Erni yang katanya ampuh meluluhkan hati cowok-cowok. Katanya cowok mudah luluh dengan manjanya cewek.
Tapi ternyata hal itu gak berlaku untuk Arya. Aku gak tahu lagi mau gimana caranya untuk membuat Arya luluh dan berani mengatakannya.
Cara ini selain gagal, ternyata ada dampak negatifnya juga. Setelah acara beres-beresin Aula selesai, aku dijudesin cewek-cewek fansklubnya.
Cacian dan tekanan seperti saat tragedi jus mangga dulu terjadi lagi. Dan aku harus menjadi gadis rumput liar yang tegar dan tahan banting atas segala hinaan dan olok-olokkan mereka. Kali ini tidak ada pendamai lagi seperti Helen. Dan mungkin Arya pun jadi berpikir aku ini cewek centil. Seperti apa yang dikatakan para fansklubnya itu.
Buktinya, setelah itu dia terkesan menjauhiku. Tidak pernah meneleponku. Jika melihatku dari jauh, dia pun pergi seakan tidak ingin bertemu secara wajar denganku.
Hari-hari itu kulalui hingga acara perpisahan hari ini. Yah, acara perpisahan sekolah dimana kita semua akan lulus dan menjalani kehidupan kita masing-masing. Aku pasti bakalan jarang bertemu bahkan tidak bisa bertemu lagi dengan Arya. Malam pesta perpisahan ini rasanya aku pingin nangis saja di rumah dan bukannya di sini melihat kegembiraan teman-temanku.

Saat ini entah dimana Erni, Tuti dan Aldo di saat aku butuh sandaran air mata. Aku hanya bisa duduk di pojok Aula ini menyaksikan pertunjukkan-pertunjukkan yang digelar di panggung aula. Namun pertunjukkan itu tak bisa menghibur suasana hatiku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar