Novel | Bintang, Bulan dan Matahari - Prologue

PROLOGUE

Dahulu… Matahari adalah sebuah bintang. Dia berpetualang di angkasa sendirian. Semakin hari cahayanya mulai meredup karena dia selalu merasa sendirian di angkasa. Dia selalu merasa bahwa hanya dia bintang yang ada di galaksi.

Suatu hari Tuhan mempertemukannya dengan Bulan. Tapi karena bulan tidak memiliki cahaya sendiri, bintang itu memberikannya cahaya hingga bulan pun menjadi terang. Bintang pun senang karena dia punya teman di angkasa.

Bintang menyukai Bulan, namun dia sadar bahwa Bulan adalah sosok batu besar yang tidak memiliki cahaya. Bila tak disinari oleh Bintang, Bulan pasti akan redup dan mati. Bintang pun menjadi sedih. Bintang ingin cahaya lain ada untuknya dan bersama-sama menerangi seluruh alam.

Namun bintang pun tak putus asa dia terus memancarkan sinarnya hingga terang benderang. Dia tetap tersenyum meskipun dia sendirian. Akhirnya dari kejauhan muncul titik-titik cahaya kecil yang kerlap-kerlip merespon cahaya sang bintang.

Ternyata cahaya kecil itu pun adalah bintang lain. Dia memiliki cahayanya sendiri. Akhirnya matahari pun sadar bahwa dia tak sendiri. Ada banyak bintang lain jauh di ujung angkasa sana. Sang matahari pun terus memancarkan sinarnya dan berharap suatu saat bisa bertemu dengan salah satu bintang yang ada disana…

Aku tersadar dari alam mimpiku. Mimpi panjang tentang masa lalu yang ingin sekali ku kubur dalam-dalam. Masa lalu itu adalah… sosok seorang gadis yang mengisi hati dan pikiranku. Seorang gadis yang mengajariku banyak hal tentang hidup. Seorang gadis yang membuatku mengerti apa itu cinta.

Gema tahrim membahana hingga menggaung dari balik jendela kamarku, dan membuyarkan lamunanku tentang masa lalu tadi. Ku lihat jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 4.15 pagi. Sedikit lagi sudah subuh dan tanggung sekali untuk melanjutkan tidurku. Bisa-bisa ketinggalan sholat subuh berjama’ah di masjid. Biasanya adzan subuh berkumandang sekitar pukul 4.40 WJK alias Waktu Jam di Kamarku. Aku terlalu cepat bangun mendahului alarm jam di HP yang selalu berdering, berdesis, bernyanyi, berteriak, atau apapun dilakukannya untuk membangunkanku. Alarm slalu membangunkanku pukul 4.30 WJK (Tau kan artinya?). Terkadang sang alarm gagal membangunkan ku sehingga suara “Assholatu khoirumminannaum!” yang membangunkanku. Suara lafaz adzan subuh yang berarti “Sholat itu lebih baik daripada tidur”.

Dengan langkah gontai dan kepala agak pusing, kucoba melangkah ke kamar mandi. Membasuh muka dan menghimpun kembali nyawaku yang pergi sejenak di saat ku terlelap tadi. Orang-orang bilang, aku kalau tidur itu seperti orang mati. Gak merasakan apapun. Yah, makanya ku pikir saat terlelap, nyawaku mungkin pergi meninggalkanku. Entahlah, itu hanya dugaanku saja.

Sambil menunggu alarm ku berbunyi untuk kumatikan, kubuka kembali album lama yang telah lama terbuang. Tidak terasa sudah lima tahun tak pernah kubuka lagi album ini. Hanya ada beberapa foto dirinya di sana.

Serpihan kenangan dari foto ini pun merasuk ke dalam pikiranku. Serpihan itu merangkai kembali cerita yang telah lama kulupakan. Cerita indah, bahagia namun juga sedih. Secara perlahan cerita itu terekam ulang dan seakan dimunculkan kembali dalam ingatan. Layaknya sebuah Film di bioskop, pikiranku pun memutarkan adegan-adegan lama aku dan dia. Semua itu terangkum seperti sebuah sinema.

Aku pun menikmati kembali kenangan lama itu. Apakah kalian ingin menyimaknya denganku? Hmm… Baiklah, akan kubagi kisah itu dalam lembaran ini. Tajamkanlah imajinasimu dan terbanglah bersamaku melewati lorong waktu dan membukai tirai awal kisah ini.

Yang terukir dalam ingatan akan terhapus bersama waktu

Yang terukir dalam hati akan abadi selama-lamanya

(Noe - Makassar 2005)